Sukacita menyelimuti Gedung Serbaguna Asrama Haji Kota Palembang. Calon Jemaah Haji (CJH) tidak henti-hentinya mengucap syukur setelah peresmian pemberangkatan kloter 11 menuju Jeddah.
Setelah menunggu belasan tahun lamanya, para CJH tersebut dapat memenuhi panggilan ke tempat yang diimpikan. Bahkan para jemaah yang telah berusia lanjut, yang tidak bisa banyak bergerak untuk tepuk tangan, raut wajahnya menunjukkan rasa syukur masih diberi umur untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Petugas serta wartawan yang bertugas ikut senang atas kebahagiaan yang dirasakan jemaah Embarkasi Palembang. Di fast track yang diperuntukkan bagi jemaah dengan usia lebih dari 70 tahun, seorang kakek dengan ihrom putih duduk di kursi roda tidak henti-hentinya mengucap alhamdulillah sembari tersenyum haru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kakek tersebut bernama Murtoyo (85). Ia merupakan calon jemaah haji asal Sri Mulyo Tapus, Oku Timur.
Tubuhnya sudah renta. Namun itu tidak menjadi halangan untuk mewujudkan asa ke Tanah Suci. Murtoyo menunggu selama 12 tahun untuk bisa berangkat ke sana.
"Saya nunggu 12 tahun untuk bisa berangkat haji sama anak saya," ucap Murtoyo kepada detikSumbagsel, Sabtu (25/5/2024).
Kakek 12 cucu ini merupakan seorang petani di Desa Sri Mulyo. Di sana Martoyo dapat menghidupi keluarganya, dan mengumpulkan uang untuk berangkat haji.
"Saya syukuri tempat tinggal saya di Desa Sri Mulyo. Alhamdulillah masih disayang Allah SWT dan dipanggil-Nya ke Tanah Suci. Lalu untuk berhaji ini aku kumpulin dari tani. Mudah-mudahan bisa haji mabrur. Karena boleh dikatakan saya ini orang saro (susah), tapi masih disayang sama Allah SWT. Mudah-mudahan berangkat sehat pulangnya juga sehat," imbuhnya.
Martoyo mengaku tidak menggunakan sistem menabung harian. Ia menabung berapa bulan sekali atau satu tahun sekali tergantung dari hasil di sawah.
"Untuk menabung itu boleh dikatakan bukan harian ya. Kadang-kadang satu tahun sekali dan itu menabungnya Rp 4 juta sampai Rp 5 juta. Tergantung bagaimana hasil panen sawah. Kita itu sebelum mendaftar sudah mulai nabung dahulu mengingat sawah itu milik berdua punyaku dan istriku," jelasnya.
Martoyo menyampaikan seharusnya berangkat bersama sang istri. Itu tidak bisa terjadi karena sang istri telah meninggal.
"Aturannya saat ini saya berangkat dengan istri saya. Akan tetapi waktu itu istri saya sakit 2 hari 1 malam dan pada akhirnya meninggalkan saya, anak-anak dan cucunya. Maka dari itu istriku kubadal hajikan juga," tuturnya.
Martoyo bercerita, awalnya saat bertani belum terpikirkan untuk berangkat haji. Pada saat itu ia hanya berpikir untuk menanam kebaikan terhadap sesama
"Kalau pada saat bertani waktu itu belum. Saya mau menanam kebaikan dulu. Kalau saya menanam kebaikan barangkali orang senang sama saya, kalau dak senang sama saya mana mau gotong royong," imbuhnya.
Selain itu, Martoyo mengaku puas dengan pelayanan para petugas Embarkasi Palembang sejak pendaftaran hingga saat ini. Sebab menurutnya, para petugas saling bahu membahu memperhatikan para jemaah khususnya yang sudah tua-tua ini.
Artikel ini ditulis oleh Bagus Rahmat Nugroho, peserta Magang Merdeka Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sun/des)