Hai detikers, tahukah anda bahwa kecerdasan anak jelang dewasa ternyata dapat diprediksi sejak balita. Hal ini terungkap dari hasil kajian yang dilakukan oleh peneliti asal Amerika Serikat dan Jerman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang kurang beruntung memiliki Intelligence Quotient atau yang biasa kita sebut dengan lebih rendah. IQ merupakan suatu indikator untuk mengukur kecerdasan seseorang termasuk anak.
Para ahli menindaklanjuti penelitian sebelumnya di Rumania untuk memperlihatkan bagaimana pengasuhan anak akan mempengaruhi kemampuan kognitif mereka selama bertahun-tahun. Studi di Rumania ini sendiri disebut dengan Proyek Intervensi Dini Bucharest (BEIP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian tersebut dimulai pada awal 2000-an. Ahli melacak perkembangan kognitif anak-anak telantar di Rumania.
Berikut prediksi kecerdasan anak saat balita
1. Faktor lingkungan
Studi sebelumnya juga menemukan bahwa gelombang otak yang lebih lambat sangat sensitif terhadap faktor lingkungan, seperti kemiskinan atau kerugian sosiokultural. Namun, penelitian ini adalah yang pertama menghubungkan gelombang otak yang lambat di masa kanak-kanak dengan dampak kognitif jangka panjang di masa dewasa muda.
Studi lebih lanjut yang lebih besar diperlukan untuk menegaskan korelasi ini. Para ilmuwan pun perlu menyelidiki bagaimana gelombang otak yang lambat dapat mendorong perubahan kognitif jangka panjang dalam praktiknya.
2. Perilaku otak anak saat beristirahat
Peneliti mengungkap perilaku otak saat sedang istirahat relatif stabil selama sisa usia dewasa, bahkan ketika kekuatannya naik turun seiring usia.
Bagaimana aktivitas istirahat yang stabil ini berkembang di awal kehidupan, memang kurang dipahami. Aktivitas stabil dan beristirahat itu dikembangkan ketika kehidupan awal manusia.
Ketika anak manusia tumbuh dari balita hingga berusia 10 tahun, aktivitas otak istirahat mereka biasanya ditandai dengan gelombang otak frekuensi rendah atau lambat yang lebih sedikit dan gelombang otak frekuensi tinggi atau cepat yang lebih besar.
Gelombang lambat saat otak istirahat cenderung dikaitkan dengan pemangkasan koneksi saraf yang tidak perlu. Hal ini membuat otak lebih efisien saat menangani tugas mental.
Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas gelombang lambat pada otak anak yang beristirahat, entah bagaimana mampu memediasi efek pengasuhan institusional dan waktu penempatan pengasuhan.
3. Anak yang diasuh dan tidak diasuh
Riset itu membandingkan kemampuan kognitif anak-anak yang diasuh dan dilembagakan versus mereka yang tumbuh dalam pengasuhan di rumah. Para peneliti menemukan, anak-anak yang diasuh mempunyai IQ relatif lebih rendah saat usia 18 tahun.
Sementara, pada penelitian yang terbaru ini, para ilmuwan menemukan kaitan antara pola gelombang otak dengan skor IQ tersebut dengan masih menggunakan data yang sama.
4. Pengalaman kehidupan anak
Temuan menunjukkan bahwa perubahan aktivitas otak yang dipicu oleh pengalaman di awal kehidupan memiliki dampak mendalam pada perkembangan kognitif jangka panjang.
Hal ini menyoroti pentingnya tindakan dini untuk mendukung perkembangan yang sehat di antara anak-anak yang tinggal di lingkungan yang kurang beruntung hal itu diungkapkan para peneliti yang dikutip dari ScienceAlert.
5. Dukungan emosional atau stimulasi kognitif
Jika anak kecil tidak menerima dukungan emosional atau stimulasi kognitif yang cukup, hal itu dapat memengaruhi perkembangan neurokognitif mereka, mungkin dengan memengaruhi pemangkasan saraf.
Studi saat ini, yang dipimpin oleh para peneliti di University of Maryland, mendukung gagasan tersebut. Analisis IQ dari 202 anak berusia 18 tahun yang telah terdaftar dalam studi Bucharest mengungkapkan, mereka dengan skor lebih rendah cenderung memiliki aktivitas gelombang yang lebih lambat saat balita.
Artikel ini dilansir dari detikedu dengan judul "Studi Temukan, Anak-anak Kurang Beruntung Punya IQ Rendah Saat 18 Tahun"
(bpa/bpa)