Kasus perundungan yang menimpa siswi berinisial BN (10) di Sekolah Dasar (SD) Negeri 23 Pangkalpinang, Bangka Belitung, berakhir damai. Kasus ini damai setelah dilakukan mediasi antara kedua belah pihak.
Kasat Reskrim Polresta Pangkalpinang, Kompol Evry Susanto mengatakan setelah mendapat kabar adanya video viral tersebut pihaknya langsung melakukan penyelidikan.
Evry mengatakan bahwa peristiwa bully itu terjadi pada Sabtu, (2/12/2023) pukul 13.00 WIB, di rung kelas 5 A SD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kejadian pas tepatnya di jam pulang sekolah di SD N 23 Pangkalpinang. Kita telah turun dan melakukan mediasi bersama orang tua, dinas pendidikan dan pihak sekolah," katanya, Selasa (5/12/2023).
Dalam video yang viral itu, Evry menyebut baik korban dan pelaku merupakan sesama pelajar. Mereka masih berusia 10 tahun, untuk pelaku yakni ada tiga orang berinisial BL (10), VN (10), dan NR (10).
"Sama-sama anak, umurnya itu 10 tahunan. Tidak bisa dipidanakan sesuai dengan perundang-undangan Nomor 11 tahun 2012 tentang peradilan anak," tegasnya.
"Kalau sekarang sudah dimediasi semua, kalau nanti misalnya kita melihat dari struktur dari pisikis anak-anak tersebut," sambungnya.
Evry mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus tersebut. Ke depan pihaknya akan lebih meningkatkan pencegahan.
"Kita sebagai pihak kepolisian walaupun ada di mana-mana, kita akan melakukan pencegahan atau mensosialisasi pergaulan anak dari SD hingga SMA tak boleh bawa hp, intinya tak boleh mem-bullylah," ujarnya.
"(Terkait masalah hp) kalau saya tanyakan ke pihak sekolah dan kepala dinas katanya sudah ketat. Tapi kita nggak ikut campur masalah (aturan) di sekolah, kita hanya secara hukum aja," tambahnya.
Pelaku dan Korban Dimutasi ke Sekolah Lain
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang, Erwandy membeberkan hasil mediasi antara kedua belah pihak. Hasilnya, baik pelaku dan korban dimutasi ke sekolah lain.
"Untuk sanksi pasti ada, karena setiap tindakan harus ada konsekuensi ya. (Saksi) mendidik juga, pertama pembinaan (korban dan pelaku). Kedua, dimutasi ke sekolah yang baru supaya lebih nyaman," ujarnya kepada wartawan di SDN 23 Pangkalpinang, Selasa.
Ditegaskan Erwandy, sanksi mutasi yang diberikan terhadap korban dan para pelaku bukanlah dari pihak Dinas Pendidikan. Sanksi itu muncul atas kesempatan dan kemauan kedua belah pihak.
"Bukan diberhentikan ya (dari sekolah). Ini mutasi ke sekolah yang baru agar supaya pelaku dan korban tidak trauma. Itu merupakan kesepakatan berdua, bukan kami yang mengarahkan tapi kedua belah pihak," ujarnya.
"Jadi kami hanya menjadi mediasi, mendengarkan apa keinginan kedua belah pihak dan dua-duanya sepakat supaya ini untuk kebaikan semualah, agar tak ada trauma," lanjutnya.
Mereka saat ini dilakukan pembinaan di rumah alias belajar di rumah. Terkait bully, pihak Dinas Pendidikan Pangkalpinang mengklaim sudah mencantumkan ke kurikulum.
"Ini bukan pembelajaran, sebenarnya untuk masalah bully ini kami ada di kurikulum. Sudah kita sampaikan bawah anak-anak itu dengan temannya harus saling menghormati, saling menyayangi dan tidak ada perlakuan berbeda," jelasnya.
Kata dia, pihak sekolah tentunya tidak menginginkan dengan kejadian itu. Apalagi, peristiwa tersebut terjadi saat pulang sekolah.
"Ini musibah, sekolah tidak menginginkan ini terjadi. Karena ini kejadian setelah jam pulang sekolah, kejadian Sabtu, Minggu kami dapat kabar dan Senin sudah kami tindak lanjuti semua diajak rapat," ungkapnya.
Dia menambahkan, kasus ini setelah dimediasi telah berakhir damai. Kedua belah pihak telah saling memaafkan.
"Semua sudah menyampaikan unek-uneknya. Intinya kedua pihak sudah saling memaafkan karena ini masalah anak. Karena masalah anak harus diselesaikan secara sebaik-baiknya," ujarnya.
(cud/mud)