Sumatera Selatan (Sumsel) memiliki upacara adat kelahiran bayi yang dipertahankan hingga sekarang. Prosesi adat dilakukan sebelum bayi genap berusia 40 hari.
Adat tersebut tersebar di beberapa daerah seperti Ogan Komering Ilir (OKI), Lahat, dan Ogan Ilir (OI). Setiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri dalam menyelenggarakan upacara adat kelahiran bayi. Secara umum, pelaksanaannya tidak terlepas dari kepercayaan yang beredar di masyarakat.
Berikut ini beberapa upacara adat kelahiran bayi yang masih dilestarikan masyarakat Sumsel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Upacara Adat Kelahiran Bayi Ngubur Tembuni
Dikutip dari buku Istimewanya Kelahiran Bayi ala Morge Siwe milik Kemendikbud, ngubur tembuni merupakan proses penanaman ari-ari bayi ke dalam tanah. Proses ini dilakukan oleh sang ayah bayi.
Ari-ari dibalut dengan kain warna putih yang ditaruh sedikit nasi, uang logam, ikan dan gula. Kemudian dimasukkan ke dalam kendi atau belanga khusus yang terbuat dari tanah liat.
Secara medis, ari-ari merupakan organ di dalam tubuh yang menghubungkan antara calon ibu dengan bayi di kandungan. Nama lain ari-ari disebut sebagai plasenta. Ketika bayi lahir, ari-ari biasanya masih menempel di perut dan harus dipotong lalu dikubur.
Penguburan tembuni ini berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap bayi dan ari-arinya yang harus dipisahkan. Supaya tidak ada hubungan antara keduanya. Sebab ketika tidak melakukan proses penguburan tembuni, masyarakat percaya bayi akan sakit-sakitan.
2. Upacara Adat Ngoni
Adat kelahiran pada upacara ngoni dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Prosesi adat ini termasuk dalam rangkaian upacara kelahiran Morge Siwe yang dilakukan setelah penguburan tembuni.
Upacara ngoni merupakan pengantaran tempat tidur dari rumah keluarga ibu bayi ke keluarga sang ayah. Prosesnya dilakukan oleh empat orang laki-laki mengangkat tempat tidur bayi. Kemudian diiringi beberapa anggota keluarga yang membawa kado atau bingkisan hadiah.
3. Upacara Adat Penamaan Bayi
Masih di daerah OKI, penamaan bayi termasuk dalam rangkaian upacara adat Morge Siwe. Ciri khas dari adat ini adalah pemilihan nama bayi yang diambil dari kakek atau nenek. Untuk bayi laki-laki menggunakan nama kakek, sedangkan yang perempuan memakai nama nenek.
Penempatan nama kakek dan nenek tersebut dilakukan pada nama belakang bayi. Nanti, sang ayah akan mengumumkan nama bayi di hadapan tamu undangan. Bersamaan itu, sang ibu keluar dari kamar sambil menggendong bayi dan memperlihatkan kepada orang yang datang.
Selain upacara penamaan bayi, terdapat beberapa adat Morge Siwe yang harus dilakukan. Di antaranya adalah sedekah rubun ajung atau disebut juga cakat nyak lantai. Fungsinya untuk mengundang tetangga melihat bayi yang baru lahir.
4. Sedekah 40 Hari Kelahiran
Dikutip dari Giwang Sumsel, sedekah 40 hari kelahiran bayi merupakan adat dari daerah Kabupaten Lahat. Prosesnya dilakukan ketika bayi mendekati usia 40 hari setelah dilahirkan.
Adat ini menjadi tradisi yang masih dilestarikan masyarakat Lahat sebagai bentuk rasa syukur dari pihak keluarga atas kehadiran anggota baru. Rangkaian acaranya adalah marhaban, cukur rambut, sanggahan balon dan kembang tangis.
5. Upacara Adat Ngantung Buai
Dilansir dari skripsi berjudul Makna Tradisi Ngantung Buai Bagi Masyarakat Seri Kembang II Kecamatan Payaraman Kabupaten Ogan Ilir milik Eli Santi, ngantung buai merupakan bagian dari tradisi yang dilakukan setelah tali pusar bayi lepas.
Tali pusar pada umumnya akan terlepas dalam waktu satu hingga tiga pekan setelah bayi lahir. Ketika lepas tali pusar menandakan bahwa prosesi ngantung buai siap untuk dilakukan. Adat ini dilestarikan oleh masyarakat OI.
Rangkaian ngantung buai terdiri dari peresmian nama kemudian bayi diperbolehkan untuk dibawa ke luar rumah atau diajak bepergian. Selama menunggu prosesi ngantung buai, bayi dilarang keluar rumah karena masyarakat OI percaya akan terkena ketawaran atau sakit.
Fungsi adat ini adalah untuk mengharapkan keselamatan agar bayi terlindungi dan terhindar dari berbagai macam bahaya yang tidak diinginkan khususnya makhluk gaib. Sebab masyarakat percaya ketika bayi belum genap berusia 40 hari akan rentan mendapat gangguan tak kasat mata.
Begitulah adat yang masih berlaku di masyarakat Sumsel ketika bayi telah lahir. Sudahkah detikers melihat salah satu prosesi adat itu? Semoga bermanfaat ya.
(dai/dai)