Pengamat Sebut Tindakan PSI Pecat Ketua DPD Palembang Tepat

Sumatera Selatan

Pengamat Sebut Tindakan PSI Pecat Ketua DPD Palembang Tepat

Candra Budi - detikSumbagsel
Jumat, 23 Jun 2023 12:38 WIB
Puluhan kader DPD PSI Kota Palembang mundur
Ilustrasi kader DPD PSI Kota Palembang. Foto: Istimewa
Palembang -

Pemecatan terhadap ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Palembang yang dilakukan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) sudah sangat tepat. Kebijakan tersebut diharapkan diikuti partai lain agar tidak ada lagi mahar dalam pencalonan wakil rakyat.

"Tepat, kalau bisa partai-partai yang lain seperti itu," terang pengamat politik Sumsel Bagindo Togar Butarbutar, saat dihubungi detikSumbagsel, Jumat (23/6/2023).

Ketua DPD PSI Kota Palembang Toni dipecat dari jabatannya. Dia dipecat karena terbukti meminta mahar Rp 5 juta per orang dari bacalegnya. Pemecatan itu dilakukan jauh sebelum adanya pernyataan pengunduran diri oleh Tony.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagindo Togar Butarbutar mengatakan jika kabar itu memang terbukti meminta uang mahar ke bacaleg dan kalau memang faktanya seperti itu, wajar memecatnya. Dia meminta partai-partai lain harus seperti itu.

Sebab, hal-hal seperti ini bukan yang baru, apalagi partai-partai papan atas untuk mendapat nomor-nomor urut kecil maharnya lebih mahal. Bagindo berharap PSI berkomitmen untuk menegakkan anti mahar itu, jangan nanti kader-kader yang pengganti tidak konsekuen.

ADVERTISEMENT

"PSI mengatakan anti mahar ya harus komitlah menegakkan hak anti mahar, tapi konsekuensinya mampu ngak, siap ngak kader-kader pengantinya. Apalagi PSI partai baru," ujarnya.

Dia menjelaskan jika ingin meminta mahar harusnya ada ketentuan yang jelas secara formal dan tertulis serta harus diketahui oleh DPP, bukan secara lisan.

"Harus ada tulisanlah, secara formal yang ada regulasi dan harus diketahui sampai ke tingkat DPP. Kalau secara lisan dan di bawah tangan tidak dibenarkan Rp 5.000 pun tidak dibenarkan itu," tegasnya.

Togar mengatakan, permintaan mahar ini bisa dimasukkan ke dalam pidana dan jelas. Bahkan bisa masuk ke pungutan liar (pungli).

"Bukan lagi bisa, tapi sangat bisa (pidana) dan dibawa ke aduan umum. Bisa masuk pungli ini, kan ada dasar hukumnya," ujarnya.




(bpa/bpa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads