Ketua DPC PKB Bandar Lampung, Rabiatul Adawiyah buka suara terkait bacaleg yang juga kader partai mengaku dimintai mahar Rp 70 juta untuk penetapan nomor urut. Ia membantah tudingan tersebut.
Hal itu dikatakan Rabiatul Adawiyah, menanggapi pernyataan bacaleg Nely Farlinza yang juga kader PKB Kota Bandar Lampung. Ia menyebut tak mahar transaksional dalam proses pencalegan di PKB.
"Jadi sekali lagi saya tegaskan, di PKB tidak adanya mahar-mahar seperti rumor yang beredar," tegasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menjelaskan penentuan nomor urut bacaleg dari PKB Bandar Lampung dilakukan berbasis kinerja kader maupun bacaleg sendiri.
"Penentuan nomor itu dari kinerja kader itu sendiri dan loyalitas kader. Tentu ada pula penilaian terhadap loyalitas kepada partai, antara lain tidak merusak citra partai," tandasnya.
Sebelumnya, seorang Bacaleg PKB mengaku dimintai mahar senilai Rp 70 juta untuk penentuan nomor urut. Kader tersebut Nely Farlinza, yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPC PKB. Ia maju sebagai bacaleg DPRD Bandar Lampung.
Nely mengatakan, ia dimintai mahar oleh ketua Lembaga Pemenangan Pemilu Dewan Perwakilan Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (LPW DPW PKB) Jauharoh Haddad untuk dikirimkan ke Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKB Bandar Lampung, Robiatul Adawiyah.
Nely menjelaskan, uang Rp 70 juta diminta untuk mengganti uang jaminan penentuan nomor urut yang bakal disetorkan bacaleg lain yang semula menempati nomor urut 2. Padahal, kata Nely, mulanya ia sendiri sudah dijanjikan pengurus bakal menempati nomor urut 2.
"Awalnya saya dengar selentingan bahwa saya ditaruh di nomor urut 2, karena nomor urut 1 tidak bisa diganggu gugat titipan adiknya incumbet DPRD Kota Bandar Lampung. Ya sudah, saya terima dan tampung-tampung dulu kabar itu," kata dia kepada detikSumbagsel, Rabu (25/5/2023).
Nely pun menceritakan kronologi pengurus meminta uang mahar tersebut ke dirinya.
"Siangnya, kak Jauharoh nelpon saya, dibilang, 'dek kalau mau di nomor urut 2 bisa, yang awalnya mau diisi Darmawita tapi mulangin uang Darmawita 70 juta dek,' kata dia. Saya tanya 'uang apa itu kak?' Uang jaminan saksi katanya. Uang Rp 70 juta tersebut harus disetorkan saat itu karena berkas bacaleg akan diunggah ke Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU, sedangkan bacaleg Darmawita tidak mau mencabut berkasnya di nomor urut 2 bila uang itu belum dikembalikan," jelas Nely.
Heran atas permintaan tersebut, Nely lalu menghubungi Rabiatul Adawiyah sekaligus mengirimkan tangkap layar percakapan pesan singkat dirinya dan Jauharoh. Namun tak ada jawaban. Malah Nely mengaku diblokir.
"Saya telpon ketua hampir satu jam, saya telpon gak angkat-angkat. Terus saya screenshot chating saya sama kak Jauharah itu ke ketua, gak lama saya diblokir," terangnya.
Akibat persoalan itu, Nely mengaku hubungannya dengan Rabiatul Adawiyah menjadi renggang. Ia juga ditetapkan nomor urut 3.
"Iya jadi renggang, terus nomor urut saya jadi nomor 3," pungkasnya.
(nkm/nkm)