Gugatan Indira Jusuf-Ilham Fauzi soal Hasil Pilkada Makassar di MK Kandas

PILKADA Sulawesi Selatan

Kenali Kandidat

Gugatan Indira Jusuf-Ilham Fauzi soal Hasil Pilkada Makassar di MK Kandas

Sahrul Alim - detikSulsel
Selasa, 04 Feb 2025 21:10 WIB
Indira Jusuf Ismail dan Ilham Ari Fauzi Amir Uskara (INIMI) usai melakoni debat kedua Pilwalkot Makassar di Hotel Four Points by Sheraton, Makassar, Rabu (13/11/2024)
Foto: Indira Jusuf Ismail dan Ilham Ari Fauzi Amir Uskara (INIMI). (Nur Hidayat Said/detikSulsel)
Makassar -

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan yang diajukan oleh pasangan nomor urut 3 Indira Jusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi Amir Uskara untuk Pilwalkot Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). MK menyatakan tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran terhadap dalil dalam pokok permohonan Indira-Ilham.

Hal itu disampaikan Hakim MK Enny Nurbaningsih saat membacakan putusan dismissal perselisihan hasil Pilkada 2024, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2025). Enny mulanya menguraikan sejumlah poin utama yang menjadi dasar penolakan gugatan Indira-Ilham.

"Bahwa berkenaan dengan dalil pemohon, termohon (KPU) dan jajarannya menghambat pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dengan cara membuat pemilih harus memilih di TPS yang jauh dari kediamannya dan menempatkan pemilih yang berada dalam satu kediaman pada TPS yang berbeda, serta menahan dan tidak mendistribusikan sebagian undangan pemilih (formulir C6)," ujar Enny.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hakim MK melanjutkan, pendistribusian form C pemberitahuan merupakan hal yang teknis. Sementara berdasarkan fakta dan persidangan presentasi pendistribusian form C di Kota Makassar adalah 81% atau sebanyak 844.597.

"Dalam kaitannya dengan dalil dalam permohonan tidak menguraikan dan untuk membuktikan lebih lanjut bahwa semua pemilihan tidak mempunyai form pemberitahuan memang tidak hadir di TPS dan alasan tidak mengetahui adanya pemungutan suara atau mengetahui adanya pengetahuan atau mengetahui atau tidak mengetahui haknya sebagai pemilih," katanya.

ADVERTISEMENT

"Berkaitan dengan dalil pemohon tersebut juga tidak terdapat laporan dan atau temuan pelanggaran pemilihan dan permohonan sengketa pemilihan ke Bawaslu Kota Makassar dan seterusnya dianggap diucapkan," sambungnya.

Sedangkan terkait dalil adanya pola tanda tangan yang diduga fiktif pada daftar hadir pemilih tetap (DHPT), lanjut Enny, MK menilai tidak ada ketentuan khusus yang mengatur bahwa pemilih harus memberikan tanda tangan yang sama atau identik dengan antara KTP dan DHPT.

"Fakta yang ada adalah bahwa pemilih dapat memberikan tanda tangan, paraf atau pun coretan lain di DHPT," jelasnya.

Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, lanjutnya, telah terjadi penumpukan jumlah pemilih pada pukul 10.00 Wita. Hal itu menyebabkan tidak semua pemilihan yang hadir pada TPS berkesempatan untuk menandatangani DHPT dan ada pemilih yang hanya memberikan paraf.

"Bahwa jika benar terdapat hanya berisi paraf dan tidak identik dengan tanda tangan DHPT dengan demikian tidak dapat diklaim sebagai indikasi adanya pemalsuan tanda tangan dan atau kecurangan dalam proses pemilihan," katanya.

"Kecuali terdapat bukti yang nyata bahwa pemilih hadir dan mencoba namun tidak menandatangani daftar hadir adalah orang yang berbeda dengan orang yang tercantum dalam di dalam daftar hadir. Hal demikian tidak diuraikan dan dibuktikan lebih lanjut oleh pemohon," jelasnya.

Dari seluruh uraian pertimbangan hukum itu, MK tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran terhadap dalil dan pokok permohonan Indira-Ilham. Oleh karena itu terhadap permohonan tersebut dinilai tidak terdapat alasan untuk menunda keberlakuan pasal 158 Undang-Undang 10 tahun 2016.

"Terlebih terhadap permohonan a quo mahkamah tidak menemukan adanya kondisi atau kejadian khusus," ujarnya.

Sementara itu, kata Enny, perbedaan perolehan suara antara pihak terkait yakni Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika llham (Appi-Aliyah) dengan pemohon adalah 40,7%. Sehingga, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.

"Dengan demikian eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait bahwa tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan berhukum," kata Enny.

Selanjutnya, Ketua MK Suhartoyo melanjutkan pembacaan amar putusan. MK menyatakan mengabulkan eksepsi KPU dan eksepsi Appi-Aliyah.

"Menolak eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait untuk selain dan selebihnya. Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Suhartoyo diiringi ketukan palu sidang.




(sar/sar)

Agenda Pilkada 2024

Peraturan KPU 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
2024
22 September 2024
Penetapan Pasangan Calon
25 September 2024- 23 November 2024
Pelaksanaan Kampanye
27 November 2024
Pelaksanaan Pemungutan Suara
27 November 2024 - 16 Desember 2024
Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara

Berita Terpopuler

Hide Ads