Tempat pemungutan suara (TPS) 04 di Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar pemungutan suara ulang (PSU) hari ini. PSU itu disebut akibat 6 pramugari tak ber-KTP Makassar memaksa untuk ikut memilih pada 14 Februari lalu.
"Soal (6) pramugari yang menjadi penyebab salah satu TPS di Kecamatan Ujung Pandang itu memang salah satunya (penyebab PSU) ya. Khusus untuk TPS di Ujung Pandang salah satu penyebabnya adalah oknum pramugari yang memaksakan masuk ke dalam TPS," ujar anggota KPU Makassar Abdi Goncing dalam keterangannya, Sabtu (24/2/2024).
Abdi mengatakan secara umum 10 TPS di 5 kecamatan di Makassar yang menggelar PSU ini disebabkan oleh pemilih yang tidak terdaftar. Baik di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih tambahan (DPTb), maupun Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang hanya menggunakan KTP elektronik.
"Jadi penyebab utama di PSU ini adalah orang-orang yang tidak masuk dalam kategori DPK itu memaksakan diri. Dengan cara apa pun masuk ke dalam TPS untuk memilih. Bahkan ada di beberapa TPS seperti di Ujung Pandang yang mengelabui atau memberikan tekanan terhadap petugas KPPS kami di lapangan," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga bisa kemudian tetap diberikan kesempatan memilih. Dan itu terjadi tentu melanggar. Dalam aturan, DPK itu (alamat KTP) harus sesuai dengan alamat domisilinya. Ini yang menjadi problem," lanjut Abdi.
Dia menjelaskan memang benar setiap orang yang memiliki KTP punya hak suara dalam Pemilu kali ini. Hanya saja, kata dia, dengan catatan mereka terdaftar dalam DPT, DPTb, dan DPK dan mencoblos sesuai alamat domisili yang tertera di KTP.
"Memang benar bahwa setiap orang yang memiliki KTP elektronik itu memilik hak pilih. Tapi yang jadi catatan, DPK adalah KTP elektronik setempat dan tidak terdaftar DPT atau DPTb," tuturnya.
Abdi mengaku kasus ini akan menjadi catatan evaluasi tersendiri bagi KPU Makassar dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara Pemilu. Menurutnya, masyarakat masih kurang paham betul terkait regulasi ini.
"Sehingga sebagai catatan atau evaluasi kami dalam proses pemilu ini. Kita masih butuh memasifkan ruang-ruang sosialisasi. Karena yang ada di pikiran masyarakat ini, selama memiliki KTP elektronik bisa memilih di mana saja. Padahal sudah tidak berlaku lagi,"pungkasnya.
(hmw/ata)