4 Kawasan Kota Tua di Makassar, Ada Benteng hingga Museum

4 Kawasan Kota Tua di Makassar, Ada Benteng hingga Museum

Evelyn Djuranovik - detikSulsel
Kamis, 30 Nov 2023 21:00 WIB
Foto Drone Fort Rotterdam
Foto: (Didik Dwi/detikTravel)
Makassar -

Kota Makassar merupakan salah satu kota di Indonesia dengan sejarah yang panjang. Tak heran, terdapat sejumlah bangunan dan situs-situs bersejarah yang menjadi kawasan kota tua.

Melansir dari Jurnal Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI) yang berjudul "Pemanfaatan Bangunan Kota Tua Makassar Sebagai Sumber Belajar Sejarah pada Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar", kawasan kota tua di Makassar merupakan situs-situs peninggalan sejarah dari zaman kerajaan Gowa-Tallo hingga masa kolonial Belanda. Bangunan tersebut masih berdiri kokoh dan dapat dilihat hingga sekarang.

Situs-situs sejarah di kawasan ini juga menjadi saksi pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan masyarakat Makassar. Sehingga kawasan ini juga menjadi pusat kebudayaan masyarakat setempat.

Bangunan-bangunan ini juga telah secara resmi dinobatkan oleh Pemerintah Kota Makassar sebagai situs sejarah. Lantas, apa saja bangunan dan situs sejarah yang termasuk dalam kawasan kota tua di Makassar?

Berikut daftar selengkapnya!

1. Benteng Fort Rotterdam Makassar

ILUSTRASI/ Benteng Rotterdam Makassar SulselILUSTRASI/ Benteng Rotterdam Makassar Sulsel Foto: Noval Dhwinuari Antony-detikcom

Bangunan sejarah yang termasuk ke dalam kawasan kota tua Makassar yang pertama adalah Benteng Fort Rotterdam. Benteng ini yang juga kerap dijuluki sebagai Benteng Ujung Pandang ini berlokasi di Jalan Ujung Pandang, Bulo Gading, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar.

Benteng Fort Rotterdam menjadi satu-satunya benteng yang dibangun di Makassar pada abad 17-18 Masehi. Benteng ini menjadi simbol hegemoni VOC di wilayah Sulawesi Selatan.(2)

Pada zamannya, Benteng Rotterdam difungsikan sebagai markas komando pertahanan, kantor perdagangan, kediaman pejabat tinggi, dan pusat pemerintahan di wilayah timur Nusantara. Setelah mengalami beberapa kali beralih fungsi, Benteng Fort Rotterdam telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya sejak 2010.

Arsitektur benteng yang bergaya Eropa ini juga menandakan terjaganya budaya peninggalan masyarakat sejak jaman dahulu. Bentuk benteng yang menyerupai penyu yang menghadap ke laut juga menjadi daya tarik utama dari benteng ini.

Peninggalan di benteng ini yang masih dapat kita lihat hingga sekarang berupa adanya 16 bangunan yang masih berdiri memenuhi area benteng. Seluruh bangunan menggunakan atap berbentuk pelana dan pintu serta jendela masih menggunakan kayu.

Di antara bangunan tersebut terdapat 5 bastion, yakni bastion Bone, bastion Bacan, bastion Amboina, bastion Mandarsyah, dan bastion Buton.

Selain itu juga terdapat bangunan-bangunan yang difungsikan untuk berbagai hal. Seperti tempat pertahanan Pangeran Diponegoro, Museum La Galigi, miniatur Kapal Pinisi, gudang senjata, galeri hingga parit.

Meskipun sudah direnovasi, namun unsur budaya dan sejarah dari bangunan ini masih dapat dirasakan.(3)

Lokasi: Jalan Ujung Pandang, Bulo Gading, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar.
Jam operasional: Setiap hari 09.00 Wita - 18.00 Wita
Tiket masuk: Benteng (gratis) Museum La Galigo (Rp 5.000)

2. Monumen Korban 40.000 Jiwa

Monumen dan Jalan 40.000 JiwaMonumen dan Jalan 40.000 Jiwa (Foto: Aditya Fajar Indrawan/detikcom)

Jika bangunan bersejarah lain telah ada sebelum Indonesia merdeka, Monumen korban 40.000 jiwa dibangun setelahnya. Kendati demikian, monumen ini tetap mengingatkan kita pada sejarah perjuangan rakyat Indonesia dalam melawan Belanda bahkan setelah kemerdekaan.

Tertulis dalam prasasti peresmian monumen, pembangunan monumen korban 40.000 jiwa ini berada di lokasi pembunuhan massal rakyat pejuang Sulawesi Selatan pada 11 Desember 1946 oleh pasukan Westerling. Hadirnya monumen ini sebagai upaya untuk mengenang, memperingati, hingga melestarikan semangat patriotisme dalam sejarah perjuangan bangsa.

Monumen ini berbentuk peti mati (keranda) yang dipikul 6 patung pria berpakaian tentara. Di tengah monumen terdapat tiang Bendera Merah Putih yang mengisyaratkan bentuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan NKRI.

Dinding kanan luar (selatan) keranda dipenuhi dengan relief yang menceritakan peristiwa yang terjadi pada saat itu. Relief tersebut terdiri dari ayam jantan yang berdiri kokoh sebagai simbol kepahlawanan. Di belakangnya terdapat relief laut bergelora dan perahu phinisi.

Sebelah kiri relief ayam jantan terlihat mencekam dengan adanya sembilan mayat terkapar. Satu di antaranya memegang senapan diketahui merupakan laskar pejuang/anggota TRIPS. Di belakang mayat nampak 11 orang sedang duduk yakni pria tentara, wanita laskar pejuang, anak-anak yang ditinggal, serta anak remaja (gembala).

Ada pula 19 relief ibu yang sedang berdiri sambil menggendong anak. Latar belakang monumen dipenuhi dengan langit serta tanah berbukit "Butta Tianang" yang menggambarkan tempat dimakamkannya sebagian Kusuma Bangsa.

Relief 5 awan kelabu, matahari, 5 ekor burung merpati memenuhi latar belakang angkasa monumen. Relief lain seperti ilustrasi 8 rumah adat, 4 pohon kepala, 2 pohon areng, dan 1 pohon kayu mati juga terdapat di monumen ini.

Di samping keranda terdapat seorang veteran cacat setinggi 7,5 meter dengan memakai tongkat berdiri di atas prasasti peresmian monumen. Di area tersebut juga terdapat panggung upacara serta kolam.

Selain sejarah dari monumen ini, ruas jalan di sampingnya juga mengingatkan kita pada penyebar agama Islam di Indonesia Timur yakni Jalan Datuk Ri Bandang.(4)

Lokasi: Jalan Korban 40000 Jiwa, Wala-Walaya, La'latang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
Jam operasional: 06.00 - 17.30 Wita
Tiket masuk: Gratis

3. Gedung Kesenian Sulsel Societeit de Harmonie

Gedung Kesenian MakassarFoto: Gedung Kesenian Sulsel (topik/detikcom)

Gedung Kesenian menjadi saksi bisu riwayat awal Kota Daeng mulai menuju modernisasi sejak awal abad ke-20. Hal ini dipicu oleh terus digunakannya Societeit de Harmonie sepanjang masa penjajahan Belanda, Jepang, hingga setelah kemerdekaan.

Dibangun pada 1896, awalnya gedung kesenian ini merupakan tempat perkumpulan eksklusif orang Belanda. Bangunan ini penuh akan pesta, musik jazz dan bersenang-senang dari dekade 1910 hingga 1930-an.

Alat musik trombon, saksofon, piano, bass, biola serta ukulele menjadi barang wajib dimainkan ketika akhir pekan. Bahkan W.R. Supratman, pencipta lagu Indonesia Raya turut menimba ilmu di sini.

Memasuki masa pemerintahan Jepang, gedung ini masih ramai digunakan sebagai markas kesenian oleh kelompok teater lokal. Bahkan sandiwara propaganda 3A menjadi pusat pertunjukan gedung ini.

Ketika Indonesia telah merdeka, gedung ini menjadi tempat berkumpulnya orang-orang Eropa, Tionghoa, dan bangsawan lokal yang membuat kelompok teater kurang leluasa untuk tampil. Gedung ini kembali pulih ketika Gubernur Sulsel Andi Pangerang Petta Rani menjabat.

Setelah lebih dari 125 tahun berdiri menghiasi kehidupan seniman dan penikmatnya, bangunan berbentuk "L" bergaya neoklasik Eropa ini masih berdiri tegak dengan 4 pilarnya. Gedung Kesenian telah ditetapkan sebagai cagar budaya pada 22 Juni 2010. (5)

Lokasi: Jalan Riburane Nomor 15, Pattunuang, Kecamatan Wajo, Kota Makassar
Jam operasional: 24 jam
Tiket masuk: (Tergantung acara)

4. Museum Kota Makassar

Museum Kota MakassarMuseum Kota Makassar (Foto: Dok. Dispar Makassar)

Museum Kota Makassar pertama kali dibangun pada 1906. Momentum ini bersamaan dengan peningkatan status Makassar sebagai Gemeente (Kota Besar). Akhirnya, pada 1918, gedung ini selesai dibangun dan diresmikan oleh Walikota I Gemeente Makassar, J.E. Danbrink.

Saat itu, Museum Kota Makassar difungsikan sebagai Kantor Walikota dan merupakan bangunan kantor pertama di luar Benteng Rotterdam. Hingga akhirnya di tahun 1993, Kantor Walikota dipindahkan dan jadilah Museum Kota Makassar yang kita lihat sekarang.

Museum ini memiliki 2 bagian, yakni gedung utama dan gedung pendukung. Tata letaknya menggunakan konsep 'Garden City', yaitu bangunan yang dikelilingi halaman.

Beberapa koleksi yang menjadi identitas Kota Makassar, sejarah, dan budaya masyarakat tersimpan dalam bangunan ini. Di antaranya koleksi bola meriam, foto reproduksi dan naskah, foto peristiwa dan bangunan sejarah, koleksi patung dan relief potret, koleksi patompo memorial, koleksi maula art galeri, dan pastinya foto-foto mantan Walikota Makassar.(6)

Lokasi: Jalan Balaikota Nomor 11, Baru, Kecamatan Ujung Pandang
Jam operasional: Selasa - Minggu 08.00 - 16.00 Wita
Tiket masuk: Gratis

Itulah informasi mengenai kawasan kota tua Makassar, mulai dari sejarah hingga lokasinya. Semoga bermanfaat dan selamat berkunjung detikers!

Sumber:

  1. Jurnal Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar "Pemanfaatan Bangunan Kota Tua Makassar Sebagai Sumber Belajar Sejarah Pada Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar"
  2. Jurnal Universitas Indonesia "Perubahan Peran dan Fungsi Benteng dalam Tata Ruang Kota"
  3. Dokumen Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan berjudul "Nilai Penting Benteng Ujung pandang (Fort Rotterdam) Kota Makassar, Sulawesi Selatan"
  4. Buku Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional 1987 "Monumen Perjuangan di Sulawesi Selatan"
  5. Laman resmi Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan "Gedung Kesenian"
  6. Buku Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar "Bangunan Bersejarah di Kota Makassar"
  7. Jurnal Universitas Hasanuddin "Konsep Transportasi Wisata Pusat Kota Tua Makassar dan Sekitarnya"
  8. Laman resmi Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Kulon Progo"



(edr/urw)

Hide Ads