Ditreskrimum Polda Jambi akan mengasistensi penanganan kasus kematian tak wajar santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin Tebo, berinisial AH (13). Polisi akan segera melakukan gelar perkara.
Hal ini disampaikan oleh Plh Kasubbid Penmas Polda Jambi Kompol Amin Nasution. Ia menyebut sampai saat ini kasus tersebut sudah tahap penyidikan.
"Tim Polres Tebo meminta asistensi penanganan bersama Ditreskrimum Polda Jambi. Dalam waktu dekat asistensi akan dilakukan," kata Kompol Amin, Jumat (15/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan asistensi dari Ditreskrimum ini agar membuat terang kasus tersebut. Dalam hal ini, untuk menetapkan tersangka di kasus kematian santri tersebut.
"Ya, jadi Tim Satreskrim Polres Tebo akan gelar perkara bersama Ditreskrimum. Kemungkinan pada pekan depan," ujarnya.
Hingga saat ini kematian santri AH, masih misteri. Meski demikian, hasil autopsi mengarah penyebab kematian disebabkan oleh benda tumpul yang membuat tubuh korban ditemui sejumlah luka.
Kasus ini dilaporkan ke Polres Tebo oleh Salim selaku ayah korban. Orang tua korban tidak terima dengan kejadian itu karena menduga anaknya meninggal dianiaya, bukan tersengat listrik seperti yang disampaikan oleh pihak Ponpes saat memberi tahu kepada orang tua korban.
Sebelumnya, diketahui peristiwa itu terjadi pada Selasa (14/11/2023) silam. Orde Prianata selaku Pengacara Korban dari Tim 911 Hotman Paris menceritakan saat hari kejadian, korban sempat menelepon orang tuanya pada sore hari.
"Sebelum kejadian sempat teleponan dengan anak ini (korban) kebetulan yang mengangkat itu mamaknya. Setiap hari Rabu ada pertemuan terus di Pesantren," katanya kepada detikSumbagsel, Kamis (14/3/2024).
Saat berhubungan telepon, orang tua korban tidak menaruh curiga. Begitu pula, sang anak tidak menceritakan adanya masalah di ponpes.
Namun, sang anak menyebut akan memberi kejutan kepada orang tua. Kejutan itu rencananya akan diberi tahu esok hari saat pertemuan mingguan di pesantren.
"Saya ada kejutan kata anaknya. Kejutan apa? Mungkin Bapaknya merasa kejutan dia dapat nilai (bagus) atau apa. Jadi nggak dihiraukan sama Bapaknya," sebut Orde menceritakan kronologi dari keluarga korban.
Namun, pada malam harinya, sang ayah diberitahu tetangganya melalui telepon bahwa ada santri yang meninggal dunia. Ayah korban pun terkejut mencari tahu dengan menghubungi guru korban, namun berulang kali teleponnya tidak diangkat.
"Terus ditelepon lagi tetangganya ini untuk menanyakan siapa yang meninggal? Dibilanglah sama tetangganya ini yang meninggal anak sampean (kamu)," jelasnya.
Kabar itu tentunya mengejutkan ayah korban. Ia masih tidak terima dengan kabar duka itu. Tak lama, guru korban menelepon memberi kabar bahwa anaknya meninggal dunia di loteng gedung pesantren.
"Setelah itu ada gurunya yang lain menelpon bahwa anaknya meninggal dunia, sudah dimandikan dan dikafani nanti diantar ke rumah duka, begitu," katanya.
Ayah korban langsung tancap gas menuju pesantren anaknya dengan menempuh perjalanan 3 jam dari rumahnya. Kecurigaan orang tua menguat setelah kafan dibuka, ditemukan sejumlah luka di tubuh korban.
"Giginya retak, di mulutnya mengeluarkan darah, di kaki ada luka melepuh seperti tersulut api. Makanya Bapaknya tidak terima," ujarnya.
(mud/mud)