Baliho dan poster alat peraga kampanye (APK) para peserta Pemilu masih marak di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Padahal, sejak Minggu (11/2/2024), tahapan Pemilu sudah memasuki masa tenang.
Baliho dan poster milik caleg yang masih bertebaran terlihat di Jalan Letkol Iskandar, Jalan Soekarno Hatta, dan beberapa titik lainnya. Namun, ada juga yang sudah dilakukan penertiban, baik di tempat yang berbayar maupun di lokasi yang tidak berbayar.
"Saat ini tim bersama Bawaslu kabupaten/kota sudah jalan semua melakukan penertiban APK. Paling lambat besok (13/2) atau H-1 sudah selesai dilakukan penertiban," ujar Ketua Bawaslu Sumsel, Kurniawan, Selasa (12/2/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya, juga masih menunggu laporan terkait jumlah APK yang ditertibkan dari Bawaslu kabupaten/kota di Sumsel. Namun, diperkirakan jumlahnya cukup banyak. Sebab, belum ada informasi terkait tim kampanye yang melepas APK-nya sendiri.
"Laporannya berapa banyak belum kita terima dari Bawaslu kabupaten/kota. Termasuk informasi soal tim kampanye yang melepaskan APK-nya sendiri, belum ada," ungkapnya.
Ia berharap, tim kampanye para Capres-Cawapres dan Caleg bisa melepas secara mandiri baliho dan poster yang mereka pasangkan. Sebab, personel yang terbatas membuat pelepasannya membutuhkan waktu.
Katanya, APK yang sudah ditertibkan akan diletakkan di kantor Bawaslu. Pihaknya juga akan melakukan pendataan terhadap APK yang tidak dilepas mandiri. Setelahnya, APK itu akan dimusnahkan.
"Itu (jika tidak melepas APK mandiri) prosedur administrasi, biasanya penertiban kembali lagi ke Bawaslu dan tim. APK yang sudah dilepas akan diletakkan di kantor Bawaslu," ungkapnya.
Menghadapi masa tenang, sesuai Pasal 1 ayat 36 UU 7/2017 tentang Pemilu, waktu tersebut tidak bisa lagi digunakan untuk aktivitas kampanye.
Beberapa hal dilarang untuk dilakukan, seperti menyosialisasikan diri untuk memilih, menjanjikan atau memberi imbalan kepada pemilih dan kegiatan kampanye lainnya. Pihak yang melanggar terancam hukuman 4 tahun penjara dan denda puluhan juta rupiah.
Dalam aturan lainnya, lembaga survei juga dilarang mem-publish hasil jajak pendapatnya. Pelanggaranya diancam hukuman pidana penjara 1 tahun dan denda belasan juta rupiah.
(csb/csb)