Minggu, 12 Maret 1995, warga digemparkan dengan kasus pembunuhan sadis Achmadi sekeluarga dan seorang pembantu di rumahnya, Jalan Karunrung, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sejak sore, warga memadati rumah Achmadi hingga polisi mengevakuasi 7 jenazah dari dalam rumah.
Sehari setelah pembunuhan sadis itu terjadi, Senin, 13 Maret 1995, Nur Salampessy, terpidana Tragedi Karunrung, mengaku baru mengetahui kabar bahwa Achmadi tewas dibantai di Karunrung. Ia sontak bergegas dari wilayah Minasa Upa menuju ke rumah Achmadi untuk memastikan kabar yang diterimanya. Setibanya di Karunrung, Nur mendapati rumah Achmadi telah dipasangi garis polisi. Mayat Achmadi sekeluarga telah dievakuasi.
Kedatangan Nur ke rumah Achmadi ternyata menjadi titik terang bagi polisi untuk mengungkap pelaku pembantaian. Di depan rumah Achmadi, Nur sempat menghampiri seorang pria dengan pakaian preman. Nur ceplos mengatakan dirinya hendak tinggal di rumah pamannya, Faisal Salampessy, tempat pembunuhan Achmadi sekeluarga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya salah bicara (saat di TKP), saya bilang 'bisa saya tinggal di rumah om saya, om (Faisal) Salampessy'. Karena itu (rumahnya) om (Faisal) Salampessy ditempati (Achmadi) meninggal sekeluarga," tutur Nur saat ditemui tim detikSulsel di sekitar Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa, 5 Desember 2023.
Ucapannya itu belakangan ia sadari membuat polisi curiga bahwa dirinya adalah pelakunya. Nur sempat diajak pria yang tak dikenalnya itu ke depan rumah Achmadi. Pria itu lalu memegang tangannya dan menempelkannya ke tembok.
"Dia (polisi) pegang tangan saya, dia lengketkan di dinding temboknya Achmadi," kenang Nur.
![]() |
Nur tak tinggal lama di lokasi kejadian. Usai melihat kondisi rumah Achmadi, Nur memutuskan untuk pulang. Belum jauh meninggalkan Karunrung, tepatnya di Talasalapang, Nur menyadari ada seseorang yang membuntutinya. Pria berpakaian serba putih dari atas motor lantas memanggil sehingga Nur menghampirinya. Pria itu memintanya untuk menemaninya mengambil surat.
Tanpa curiga, ia kemudian menuruti permintaan pria tersebut. Sepeda motor yang ia tumpangi melaju ke suatu wilayah di Topaz, Makassar. Nur mulai curiga dengan pria itu, sebab dirinya dibawa ke sebuah tempat minum minuman keras. Nur sempat ditawari minum namun menolak. Dia akhirnya memesan jus lemon.
Belum sempat menikmati jus lemon yang dipesannya, Nur langsung ditodong pernyataan jika dirinyalah yang telah melakukan pembunuhan di rumah Achmadi. Nur seketika kaget dan menegaskan dirinya tak pernah terlibat kasus pembunuhan. Namun pengakuan Nur saat itu tak dipedulikan polisi.
"Dia ancam saya di situ, 'kau yang membunuh toh?' Saya bilang di mana orang saya bunuh, Pak. Tidak ada orang saya bunuh. Saya bilang begitu sama itu polisi. Dia bilang, 'kau memang tong yang bunuh'. Saya bilang, jangan bilang begitu, Pak, tidak baik," ucap Nur menirukan perkataan polisi saat itu.
"Nur Salam Pessy tidak membunuh. Tidak ada orang (saya bunuh). Itu keluarga saya dibunuh dengan kemanakan saya semua. Dengan pembantu. Saya tidak mungkin membunuh mereka semua," lanjut Nur mengenang momen dirinya dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan Achmadi sekeluarga.
Di depan tempat mereka minum, sudah ada mobil Toyota Hartop yang terparkir. Nur kemudian dibawa menuju ke mobil itu. Di dalam mobil sudah ada 4 orang polisi yang menunggu. Pria tadi lantas meminta polisi di dalam mobil untuk membawa Nur ke kantor polisi.
Saat itu, Nur mengaku dibawa ke Polda Sulsel. Dia kemudian diinterogasi sekitar pukul 00.00 Wita. Nur mengaku terus didesak polisi untuk mengaku telah melakukan pembunuhan. Namun Nur tetap kekeh membantah tudingan yang dilontarkan polisi.
Karena tak kunjung mengaku, polisi memasukkan kepala Nur ke dalam sebuah kardus dan disiram menggunakan bensin. Nur melihat polisi menyulutkan api hingga kepalanya sempat terbakar. Meski disiksa, Nur masih berusaha meyakinkan polisi bahwa dirinya tak pernah melakukan pembunuhan.
"Dia kasih masuk kepala saya dalam dos. Dia siram bensin baru dibakar. Dia bilang, mati kau. Saya bilang tidak mati, Pak, biar kita bakar saya. Saya bilang begitu. Tidak ada orang saya bunuh, Pak. Saya bilang sama polisi tidak ada orang saya bunuh," ucap Nur.
Sejak itu, Nur konsisten menegaskan dirinya tidak pernah melakukan pembunuhan. Hingga akhirnya, ia disodorkan secarik kertas kosong oleh penyidik. Nur diminta tanda tangan tanpa mengetahui apa isi dari kertas yang diberikan.
"Mereka ketik sendiri BAP. Dia suruh tanda tangan (kertas kosong) di bawah. Saya bilang, 'bapak menipu saya'. Kutunjuki polisi. Karena bapak karang sendiri," kata Nur.
"Saya tidak baca apa-apa. Dia yang karang sendiri sampai penuh ke bawah. Dia tulis bilang Nur Salampessy mengaku begini, begini, dan begini," imbuhnya.
Setelah dipaksa menandatangani BAP yang dibuat oleh penyidik, Nur langsung ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Achmadi sekeluarga. Ia dituduh telah menjadi dalang dalam pembunuhan sadis tersebut. Polisi turut menetapkan 5 tersangka lainnya sebagai pelaku eksekutor yakni Syarifuddin alias Boa, Muh Rusli alias Ulli, Abdullah Hasan alias Bado, Haerul Muhsin alias Ical, dan Alius Arman alias Arman.
"(Saya) ditetapkan tersangka sama Dai Bachtiar, Kapolres toh. (Mungkin dia bilang) Harus ko kasih bukti Nur Salampessy. Kalau tidak, saya hancur di sini," tutur Nur Salampessy.
Tim detikSulsel sudah mencoba mengkonfirmasi pengakuan Nur soal BAP dan tanda tangan kertas kosong kepada salah seorang purnawirawan polisi yang menyelidiki kasus tragedi Karunrung 1995, Roby Andi Mannaungi. Roby awalnya bersedia berbincang dengan tim detikSulsel pada Selasa (5/12) di salah satu warkop di Makassar. Namun Roby di hari janjian wawancara Roby tidak merespons tim detikSulsel.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Nur Salampessy Divonis Penjara Seumur Hidup
Polisi yang telah menetapkan 6 tersangka, selanjutnya melakukan rekonstruksi untuk memperagakan momen pembunuhan terjadi. Namun saat proses rekonstruksi di TKP, Nur mengaku tidak dilibatkan sama sekali. Hanya ada 5 orang tersangka yang menjalani rekonstruksi.
"Mereka ji berlima direkonstruksi. Diperagakan. Caranya membunuh begini, begini. Saya tidak tahu. Saya cuma duduk di kursi di rumahnya Achmadi dengan pengacara," ucap Nur.
Tak lama setelah rekonstruksi digelar pada 23 Juni 1995 dan 16 Agustus 1995, berkas perkara Nur dan 5 tersangka lainnya dilimpahkan ke pengadilan. Selama di pengadilan, Nur menegaskan dirinya bukanlah pelaku pembunuhan Achmadi sekeluarga.
Dia juga membantah keyakinan hakim soal dirinya yang memiliki kepentingan dengan rumah Faisal yang ditinggali Achmadi. Nur lagi-lagi menegaskan dirinya dijebak.
"Nah itu dia (polisi) jebak saya, dia bilang saya mau (memiliki) itu rumah. Masa saya mau berhak (kuasai) itu rumah, untuk apa," ucap Nur.
Proses persidangan berlangsung panjang hingga majelis hakim memvonis Nur dengan hukuman penjara seumur hidup berdasarkan Salinan Putusan Pengadilan Negeri Ujung Pandang Nomor: 514/PTS.PID.B./1995/PN.UJ.PDG pada 20 Maret 1996. Hukuman penjara seumur hidup juga diberikan kepada lima terdakwa lainnya. Mereka didakwa melakukan pembunuhan berencana.
"Dipisah semua kita. Saya di blok A. Mereka di blok B, di blok C. Di lembaga, di Lapas. Sama semua (vonisnya). Seumur hidup semua," ujar Nur.
Setelah menjalani lima tahun masa tahanan, vonis seumur hidup terhadap Nur dan pelaku lainnya berubah. Kala itu Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gusdur menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 114 Tahun 2000, tertanggal 4 Agustus 2000 yang mengatur perubahan masa pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara bagi narapidana yang telah menjalani pidana sekurang-kurangnya lima tahun berturut-turut dan berkelakuan baik.
"Karena pas penggantian presiden, saya diturunkan hukuman saya 20 tahun. Baru mendapat remisi. Remisi, remisi, remisi, bebas. 13 tahun saya jalani. Bebas 2008 bulan 4. Masuk tahun 1995 bulan 3," kenangnya.
Kini Nur bekerja sebagai tukang parkir di sekitar wilayah Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Nur sudah menikah dan dikaruniai 8 orang anak. Sementara istrinya bekerja sebagai tukang cuci pakaian.
"Anak saya ada 8. Mamanya juga kerja pergi cuci-cuci pakaian supaya orang kasih pembeli beras. Tujuh orang anak saya kerja batu merah. Yang satu meninggal, dengan ibunya (istri pertama) meninggal," tuturnya.
Sebagai juru parkir, Nur biasanya mendapat penghasilan Rp 80 ribu sehari. Uang hasil bekerjanya bersama istri itu dipakai untuk membayar kontrakan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Pengakuan Pelaku Lain Soal Nur Tak Terlibat
Salah satu pelaku eksekutor pembunuhan Achmadi sekeluarga yang enggan disebutkan namanya turut mengaku mengetahui fakta sebenarnya dalam Tragedi Karunrung. Sumber itu menyebut dalang di balik pembunuhan bukan Nur, melainkan pamannya Faisal Salampessy. Sementara, eksekutor yang diminta untuk membunuh Achmadi sekeluarga ialah Ulli.
Saat itu, Ulli disebut mendapatkan 'pesanan' dari Faisal. Ulli dijanjikan uang Rp 10 juta jika berhasil membunuh Achmadi. Atas tawaran itu, Ulli mengajak 4 rekannya untuk membantu melakukan pembunuhan tersebut.
Sumber itu juga mengaku merencanakan pembunuhan selama satu bulan. Dalam melakukan aksinya, Ulli dkk sebenarnya hanya mengincar Achmadi. Sementara istinya Syamsiah, 4 anaknya, serta seorang pembantunya turut dibantai untuk menghilangkan jejak. Sayangnya, setelah Ulli dkk beres menghabisi nyawa Achmadi beserta seluruh penghuni rumah, mereka tak pernah lagi bertemu dengan Faisal.
"Ulli tidak pernah ketemu dengan Faisal. Mulai dari pertemuan awal menjanjikan uang hingga Ulli bebas," ujar sumber itu saat ditemui detikSulsel di Makassar.
Sementara terkait motif Faisal memesan jasa Ulli untuk membunuh Achmadi, belum diketahui. Sumber itu juga tak banyak bicara mengenai motif. Namun dia meyakini pembunuhan terhadap Achmadi murni karena diminta dan dijanjikan uang.
"Ulli cuma ditanya, 'apakah kau bisa eksekusi (bunuh) itu Achmadi?' Ulli bilang 'iya sini mi'," bebernya.
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Negeri Ujung Pandang halaman 48 sampai halaman 53 terhadap terdakwa Nur Salampessy, baik Ulli, Boa, Bado, Ical, maupun Arman, semuanya mengaku tidak mengenal Nur. Saat ditanya tim detikSulsel terkait kelima pelaku, Nur juga menegaskan tidak mengenalnya.
"Saya tidak kenal semua. Boa, Bado, Ical, Arman, Ulli saya tidak kenal semua. Biar rumahnya saya tidak tahu di mana. Bayangkan. Seandainya saya tahu semua rumahnya, itu bisa dibilang saya pelaku. Nanti di penjara dia kenal nama saya. Saya juga kenal nama mereka semua," sebutnya.
Ulli Juga Mengaku Tak Terlibat
Penelusuran tim detikSulsel kemudian berlanjut dengan menemui pelaku Ulli. Namun Ulli membantah tuduhan dirinya yang menerima pesanan membunuh Achmadi dari Faisal. Ulli mengaku tidak tahu dan tidak terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut.
"Jadi saya dulu ditangkap, berdasarkan pengakuannya ji teman-temanku. Disessaka dulu (dulu saya disiksa). Jadi saya bilang, begini pak, daripada saya disuruh mengaku, saya tidak tahu. Tapi kalau dari keterangannya temanku, itu saja yang di-BAP," kata Ulli kepada detikSulsel, pada Rabu, 6 Desember 2023.
Menurut Ulli, keterlibatannya dalam kasus pembunuhan itu hanya karena 4 pelaku lain menunjuk dirinya. Polisi kemudian menyusun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) berdasarkan pengakuan 4 rekannya dan terpaksa ia tandatangani.
Sementara terkait Nur yang membantah sebagai dalang di balik Tragedi Karunrung tak ingin ditanggapi Ulli. Dia hanya menegaskan tidak mengenal Nur sebelumnya. Mereka baru saling kenal ketika bertemu di kantor polisi.
"Nanti di kantor polisi saya ketemu Nur. Di kantor polisi juga kan dia (Nur) bilang dia tidak terlibat. Saya dikasih lihat, ditanya polisi, apakah kamu kenal ini Nur Salampessy? Saya jawab tidak kenal. Nur Salampessy juga ditanya, kamu kenal itu (Ulli), dia bilang tidak," ungkap Ulli.