Provinsi Bengkulu memiliki upacara adat yang dikenal dengan upacara cuci kampung. Hingga kini, Provinsi yang dikenal dengan nama Bumi Raflesia ini masih melestarikan adat tersebut.
Adat cuci kampung merupakan upacara ritual dengan tujuan untuk membersihkan masyarakat dari bencana serta noda moral. Dalam pelaksanaannya, masyarakat Bengkulu melakukan berbagai kegiatan yang dianggap bisa menghilangkan sifat-sifat buruk dan mengembalikan kebersihan moral masyarakat.
Lantas seperti apa pengertian adat cuci kampung tersebut? Berikut detikSumbagsel berikan penjelasannya lengkap dengan tujuan dan hukumannya yang telah detikSumbagsel rangkum dari berbagai sumber.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Cuci Kampung
Dilansir Kemdikbud, upacara cuci kampung atau biasa disebut doa cuci kampung merupakan suatu bentuk kebiasaan atau tradisi masyarakat Provinsi Bengkulu, terutama dilakukan untuk membersihkan kampung-negeri dari kotoran dan noda sebagai akibat kesalahan yang dilakukan oleh salah seorang warga, baik kesalahan berdasarkan hukum adat ataupun kesalahan berdasarkan hukum agama.
Beberapa kejadian yang menyebabkan kampung atau desan perlu dicuci, antara lain sebagai berikut:
1. Perzinaan
2. Perkelahian
3. Kecelakaan
4. Kebakaran
Dikutip jurnal Tradisi Cuci Kampung dan Dampaknya Terhadap Perilaku Seks Remaja Pranikah di Desa Air Dingin karya Vera Feronika, cuci kampung adalah salah satu hukum adat jika ada warga di suatu desa tersebut melakukan suatu perzinaan.
Orang yang melanggar adat tersebut harus menyerahkan 1 ekor kambing serta dicambuk 100 kali menggunakan daun enau hijau maupun syarat lainnya, hal tersebut sebagai persyaratan untuk menghilangkan perbuatan asusila yang diyakini bahwa jika sudah dilaksanakan upacara tersebut maka wabah penyakit tidak akan menyerang masyarakat desa tersebut.
Tujuan Cuci Kampung
Masih dari sumber yang sama, cuci kampung adalah tradisi yang bertujuan agar warga kampung terhindar dari bencana. Dalam kehidupan sehari-hari upacara cuci kampung sering ditemukan saat ada salah seorang warga kedapatan berbuat aib berupa perzinahan di suatu kampung. Cuci kampung juga bertujuan agar semua warga kampung terhindar dari bencana.
Selain membersihkan desa dari bentuk perzinahan, cuci kampung juga bertujuan untuk mengatur pergaulan bagi anak muda agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama dan adat istiadat. Dengan demikian diharapkan hal tersebut dapat memberikan kesadaran serta sebagai bentuk teguran bagi muda mudi ataupun orang tua agar dapat mengontrol pergaulan anak-anaknya.
Sanksi dan Hukuman Pelaku Zina
Dikutip buku At-Tasyri' Al-Islami Muqaranan Bi Al-Qanun Al-Wadha'I karya Abdul Qaadir Audah, hukuman merupakan pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara.
Untuk sanksi dan hukuman pelaku zina berdasarkan pembagian dalam Islam digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Zina Muhsan
Pezina muhsan merupakan zina yang berstatus suami, istri, duda, atau janda yang artinya pelaku adalah orang yang masih dalam status pernikahan atau pernah menikah secara sah. Zina muhsan merupakan zina yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang telah berkeluarga (bersuami atau beristri).
Sanksi bagi pelaku zina muhsan adalah hukuman rajam, yakni pelaku akan dilempari batu hingga meninggal. Dalam sebuah riwayat dijelaskan Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa Umar bin Al Khahtthab berada di atas mimbar Rasulullah SAW (dan berpidato).
"Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad SAW dengan membawa kebenaran dan menurunkan Al-Quran titik diantara ayat yang diturunkan itu ada ayat tentang rajam. Kami membacanya, mempelajarinya dan memahaminya, lalu Beliau melaksanakan Hukuman rajam dan kami juga melaksanakannya. aku takut jika telah berlalu masa yang panjang, ada orang yang berkata, kami tidak menemukan Rajam di dalam kitabullah, lalu mereka meninggalkan kewajiban yang diturunkan Allah swt. sesungguhnya Hukuman rajam itu benar di dalam kitabullah dan diberlakukan kepada pelaku yang telah beristri atau bersuami dari setiap laki-laki dan perempuan apabila telah ada bukti yang kuat, terjadi kehamilan atau pelaku mengaku." (HR. Muslim).
2. Zina Ghairu Muhsan
Zina ghairu muhsan merupakan zina yang pelakunya masih berstatus perjaka ataupun gadis, yang artinya pelaku belum pernah menikah secara sah serta tidak sedang dalam ikatan pernikahan. Sanksi bagi pelaku zina tersebut yakni dicambuk sebanyak 100 kali.
Berbeda dengan rajam yang tidak secara tegas dijelaskan dalam Al-Quran sanksi cambuk bagi pelaku zina ghairu muhsan ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam surah An-Nur ayat 2:
لزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Ayat tersebut tidak hanya menyebutkan jumlah cambukan, akan tetapi juga larangan agar berbelas kasih kepada pelaku. Selain itu proses eksekusi hendaknya disaksikan oleh kaum muslimin agar menimbulkan efek jera dan dijadikan pelajaran berharga.
Salah satu sanksi adat yang diterapkan di Kota Bengkulu yakni bagi yang melakukan pelanggaran adat menurut Pasal 24 Perda Kota Bengkulu No. 29 Tahun 2003 dalam hal 'seorang berzina dan keduanya tidak terikat dalam perkawinan, bagi yang dapek salah dapat dikenakan "Denda Adat" berupa permintaan maaf pertanggungjawaban dan melakukan upacara adat dalam mufakat Rajo Penghulu'.
Menurut Badan Musyawarah Adat (BMA) Kota Bengkulu. Sanksi bagi pelaku zina yang terdapat dalam buku buku Lepeak Hukum Adat Jang. Sebagai berikut:
1. 1 ekor kambing + punjung mentah
2. Denda kutei 6 Ria s/d 12 Ria
3. Sirih sesanggen berbuah
4. Lidi kelapa hijau 100 buah + gemuk manis, asam garam
5. Tepung setawar, cuci dusun
Jika tidak melaksanakan ketentuan tersebut maka mereka akan dikucilkan dari desa. Hukuman dikucilkan adalah orang tersebut akan dikeluarkan atau diusir dari desa dan masyarakat tidak akan peduli terhadap orang tersebut.
Masyarakat tidak boleh berpartisipasi dalam hal baik atau hal musibah, kecuali yang bersangkutan atau anggota keluarganya meninggal dunia, maka masyarakat tetap memenuhi kewajiban kifayahnya.
Bentuk dan Cara Pelaksanaan Cuci Kampung
Cara melaksanakan cuci kampung atau dalam istilah Rejang yaitu Tempung Matei Bilai yang didasari dari buku Kelpeak Ukum Adat Ngen Riyan Ca'o Kutei Jang Kabupaten Rejang Lebong sebagai berikut:
1. Memotong seekor kambing agar didoakan pada kegiatan cuci kampung.
2. Pengantin laki-laki serta pengantin perempuan dipukul dengan lidi kelapa hijau yang telah diikat sebanyak 100 (seratus) lidi sebanyak 18 kali. Orang yang melaksanakan pemukulan tersebut adalah Imam desa, perangkat desa, ataupun juga bisa dilaksanakan oleh orang lain.
3. Membayar denda berupa uang Rp 18.000 untuk anak yatim piatu.
4. Setelah jamuan masak, maka hidangan itu akan dimakan bersama
5. Orang yang terlibat dalam tradisi cuci kampung ini adalah ketua kuta atau BMA, kepala desa/kelurahan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
Tradisi cuci kampung dinilai sangat baik untuk menjaga ketentraman di sebuah kampung, atau pun penangkal dari perilaku perzinahan yang saat ini cukup memprihatinkan.
Kebijakan Cuci Kampung
Dalam kehidupan sehari-hari upacara cuci kampung sering ditemukan saat ada salah seorang warga kedapatan berbuat aib berupa perzinahan di suatu kampung. Masalah tersebut harus mendapatkan kebijakan tegas dari pihak yang berwenang untuk menyelesaikan masalah ini. Adapun kebijakan nya sebagai berikut:
1. Mengadili orang yang berbuat salah, akan tetapi, dalam mengadili orang tersebut tidak diperbolehkan main hakim sendiri. Harus bertindak bijak, serta memperhatikan saksi dan bukti yang ada.
2. Memperingatkan pada orang-orang sekitar untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Bentuk peringatan ini dapat dilakukan dengan ancaman serta sanksi keras dan berujung pada urusan hukum.
3. Melaksanakan sosialisasi kepada warga sekitar tentang masalah cuci kampung ini. Sosialisasi bisa dilakukan oleh para pemuka adat setempat kepada orang tua dan anak, khususnya orang tua yang mempunyai anak yang masih remaja. Orang tua beserta masyarakat setempat harus benar-benar memperhatikan.
4. Mengawasi setiap warga pendatang serta memberikan himbauan agar ikut menjaga kampung dari perbuatan perzinaan seperti itu.
Tradisi cuci kampung tersebut dilaksanakan oleh sebagian daerah yang dimaksudkan untuk membersihkan kampung dari hal-hal yang bersifat merusak dan bersumber dari perilaku manusia yang berdiam di dalamnya.
Demikian penjelasan mengenai pengertian cuci kampung, beserta tujuan, hingga cara pelaksanaannya. Semoga artikel ini bermanfaat ya detikers!
Artikel ini ditulis oleh Amir Yusuf, peserta program Magang Merdeka Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(csb/csb)