Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Pemuda Sriwijaya (HMPS) menggelar aksi demontrasi di kantor Gubernur Sumatare Selatan (Sumsel), Kamis (1/2/2024). Mereka mengelar aksi mempertanyakan Teddy Meilwansyah yang merangkap jabatan sebagai Pj Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) dan Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan (Sumsel).
Koordinator aksi massa Ade Syawal Diansyah mengatakan, rangkap jabatan itu dianggap tidak akan bisa memaksimalkan pelayanan publik yang dilakukan Disdik Sumsel. Apalagi, pejabat eselon II di Pemprov Sumsel tidak hanya 1 orang.
"Padahal, pejabat eselon II di Sumsel tidak hanya 1 orang. Jadi, kami menganggap ini ada kepentingannya," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut, berdasarkan PP 15/1994, UU 25/2009, dan UU 43/1999, pada dasarnya PNS yang telah diangkat dalam jabatan struktural tidak bisa merangkap dalam jabatan struktural lain atau di jabatan fungsional.
"Kami menolak dengan tegas atas dilantiknya Kadisdik yang baru dikarenakan rangkap jabatan, padahal sudah tertera pada pasal 17 huruf A UU 25/2009 tentang dilarangnya pejabat pemerintahan merangkap jabatan demi menghindari konflik kepentingan pribadi," ujarnya.
Selain soal rangkap jabatan, pihaknya juga mempersoalkan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2024-2025 yang dibuka 1 Februari-30 Juni mendatang. Menurutnya, masalah klasik dalam PPDB selalu berulang, seperti pungutan liar (pungli), paksaan beli seragam sekolah dan modus pungli lainnya.
"Padahal praktik jual beli seragam dilarang berdasarkan Permendikbud 50/2022," katanya.
Ia menilai, praktik pungli itu masih terjadi karena tidak ada pengawasan dan sanksi tegas dari Disdik Sumsel. Bahkan, ia menyebut ada indikasi dugaan keterlibatan Kabid SMA dan SMK.
Komite sekolah disebutnya meminta sumbangan sukarela dengan nominal cukup tinggi dan bersifat wajib. Padahal, hal itu memberatkan orang tua siswa dan dilarang dalam Permendikbud 44/2012 dan Permendikbud 75/2016.
"Pungli berkedok sumbangan sukarela dari komite sekolah dengan alasan fasilitas, padahal penyaluran dana BOS dijelaskan untuk tunjangan belajar dan mengajar siswa serta fasilitas sekolah," ungkapnya.
Pihaknya meminta Kabid SMA dan Kabid SMK untuk dicopot dari jabatannya karena dianggap tidak benar dalam pengawasan.
"Meski aksi kami hanya segelintir orang, tapi jika tuntutan ini tidak didengar maka kami akan ajak massa lebih besar lagi," ungkapnya.
Plh Inspektur Pembantu Investigasi Inspektorat Sumsel, Alphonsyah yang menemui massa aksi mengatakan, akan melaporkan apa yang menjadi tuntutan pendemo. Pihaknya, juga telah mendapat 1 laporan soal pungli yang terjadi dan telah dilakukan penindakan. Namun, ia enggan menyebut sekolah mana saja yang ditindak.
"Pada 2024 saya mengawal Disdik Sumsel secara langsung, saya juga sudah mengusulkan ke Kemendikbud untuk komite dihapuskan saja. Tapi jika sekolah butuh ya silakan. Karena fasiitas seperti jas, AC dan lain-lain itu yang membuat efek biaya mahal," katanya.
Soal pencopotan jabatan, dirinya tidak menanggapi. Sebab, itu merupakan ranah gubernur.
"Kalau mau mencopot urusan Gubernur," tukasnya.
Sementara itu, Kadisdik Sumsel Teddi Meilwansyah yang dikonfirmasi terkait tuntutan massa aksi tidak merespons.
(csb/csb)