Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pasangan calon nomor urut 1 Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto-Azhar Arsyad untuk hasil Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan (Pilgub Sulsel). MK menyatakan Danny-Azhar tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua MK Suhartoyo saat sidang putusan dismissal perselisihan perkara Pilkada 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2025).
Hakim MK menolak seluruh dalil dalam permohonan Danny-Azhar. Salah satu di antaranya, dalil soal anomali jumlah suara tidak sah di Kota Makassar dalam Pilgub Sulsel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut mahkamah, anomali jumlah suara tidak sah tidak serta merta menunjukkan adanya pelanggaran pemilu atau kesalahan prosedur pemilu. Untuk dapat dikaitkan dengan pelanggaran pidana ataupun pelanggaran prosedural, fenomena jumlah suara tidak sah untuk dua pilihan berbeda namun berada di wilayah yang sama harus terlebih dahulu dibuktikan dan dijelaskan penyebabnya," ujar Hakim MK Ridwan Mansyur saat membacakan pertimbangan hakim dalam putusan tersebut.
Hakim MK berpendapat bahwa selama tidak sahnya surat suara tidak disebabkan pelanggaran hukum maka anomali jumlah suara tidak sah tidak dapat dikategorikan pelanggaran hukum baik pidana maupun administratif. Sementara pada fakta hukum dalam persidangan, lanjutnya, bahwa pemohon tidak menguraikan atau membuktikan lebih lanjut dalilnya.
"Maka menurut mahkamah dalil demikian tidak beralasan menurut hukum," jelasnya.
MK turut menanggapi dalil DIA soal adanya ASN yang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dimobilisasi dalam rangka pemenangan pasangan calon nomor urut 2 Andi Sudirman-Fatmawati Rusdi. Danny-Azhar mendalilkan Pj Gubernur Sulsel menyatakan dukungan pada paslon nomor urut 2 pada tanggal 25 November 2024 dan ASN Dinkes Sulsel memberikan salam dua jari pada 13 Oktober 2024.
"Pemohon melaporkan ke Bawaslu yang menguntungkan paslon nomor urut 2. Rekaman video Pj Gubernur Sulsel yang dimaksudkan pemohon durasinya terlalu singkat dan tidak dapat menunjukkan konteks pernyataan tersebut. Oleh karena itu mahkamah tidak dapat meyakini adanya dukungan Pj gubernur kepada pasangan nomor urut 2," jelasnya.
Adapun bukti video ASN Dinkes pada kegiatan olahraga, jika benar merupakan pernyataan dukungan kepada salah satu pasangan calon, maka hal demikian merupakan pelanggaran etik atau disiplin ASN, bahkan bisa saja merupakan pelanggaran pemilu. Namun pemohon tetap harus membuktikan lebih lanjut korelasinya terhadap perolehan suara yang menjadi fokus utama permohonan ini.
Hakim MK juga menolak dalil Danny-Azhar soal tanda tangan pemilih yang tidak diisi hingga diduga dipalsukan. MK berpandangan hal itu tidak dapat diklaim sebagai indikasi adanya pemilih siluman atau kecurangan dalam pencoblosan.
"Kecuali terdapat bukti nyata bahwa pemilih yang hadir dan mencoblos namun tidak menandatangani daftar hadir adalah orang yang berbeda dengan orang yang tercantum dalam daftar pemilih. Hal demikian tidak dibuktikan lebih lanjut oleh pemohon," ucap hakim MK.
(sar/hmw)