Tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional oleh rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari Nasional yang Bukan Hari Libur dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno.
Dilansir situs resmi Kementerian Sosial Republik Indonesia, peringatan ini bertujuan untuk memperingati dan mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang dalam mengusir penjajah dan juga tragedi pertempuran Surabaya tahun 1945 antara tentara Indonesia dan Pasukan Inggris.
Lantas bagaimana penetapan awal 10 November sebagai Hari Pahlawan? Ini berhubungan dengan pertempuran hebat di Surabaya. Luangkan waktumu 3 menit untuk bisa memahami sejarah Hari Pahlawan berikut ini, ya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Hari Pahlawan
Proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945 tidak lantas begitu saja membebaskan Indonesia dari cengkeraman penjajah. Pasalnya, walaupun telah menyatakan kemerdekaan, masih terjadi gejolak di beberapa daerah. Salah satunya terjadi di Surabaya.
Dikutip dari Jurnal Sejarah Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya karya Didin Aryanto dari Universitas Negeri Semarang, latar belakang Pertempuran Surabaya adalah perlawanan terhadap pemukiman penduduk Belanda di Surabaya, yang membawa Sekutu ke Surabaya untuk mengontrol dan membebaskan tawanan perang setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II.
Penolakan terhadap kehadiran NICA (Belanda) dan AFNEI (Inggris) jelas ditunjukkan oleh arek-arek Suroboyo saat mereka merobek bendera Belanda di Hotel Yamato. Pada tanggal 19 September 1945, para pemuda Indonesia berkumpul di Hotel Yamato untuk memanjat dan merobek bagian warna biru dari bendera. Tersisa yaitu merah putih di tiang tertinggi Hotel Yamato.
Aksi ini sungguh timbul dari hati masyarakat tanpa campur tangan organisasi resmi atau Pemerintah Surabaya saat itu. Kekuatan yang berasal dari hati dan pikiran menjadi titik awal dari upaya besar arek Suroboyo dalam melawan pasukan militer Sekutu.
Perjuangan bersenjata di Surabaya tahun 1945 disebabkan oleh ambisi para pemuda Surabaya untuk mendapatkan senjata untuk berperang melawan Jerman dan Belanda. Saat itu, senjata hanya dapat diperoleh dengan mencuri dari Jepang.
Menurut sejarah, Sekutu pertama kali memberikan ultimatum kepada rakyat Surabaya untuk memberikan paksa senjata mereka dari Jepang kepada Sekutu melalui pamflet dari Pesawat Dakota pada tanggal 27 Oktober 1945. Pamflet ini menimbulkan amarah masyarakat Surabaya.
Gejolak pertama terjadi ketika sebuah truk dari Pemuda Republik Indonesia (PRI) Sulawesi melewati kawasan Rumah Sakit Darmo dan diserang oleh pasukan Gurkha (pasukan ciptaan Inggris). Gejolak lain pun segera menyebar ke daerah Kayoon, Simpang, Ketabang, Jembatan Merah, Tanjung Perak, dan Benteng Miring.
Banyaknya gejolak di berbagai daerah menyebabkan disiapkannya penyerangan pada tanggal 28 Oktober 1945 oleh TKR, angkatan bersenjata, dan para pemuda. Semasa perang pertama pada 27-29 Oktober 1945 memaksa para pendukung untuk membawa Presiden Soekarno untuk menenangkan rakyat Surabaya dan agar perang dihentikan. Setibanya di Surabaya pada 29 Oktober 1945, Soekarno dan rekan-rekannya berbicara di depan Kantor Gubernur.
Bersama Soekarno, Hatta, Amir Sjarifuddin, dan Mallaby (Brigadir dari Inggris), akhirnya dicapai kesepakatan untuk melaksanakan aksi gencatan senjata. Hal yang sama juga dilakukan Mallaby kepada pasukan Sekutu.
Namun gencatan senjata tersebut tidak berlangsung lama. Sesaat setelah delegasi kembali ke Jakarta, terjadi bentrokan kembali antara pejuang Indonesia dan Sekutu pada tanggal 30 Oktober 1945 di sekitar Hotel International Jembatan Merah dan menewaskan Brigadir Jenderal Mallaby.
Kematian Mallaby membuat Sekutu marah. Inggris kembali dan memberikan ultimatum kepada Indonesia untuk menyerahkan semua senjata kepada Inggris pada 10 November. Apabila melawan, maka Surabaya akan dibom oleh Inggris.
Namun ultimatum tersebut tidak membuat masyarakat Surabaya takut. Tekad para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan telah sampai tetes darah terakhir. Keberanian dan keuletan pemuda Surabaya dalam memutuskan untuk menolak ultimatum yang diajukan oleh Inggris.
Akibat melawannya masyarakat Surabaya terhadap Ultimatum tersebut, terjadilah pertempuran hebat di Surabaya pada 10 November 1945.
Nah itu dia sejarah awal peringatan hari pahlawan setiap tanggal 10 November 1945. Menjelang Hari Pahlawan, mari bersama-sama kita teladani nasionalisme dan patriotisme para pemuda Surabaya. Semoga artikel ini bermanfaat, ya, detikers.
Artikel ini ditulis oleh Vania Dinda Azura, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(des/des)