Beda Dakwaan Suami Fenny Frans-Agus Salim di Kasus Skincare Merkuri Makassar

Beda Dakwaan Suami Fenny Frans-Agus Salim di Kasus Skincare Merkuri Makassar

Tim detikSulsel - detikSulsel
Minggu, 02 Mar 2025 07:30 WIB
Pengadilan Negeri Makassar. Andi Audia Faiza Nazli Irfan/detikSulsel
Foto: Pengadilan Negeri Makassar. Andi Audia Faiza Nazli Irfan/detikSulsel
Makassar -

Owner Raja Glow, Agus Salim dan Suami Fenny Frans, Mustadir Dg Sila telah menjalani sidang dakwaan terkait kasus skincare berbahan merkuri di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan dakwaan berbeda ke Agus Salim dan Mustadir.

Sidang dakwaan Agus Salim digelar di Ruang Dr Harifin A Tumpa, PN Makassar pada Selasa (25/2/2025). Agus didakwa mengedarkan obat herbal yang mengandung zat kimia terlarang dan tidak memiliki ijin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Jaksa dalam dakwaannya mengatakan kasus ini terungkap setelah pihak kepolisian melakukan uji laboratorium terhadap produk Raja Glow My Body Slim milik Agus Salim. Berdasarkan hasil uji laboratorium, ditemukan bahan zat kimia yakni Bisakodil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu terungkap bahwa produk tersebut diperoleh dari kerja sama dengan perusahaan PT Phytomed Neo Farma yang bergerak di bidang pabrik obat tradisional (jamu) di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Agus menghubungi admin PT Phytomed Neo Farma, Elita untuk menanyakan soal produk herbal pada 24 Desember 2021.

"Kemudian pada 10 Januari 2022 Terdakwa mendatangi PT Phytomed Neo Farma untuk melakukan diskusi pembuatan produk herbal, selanjutnya pada 3 Februari 2022 PT Phytomed Neo Farma mengirimkan sampel obat pelangsing kepada Terdakwa dengan komposisi obat mengandung Kunyit dan Jati Belanda, yang kemudian sampel obat pelangsing tersebut diberi kode nama 'A'," demikian dakwaan JPU yang dikutip detikSulsel dari situs resmi PN Makassar, Rabu (26/2).

ADVERTISEMENT

Agus kemudian meminta pihak perusahaan untuk menambahkan dosis Jati Belanda dalam produk tersebut pada 8 Februari 2022. PT Phytomed Neo Farma pun menurutinya dan kembali mengirimkan produk dengan diberi kode 'B' kepada Agus.

"Terdakwa pun menyetujui untuk memproduksi obat pelangsing dengan kode 'B' tersebut," ujar JPU.

PT Phytomed Neo Farma pun mengirimkan obat pelangsing dengan kode 'B' tersebut ke PT Saraswati Indo Genetieck (SIG) untuk dilakukan uji laboratorium. Setelah hasil uji laboratorium keluar, PT Phytomed Neo Farma kemudian mendaftarkan kode produksi dengan merek produk My Body Slim ke BPOM Semarang pada 16 Juli 2022.

"Pada 6 Januari 2023 izin tersebut disetujui dengan Kode Produksi Nomor 230316403K dan Kode Ijin Edar Produksi Notifikasi Nomor TR 223069031 atas nama merek My Body Slim," katanya.

Selanjutnya, Agus memproduksi produk My Body Slim tersebut sebanyak 5.000 botol. Namun, sebelumnya Agus meminta ke pihak PT Phytomed Neo Farma agar menambahkan nama produk RG Raja Glow pada produk My Body Slim.

"PT Phytomed Neo Farma menolak permintaan Terdakwa tersebut karena tidak sesuai dengan produk yang telah disetujui ijin edar sebelumnya oleh BPOM Semarang dan menyatakan hal tersebut bukan tanggung jawab pihak PT Phytomed Neo Farma selaku pabrik yang memproduksi produk My Body Slim dikarenakan dalam kontrak produk yang disepakati hanya merek My Body Slim yang telah memiliki izin edar dari BPOM," terangnya.

"Namun oleh Terdakwa menyatakan akan bertanggung jawab atas penambahan nama RG Raja Glow My Body Slim," lanjutnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Agus bersikeras mengubah nama produk karena menurutnya nama RG Raja Glow sudah dikenal luas oleh masyarakat sebagai merek miliknya. Agus berdalih jika tidak dicantumkan nama RG Raja Glow pada produk tersebut, pelanggan tidak akan mengenali produknya.

"Sehingga pihak PT Phytomed Neo Farma melakukan produksi obat pelangsing dengan merek dan brand "RG Raja Glow My Body Slim" dengan kode produksi dan kode izin edar yang sama yang tertera dalam kemasan merek My Body Slim yaitu Kode Produksi Nomor 230316403K dan Kode Izin Edar Produksi Notifikasi Nomor TR 223069031," tuturnya.

Adapun jumlah produk obat herbal tersebut sebanyak 5.007 botol, dengan rincian 7 botol disimpan di pabrik sebagai sampel. Sementara 5000 botol lainnya dikirimkan kepada Agus. Produk itu pun dijual dan diedarkan melalui media sosial milik Agus, dan dijual langsung di Apotek Ratu Bilqis miliknya.

"Sehingga produk RG Raja Glow My Body Slim tersebut berhasil laku terjual sebanyak 4.534 picis/botol dan yang masih tersisa sekitar 466 picis/botol," ujarnya.

Perbuatan Agus yang meminta agar menambahkan produk RG Raja Glow tidak sesuai dengan nama produk yang telah disetujui ijin edar oleh BPOM dinilai bertentangan dengan Peraturan BPOM Nomor 25 Tahun 2023 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Bahan Alam pada Pasal 9 dan Pasal 11 ayat 1. Sehingga pihak BPOM Makassar pun mengecek barcode yang tertera dalam kemasan produk RG Raja Glow MY Body Slim melalui aplikasi cek BPOM.

"Sehingga oleh Ahli Abdul Rahman S Si Apt MM dari BPOM Makassar menerangkan bila produk RG Raja Glow My Body Slim termasuk produk obat tradisional tanpa izin edar," lanjut dakwaan JPU.

Atas perbuatannya, Agus didakwa melanggar Pasal 435 Undang-Undang Republik Indonesia (RI) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Adapun ancaman hukuman pidananya adalah penjara hingga 12 tahun dan/atau denda hingga Rp 5 miliar.

Mustadir Didakwa Edarkan Sampel Skincare Merkuri

Sementara itu, suami Fenny Frans, Mustadir Dg Sila menjalani sidang dakwan di Ruang Mudjono, PN Makassar pada Rabu (26/2). Mustadir didakwa mengedarkan sampel skincare mengandung merkuri di Makassar.

Jaksa dalam dakwaannya menyebut Mustadir awalnya berkomunikasi dengan Misbun selaku Direktur PT Royal Farindo Kosmetika untuk membuat sejumlah produk kosmetik, di antaranya FF Day Cream Glowing dan FF Night Cream Glowing.

"Saksi Misbun Go menyanggupi permintaan Terdakwa tersebut, lalu membuat sampel produk kosmetik dengan nama FF Day Cream Glowing dan FF Night Cream Glowing, tanpa adanya kontrak antara Terdakwa dengan Saksi Misbun Go," demikian dakwaan JPU yang dikutip detikSulsel dari laman resmi PN Makassar, Jumat (27/2).

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Mustadir kemudian menerima sampel kedua produk tersebut yang dilengkapi dengan surat jalan yang berisikan nomor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Kamis (19/9/2024). Namun, Mustadir menerima sampel produk itu dengan kondisi dikemas polos tanpa merek atau penandaan apapun.

Setelah menerima sampel produk sebanyak masing-masing 150 pcs, Mustadir menambahkan nama perusahaannya pada merek produk kosmetik tersebut. Yakni menjadi FF Fenny Frans Day Cream Glowing dan FF Fenny Frans Night Cream Glowing.

"Namun setelah produk kosmetik ada pada Terdakwa, Terdakwa tidak memastikan terlebih dahulu kebenarannya pada pihak BPOM Makassar sebelum melakukan pelabelan dan peredaran kosmetik kedua sampel produk kosmetik benar-benar terbebas dari bahan yang berbahaya seperti adanya kandungan merkuri yang tidak diizinkan digunakan dalam pembuatan kosmetik," ujarnya.

Jaksa menilai, Mustadir sebagai pelaku usaha kosmetik diwajibkan untuk menjamin kosmetik yang akan diedarkan telah memenuhi standar Peraturan BPOM Nomor 30 Tahun 2020. Namun, Mustadir tidak memenuhi persyaratan standar yaitu tidak mencantumkan penandaan 2 D barcode pada kemasan kedua sampel tersebut.

"Apalagi produk kosmetik yang diterima oleh Terdakwa dari PT Royal Farindo Kosmetika hanyalah berupa sampel yang semestinya tidak diubah kemasannya oleh Terdakwa. Sehingga dengan demikian, produk kosmetik yang telah dikemas ulang oleh Terdakwa tersebut adalah merupakan produk kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar untuk diedarkan," jelasnya.

Walaupun mengetahui produknya tidak memenuhi persyaratan standar, Mustadir tetap membagikan produknya kepada empat karyawannya masing-masing sebanyak 35 paket. Mustadir juga menyuruh karyawannya itu untuk memberikan kedua produk tersebut kepada orang yang mereka kenal.

Istrinya, Fenny Frans juga turut berpartisipasi dengan mempromosikan kedua sampel produk tersebut. Adapun jumlah produk yang telah diedarkan yaitu sebanyak 140 pcs.

"Terdakwa juga ternyata telah mengedarkan kedua produk kosmetik tersebut untuk memenuhi pesanan dari Saksi Fitra Amir sebanyak 600 pcs, yang dipesan oleh saksi Fitrah Amir melalui admin CV. Fenny Frans dan pembayarannya telah ditransfer sebesar Rp 64.200.000 pada tanggal 15 September 2024," terangnya.

"Kemudian dari pesanannya sebanyak 600 pcs, senyatanya baru diambil oleh Saksi Fitrah Amir di lokasi gudang milik Terdakwa adalah sebanyak 200 pcs, kemudian 100 pcs di antaranya dijual oleh Saksi Fitrah Amir kepada Saksi Hardianti Jamaluddin Bin Jamaluddin," lanjutnya.

Sementara itu pada 27 Oktober 2024 dilakukan uji laboratorium pada produk FF Fenny Frans Day Cream Glowing dan FF Fenny Frans Night Cream Glowing tersebut. Berdasarkan uji laboratorium itu ditemukan bahan berbahaya pada kosmetik yakni merkuri.

"Kosmetik yang diproduksi dengan maksud diedarkan oleh Terdakwa tersebut mengandung merkuri/Raksa/Hg yang tidak diizinkan digunakan dalam pembuatan kosmetik," lanjut dakwaan JPU.

Atas perbuatannya, JPU menilai dalam dakwaan Primair Mustadir melanggar Pasal 435 Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Selain itu, Mustadir juga didakwa melanggar Pasal 62 ayat 1 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang tercantum pada dakwaan Subsidair JPU.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Donatur Minta Dana Donasi untuk Agus Salim Diaudit"
[Gambas:Video 20detik]
(hsr/hsr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads