Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) memberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap anggota Ditpolairud Polda Sultra, Bripka A, yang menembak 4 nelayan pengebom ikan di Konawe Selatan hingga 2 di antaranya tewas. Bripka A diberi sanksi PTDH lantaran melanggar Standard Operating Procedure (SOP) dalam melakukan tugas.
Kabid Propam Polda Sultra Kombes Moch Sholeh mengungkapkan ada beberapa pelanggaran yang dilakukan Bripka A dan rekannya, Bripka R dalam proses penggerebekan nelayan tersebut. Salah satu pelanggarannya yakni keduanya tidak menggunakan pakaian dinas kepolisian.
"Salah satu pelanggaran itu tidak menggunakan pakaian patroli, mereka itu wajib menggunakan pakaian dinas. Tidak menggunakan kapal resmi dan yang bersangkutan melihat bahwa di lokasi tersebut rawan," ungkap Sholeh kepada wartawan, Jumat (12/1/2024).
Dalam kasus itu, Sholeh mengatakan keduanya semestinya tidak memaksakan melakukan penggerebekan terhadap nelayan tersebut. Apalagi, kata dia, jumlah kekuatan personel dalam melakukan penggerebekan minimal 5 orang.
"Memaksakan diri berangkat dengan dua personel (di wilayah rawan). Padahal kekuatan marnit (markas unit) minimal itu 5 orang (untuk menangkap)," ujar dia.
Sholeh juga menyebut laporan mengenai adanya pengeboman ikan sebenarnya sudah diterima Ditpolairud. Namun keduanya tidak melaporkan rencana penggerebekan itu kepada Dirpolairud Polda Sultra Kombes Faisal Florentinus Napitupulu.
"Laporan ya masuk (laporan adanya aktivitas bom ikan). Tapi laporan sebelum pelaksanaan (ke pimpinan) belum ada. Ini bagian dia melanggar SOP," tegasnya.
Diketahui, dalam kasus ini, Propam Polda Sultra memberikan sanksi yang berbeda terhadap kedua oknum anggota Ditpolairud itu. Bripka A disanksi PTDH sementara Bripka R disanksi demosi.
Sholeh tidak menjelaskan secara rinci terkait sanksi demosi yang diterima Bripka R. Namun, Bripka R tidak mengajukan banding atas sanksi tersebut.
"Untuk Bripka R menerima putusan demosi," ujarnya.
Kronologi penembakan di halaman selanjutnya.