Sekretaris Dewan (sekwan) Aprizal menyebut anggaran gorden rumah dinas DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) sebesar Rp 4,8 miliar salah input. Lalu apa kata pengamat soal jawaban tersebut?
Pengamat Politik Sumsel dari Forum Demokrasi Sriwijaya (Fordes) Bagindo Togar mengatakan, pernyataan salah input data merupakan jawaban tak pantas dari lembaga pemerintah meskipun itu merupakan klarifikasi.
"Jawaban sangat tidak pantas dari sebuah lembaga pemerintah, walaupun itu berupa klarifikasi. Anggaran gorden Istana Negara saja mungkin tidak sefantastis itu, jadi kata salah input menjadi alasan sakti agar publik tidak melakukan upaya pembuktian apa tujuan membuat anggaran sebesar itu," ujarnya, dihubungi detikSumbagsel, Minggu (5/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut, dapat dipastikan penetapan anggaran sebesar itu tidak dilakukan oleh perseorangan, tetapi oleh sekawanan oknum yang paham dalam penyusunan anggaran.
"Dan bilamana sampai lolos maka akan menguntungkan kelompok tersebut, tanpa pertanggungjawaban. Dan mungkin saja ini bukan kali pertama terjadi. Untuk itu publik dan dewan pengawas seharusnya bisa lebih aktif lagi" ujarnya.
Menurutnya, jika benar terbukti ada unsur kesengajaan maka sebaiknya ada tindaklanjut. Bahkan, jika perlu ditelurusi hingga berproses hukum jika terindikasi ada permainan.
"Bila terbukti ada unsur kesengajaan, sepantasnya ditindaklanjuti. Kalau perlu diproses secara hukum," ungkapnya.
Sementara itu, Pengamat Politik Sumsel dari Universitas Sriwijaya, M Haekal Al Haffafah mengatakan jika tidak terawasi, bisa jadi paket pekerjaan dengan APBD Sumsel 2024 itu berjalan dengan mulus.
Padahal, sambungnya, lembaga legislatif itu berperan dalam mengawasi seluruh anggaran yang ada di Pemerintah Provinsi Sumsel.
"Kalau kita lihat, sebetulnya (pernyataan salah input) karena tekanan publik dan kemudian viral sehingga rasionalisasi yang paling gampang adalah salah input. Boleh jadi ketika tidak ada tekanan publik, paket dengan pagu tersebut akan tetap lanjut," ujarnya.
Menurutnya, anggaran gorden untuk 4 rumah dinas pimpinan DPRD Sumsel itu tidak rasional dan merupakan pemborosan. Tidak ada urgensinya dan yang jadi perhatian penggunaan bahan seperti apa yang dipakai hingga nilainya mencapai miliaran rupiah.
"Berbicara soal pengadaan, yang dipertaruhkan itu adalah nama lembaga dalam hal ini DPRD Provinsi Sumsel. Jangan lupa bahwa ada kredibilitas dan kehormatan lembaga perwakilan rakyat yang harus dijaga," ungkapnya.
Untuk itu, dia meminta Sekwan DPRD Sumsel dipanggil untuk dimintai keterangan. Jangan sampai, kegaduhan nilai anggaran dan pernyataan salah input itu kian meluas.
"Kalau memang salah input, unsur pimpinan harus panggil sekwan, pimpinan-pimpinan fraksi harus panggil sekwan untuk dimintai keterangan. Jangan sampai setelah bikin gaduh publik, seolah-olah semua selesai dengan istilah salah input," terangnya.
Dia juga menggarisbawahi, jika pimpinan dewan tak memanggil pihak yang dikatakan salah menginput data maka DPRD sebagai lembaga pengawas anggaran hanya tajam keluar. Sementara di internal sekretariat DPRD Sumsel bisa seenaknya membuat paket anggaran tanpa terawasi.
"Kalau pimpinan DPRD tidak berani memanggil, publik akan menilai bahwa peran pengawasan DPRD hanya tajam keluar tapi tumpul ke dalam," tegasnya.
(csb/csb)