Sumatra Selatan mulai memasuki peralihan dari musim kemarau ke hujan. Pada awal November Sumsel sudah diguyur hujan dengan intensitas rendah hingga sedang.
Pada musim peralihan ini banyak terjadi fenomena alam dengan perubahan cuaca ekstrem, seperti potensi angin kencang dan hujan es.
Seperti yang terjadi beberapa hari lalu di Kabupaten Panukal Abab Lematang Ilir (PALI), atap ruang direktur dan atap ruang administrasi RS Pratama Pali porak poranda usai di sapu angin kencang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain di Pali, Empat Lawang dan Musi Rawas Utara juga terjadi angin puting beliung yang menyebabkan rumah warga rusak.
Sementara di Palembang beberapa waktu lalu terjadi hujan es di Kecamatan Kertapati Kota Palembang hingga viral di media sosial.
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Sumsel, Wandayantolis mengatakan puting beliung paling banyak pada saat fase transisi dari kemarau ke hujan.
Hal ini karena sistem konvektif yang tidak merata sehingga menciptakan kontras panas yang sangat besar antara bagian permukaan yang keras seperti jalan aspal/beton dengan lingkungan sekelilingnya yang masih ada vegetasi.
"Dampaknya terjadi aliran udara menuju bagian yang mengalami pemanasan lebih intensif yang kemudian menyebabkan udara terangkat secara cepat dan kuat pada arah vertikal," ujarnya, Kamis (9/11/2023).
Lanjut Wandayantolis, kenaikan udara yang kuat ini kemudian membentuk awan cumulonimbus (CB) yang tinggi menjulang bisa mencapai 10 km.
Di dalam awan CB terdapat mekanisme arus udara naik dan turun. Peningkatan kecepatan angin yang naik kemudian menjadikan arahnya miring.
Peningkatan angin secara mendadak ini disebut wind shear yang dapat terjadi secara vertikal ataupun horizontal
"Karena area terbentuknya awan Kumulonimbus memiliki tekanan yang lebih rendah dari sekitarnya maka arus udara dari arah horizontal juga bergerak menuju area tersebut," katanya.
Arus udara yang juga berupa wind shear tersebut kemudian membentuk pusaran yang disebut vortex cube. Secara perlahan pusaran ini kemudian condong secara vertikal mengikuti arah arus naik ke dalam awan Kumulonimbus.
Pusaran angin yang naik inilah yang kemudian disebut sebagai angin puting beliung atau angin pilin atau juga angin puyuh."Jika perbedaan tekanan ini sangat signifikan maka kekuatan angin ini akan menjadi semakin kuat," ujarnya.
Dikatakan Wandayantolis, awan cumulonimbus tidak hanya menyebabkan puting beliung, tapi juga hujan es dan angin kencang. Hujan es ini disebut hail, berasal dari bola-bola es di puncak awan CB tersebut.
"Kami pun mengimbau masyarakat perlu mewaspadai potensi kemunculan puting beliung, hujan es, badai petir dari awan CB yang memang paling banyak muncul pada fase transisi. Jika melihat awan yang menjulang tinggi dengan dasar yang gelap, baiknya segera mencari tempat berlindung yang aman," pungkasnya.
(mud/mud)