Rumah angker Karunrung sangat melegenda di benak masyarakat Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Tempat pembunuhan sadis satu keluarga di rumahnya di Jalan Karunrung, Makassar, pada Minggu, 12 Maret 1995 silam.
Kisah angkernya bahkan menginspirasi kemunculan Escape Room Rumah Hantu Karunrung di Mal Panakkukang Square. Kalangan anak muda mulai dari pelajar SMP-SMA, mahasiswa, hingga pekerja kantoran beradu nyali di situ. Mereka tampak berteriak histeris di ruangan gelap karena dikagetkan sosok hantu buatan. Di antaranya ada yang kocar-kacir keluar dari 'rumah' sembari merangkak dan menangis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Cerita mistis rumah angker Karunrung juga akan divisualisasikan ke dalam film bergenre horor berjudul tentatif "Dendam Arwah Karunrung" yang disutradarai Sony F Rimba. Film produksi Binasol ini, akan mengangkat kisah teror dari bekas rumah pembantaian satu anggota keluarga di Karunrung tahun 1995.
Tim detikSulsel melakukan liputan khusus mendalami fakta-fakta tragedi pembunuhan sadis Achmadi, istrinya bernama Cecilia alias Syamsiah, 4 anaknya, serta seorang pembantunya bernama Piddi. Gambaran pembantaian sadis itu didapatkan dari Salinan Berita Acara Rekonstruksi Poltabes Ujung Pandang 1995, Salinan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Ujung Pandang 1996, wawancara langsung pelaku yang terlibat, dan sejumlah saksi mata. Berikut kisahnya:
Minggu Berdarah di Karunrung 1995
Minggu, 12 Maret 1995 menjelang magrib, warga di Jalan Karunrung, Kecamatan Rappocini, Makassar dibuat heboh dengan pembunuhan seluruh anggota keluarga di salah satu rumah di wilayah itu. Total 7 orang tewas mengenaskan, yang terdiri dari Achmadi 34 tahun (kepala keluarga), Cecilia alias Syamsiah 30 tahun (istri), Mashita 10 tahun (anak pertama), Andrianto 9 tahun (anak kedua), Indrawan 4 tahun (anak ketiga), Lizanti 3 tahun (anak keempat), dan Piddi 12 tahun (pembantu tukang cuci).
![]() |
Menurut kronologi yang tertuang dalam Salinan Putusan PN Ujung Pandang Nomor: 514/PTS.PID.B./1995/PN.UJG.PDG., halaman 31 hingga halaman 32, pembunuhan ini terungkap setelah kakak Piddi, Naneng diminta ibunya untuk mencari Piddi di rumah Achmadi. Saat itu Piddi dan keluarga berencana pergi ke rumah keluarganya di Kabupaten Gowa. Naneng lalu bergerak menuju rumah Achmadi pada pukul 12.00 Wita.
Ketika sampai di rumah Achmadi, Naneng melihat rumah Achmadi dalam keadaan sepi. Pintu rumah Achmadi terkunci rapat. Naneng lantas mengintip di jendela rumah dan melihat ada darah berceceran di lantai. Namun saat itu Naneng hanya mengiranya darah ayam, sehingga Naneng meninggalkan lokasi.
Sekitar pukul 16.00 Wita, Naneng kembali mencari Piddi ke rumah Achmadi. Dia melihat kondisi di dalam rumah masih sepi. Karena tak kunjung menemukan adiknya, Naneng diminta ibunya untuk mencari Piddi di rumah ibu Achmadi di BTN Minasa Upa, namun tidak ada. Naneng lalu beranjak kembali ke rumahnya. Ketika dalam perjalanan pulang pada pukul 17.00 Wita, Naneng melihat sudah banyak polisi di rumah Achmadi.
Selain kronologi awal terungkapnya pembunuhan dari Salinan Putusan PN Makassar, detikSulsel turut meminta keterangan anak ketua RW di lokasi pembunuhan terjadi, Fatriani. Dia mengungkapkan, ayahnya bernama Amir Lasinrang turut menerima laporan soal adanya pembunuhan sekeluarga yang merupakan warganya. Amir langsung menghubungi polisi dan menuju ke tempat kejadian perkara (TKP).
Sementara Fatriani turut menyusul ayahnya ke TKP. Fatriani penasaran, sebab kabar pembunuhan Achmadi sekeluarga langsung membuat heboh warga sekitar rumahnya.
"Bapak langsung telepon Binmas. Nah mereka ramai-ramai lah ke sana. Saya itu hari menyusul ke TKP mengantarkan rokok bapak saya. Nah waktu saya mau masuk ke rumah tempat pembunuhan sempat dilarang polisi, tapi saya beralasan mau antarkan rokok ke bapak yang ada di dalam," kata Fatriani kepada detikSulsel, Minggu, 3 Desember 2023 lalu. Fatriani mengaku masih kuliah semester 2 saat pembunuhan itu terjadi. Sementara ayahnya yang saat itu jadi Ketua RW kini sudah meninggal.
Fatriani melanjutkan, kala itu warga setempat ramai-ramai mendatangi rumah Achmadi. Setelah dicek, lantai ruang tamu rumah Achmadi dalam kondisi berceceran darah. Warga dan polisi yang berada di dalam rumah Achmadi lalu menyusuri ceceran darah yang mengarah ke sumur. Dari belakang rumah, ceceran darah juga mengalir ke comberan. Garis polisi langsung dipasang di sekitar TKP.
![]() |
Air di dalam sumur tampak sudah berwarna merah dipenuhi darah. Warga berinisiatif menyedot air sumur untuk memastikan apa isi di dalamnya. Warga dibuat kaget ketika air sumur terkuras dan melihat ada mayat Achmadi, Syamsiah, dan Lizanti di dalamnya.
"Di TKP sumur, itu yang pertama kali diangkat itu anaknya, si Liza. Jadi posisi dia meninggal itu dia tidak diapa-apakan, jadi mungkin dia mati tenggelam karena tidak ada darah," kenang Fatriani.
Setelah ditelusuri, polisi kembali menemukan mayat Mashita dan Piddi di loteng rumah Achmadi yang sementara dibangun. Sementara mayat 2 anak laki-laki Achmadi, Andrianto dan Indrawan ditemukan di sumur sebelah rumah yang ditinggali Achmadi.
![]() |
Warga lainnya yang ditemui detikSulsel di sekitar rumah keramat Karunrung, namanya Muh, mengungkapkan wilayah Jalan Karunrung bak kampung mati hingga 6 bulan setelah pembunuhan sadis Achmadi sekeluarga. Warga tak banyak beraktivitas di sekitar lokasi. Sementara polisi terus melakukan penyelidikan.
"Enam bulan pertama kayak kampung mati di situ karena tidak ada orang lewat-lewat. Itu hari memang pada saat kejadian (pembunuhan) kayak sepi karena di ujung sana (persimpangan jalan) itu ada rumah, baru dia manasik haji, jadi dia palang di ujung sana, juga dipasangi bambu. Tidak ada orang lewat," kata Muh kepada detikSulsel, Sabtu, 2 Desember 2023.
Achmadi dan seluruh keluarganya dimakamkan secara berdampingan di Tempat Pemakaman Islam (TPI) Panaikang, Kota Makassar. Sementara Piddi dimakamkan di tempat pemakaman keluarga di wilayah Kelurahan Karunrung, Makassar.
![]() |
Seiring berjalannya waktu, Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Ujung Pandang mulai memecahkan teka-teki pembunuhan Achmadi sekeluarga. 6 Orang yang diyakini sebagai pelaku ditangkap beberapa hari setelah kejadian. Mereka ialah Nur Salampessy alias Nur, Syarifuddin alias Boa, Muh Rusli alias Ulli, Abdullah Hasan alias Bado, Haerul Muhsin alias Ical, dan Alius Arman alias Arman.
Rekonstruksi Pembunuhan Achmadi Sekeluarga di Karunrung
Setelah mendalami peran pelaku melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP), penyidik Poltabes Ujung Pandang menggelar rekonstruksi pada tanggal 23 Juni 1995 dan 16 Agustus 1995. Keenam pelaku dihadirkan langsung di rumah TKP, Karunrung untuk memeragakan ulang aksi sadisnya.
Tim detikSulsel menemukan Salinan Berita Acara Rekonstruksi pembunuhan Achmadi yang dibuat tim Poltabes Ujung Pandang tahun 1995. Salinan Berita Acara Rekonstruksi diteken Penyidik Pembantu Serma Roby Andy Mannaungi, Serma Abdul Rahman, Serka Ramli Sain, Serka Anwar, Serka Muskar, dan Serka Syahrul. Tanda tangan di berkas itu turut diketahui Kasat Reserse Poltabes Ujung Pandang selaku Penyidik, Mayor Polisi Syahrul Mamma, serta terlihat oleh KA Unit Jitkaor Poltabes Ujung Pandang, Lettu T. Sihombing.
Dirangkum detikSulsel, berikut gambaran rekonstruksi pembunuhan Achmadi sekeluarga dan pembantunya Piddi:
Minggu, 12 Maret 1995 pukul 10.30 Wita pagi hari, kompor rumah Achmadi membara di bawah sebuah wajan panas. Istrinya, Cecilia alias Syamsiah, sedang memasak santapan makan siang di dapur. Tak jauh dari kompor, sebuah piring sudah diisi sayur cah kangkung yang siap disantap Achmadi, isrtri, bersama 4 anaknya.
Derit pintu belakang rumah Achmadi lalu samar-samar berbunyi. Pintu perlahan dibuka dua pelaku bernama Bado dan Arman yang secara perlahan menyelinap masuk ke dalam rumah. Sementara korban Syamsiah yang saat itu berusia 30 tahun masih sibuk memasak. Dia belum menyadari ada orang yang masuk ke dalam rumahnya.
![]() |
Bado seketika mengayunkan balok yang dipegangnya sejak dari luar rumah dan menghantam punggung Syamsiah. Sekali pukulan itu membuat Syamsiah tersadar lalu berbalik dan melihat kedua pelaku yang berada di belakangnya. Arman lalu menyusul menikam pipi Syamsiah menggunakan badik.
Di sisi lain rumah Achmadi, 3 pelaku bernama Boa, Ulli, dan Ical masuk ke rumah Achmadi melalui pintu depan dan langsung menuju ruang tamu. Boa masuk dengan membawa parang, Ulli membawa kapak, sementara Ical dengan tangan kosong. Benda tajam yang dibawa Boa dan Ulli dipegang menggunakan tangan kanan.
Korban Achmadi saat itu tengah santai berdiri di ruang makan, dekat dari sebuah meja. Dia tidak menyadari 3 pelaku telah masuk ke rumahnya melalui ruang tamu. Pelaku Boa dan Ulli yang melihat keberadaan Achmadi langsung menghampiri. Ulli memegang tangan kiri Achmadi, sementara Boa tanpa basa-basi memarangi Achmadi di kepala bagian belakang. Ulli lalu menyusul memukul Achmadi menggunakan kapak pada bagian kepala sebelah kiri. Keberingasan Boa dan Ulli membuat Achmadi tak berdaya hingga akhirnya terjatuh. Achmadi tewas dengan luka parah di kepalanya.
Pelaku Boa dan Ulli tak berhenti di situ. Mereka lanjut mencari orang lain di rumah Achmadi. Saat kembali ke ruang tamu, kedua pelaku tersadar. Ternyata anak pertama Achmadi, Mashita menyaksikan pembunuhan ayahnya dari ruang tamu. Dia ketakutan dan langsung berlari menuju kamar tengah. Korban Mashita bersembunyi di balik pintu. Boa dan Ulli yang melihatnya sontak mengejar anak berusia 10 tahun itu ke dalam kamar.
![]() |
Sebelum masuk ke dalam kamar, Boa menengok ke arah pintu depan rumah Achmadi. Dia melihat Ical sedang memegang rambut pembantu Achmadi, perempuan berusia 12 tahun, Piddi, di depan lemari bupet di ruang tamu. Sekilas Boa dan Ulli lanjut masuk ke dalam kamar untuk mencari Mashita.
Ulli yang lebih dulu masuk ke kamar tengah langsung menarik rambut Mashita yang sedang jongkok bersembunyi di balik pintu. Tanpa basa-basi, Ulli mengayunkan kapak yang dipegangnya ke kepala Mashita. Boa juga menyusul menghantamkan parangnya ke arah kepala dan muka secara bergantian hingga Mashita tewas.
Sementara pelaku Ical, dia membunuh Piddi dengan cara membenturkan kepalanya ke tembok hingga tewas. Setelah itu Ical menyeret mayat Piddi ke depan pintu kamar mandi di dalam kamar pertama, di samping kamar yang dimasuki Mashita.
Anak kedua Achmadi, Andrianto yang turut menyaksikan ayah dan kakaknya dibantai berlari di ruang tamu depan pintu kamar tengah, lokasi Mashita dibunuh. Ulli yang melihatnya langsung memegang rambut Andrianto dan memukul kepala sebelah kanan Adrianto menggunakan kapak. Boa ikut mengayunkan parangnya ke arah leher dan muka Andiranto secara bergantian hingga tewas di depan televisi ruang tamu.
![]() |
Setelah membunuh Andrianto, Ulli dan Boa kembali ke kamar tengah untuk menyimpan kapak dan parang yang dibawanya. Keduanya lalu menyeret mayat Mashita ke kamar lain dan meletakkannya di bawah tempat tidur. Seberes itu, Ulli dan Boa kembali mengambil kapak dan parangnya.
Ulli, Boa, dan Ical turut menghabisi nyawa anak ketiga Achmadi, Indrawan, yang masih berusia 4 tahun. Indrawan juga berada di dalam rumah saat ayah, ibu, dan 2 kakaknya dibunuh. Boa membacok kepala Indrawan menggunakan parang, Ulli memakai kapak, dan dilanjutkan Ical menggunakan balok kayu.
Selepas itu, Ulli dan Boa lalu menuju ke ruang makan. Boa menyimpan parangnya di bawah meja, sementara Ulli menuju ke belakang rumah dan membuang kapaknya ke dalam sumur. Di saat bersamaan, Bado dan Arman keluar dari rumah Achmadi melalui pintu belakang.
Aksi Ulli berlanjut dengan menyeret mayat Achamadi dari rumah yang ditinggalinya menuju rumah yang sementara ia bangun, tepat di sampingnya. Mayat Achmadi sempat dibaringkan di dekat sumur hingga akhirnya dimasukkan ke dalam sumur oleh Boa dan Ulli dengan posisi kepala lebih dulu. Mayat Syamsiah menyusul. Sementara anak keempatnya yang masih berusia 3 tahun, Lizanti, juga dibuang ke dalam sumur.
![]() |
Di sumur rumah sebelah, Ulli dkk membuang 2 mayat anak laki-laki Achmadi, Andrianto dan Indrawan. Sedangkan mayat Mashita dan Piddi diletakkan di loteng rumah Achmadi yang sementara dibangun. Selepas beres, mereka langsung meninggalkan lokasi.
Masih dalam Berita Acara Rekonstruksi pembunuhan Achmadi sekeluarga, sebelum pembunuhan dilakukan, eksekutor Arman melihat Nur Salampessy (divonis sebagai dalang) dibonceng oleh temannya menggunakan sepeda motor menuju ke rumah Achmadi. Sesaat setelahnya, saat hendak masuk ke rumah Achmadi, Arman dan Bado kembali melihat Nur yang tidak mereka kenali berdiri di teras rumah Achmadi yang sementara dibangun sambil memegang keris.
Ulli bersama Boa dan Ical yang sudah lebih dulu berada di depan pintu pagar rumah Achmadi berbalik setelah dipanggil oleh Bado. Ulli lalu mengatakan jika Nur merupakan teman yang akan membantu mereka melakukan pembunuhan dan meminta Boa bersama Ical melanjutkan perjalanan. Setelah Ulli dkk meninggalkan lokasi kejadian, Arman melihat Nur kembali dibonceng oleh seseorang menggunakan sepeda motor dan meninggalkan lokasi.
6 Pelaku Tragedi Karunrung Divonis Seumur Hidup
Polisi melakukan serangkaian penyelidikan usai Achmadi sekeluarga beserta pembantunya, Piddi, ditemukan tewas mengenaskan. Dalam kasus ini, enam orang yakni, Nur, Ical, Ulli, Boa, Bado, dan Arman ditetapkan tersangka hingga diproses di meja hijau.
Dalam Salinan Putusan Pengadilan Negeri Ujung Pandang Nomor: 514/PTS.PID.B./1995/PN.UJ.PDG terhadap terdakwa Nur Salampessy sebagaimana dakwaan subsidair yang diterima detikSulsel, proses pembunuhan berawal dari Ical yang bertemu dengan Ulli di STM Tri Daya Sakti Ujung Pandang pada Sabtu, 11 Maret 1995 pukul 15.30 Wita, dan menyampaikan bahwa ada orderan untuk membunuh Achmadi sekeluarga.
"Ada order untuk bunuh Achmadi sekeluarga-seisi rumah Achmadi, nanti kita dapat uang," demikian bunyi dakwaan subsidair terdakwa Nur Salampessy.
Ical dan Ulli kemudian mengumpulkan tiga orang temannya, Boa, Bado, dan Arman untuk menyampaikan orderan membunuh Achmadi sekeluarga. Kelimanya pun sepakat untuk bersama-sama melakukan pembunuhan pada Minggu, 12 Maret 1995. Sehari sebelum beraksi, Sabtu, 11 Maret 1995, mereka menyiapkan strategi pembunuhan selama kurang lebih tiga setengah jam, sejak pukul 20.00 Wita hingga 23.30 Wita.
Sementara Nur, dia didakwa ikut membantu proses pembunuhan terjadi. Nur datang ke rumah Achmadi dan berdiri di depan pintu rumah Achmadi sambil memegang keris. Keberadaan Nur itu untuk membantu pembunuhan berjalan tanpa hambatan dengan cara mengawasi sekitar.
![]() |
Proses persidangan kasus pembantaian Achmadi sekeluarga di Karunrung berlangsung selama setahun. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ujung Pandang menyatakan Nur, Ical, Ulli, Boa, Bado, dan Arman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana dan divonis hukuman penjara seumur hidup.
Pembacaan vonis berlangsung di Pengadilan Negeri Ujung Pandang pada Rabu, 20 Maret 1996. Sidang putusan dipimpin hakim ketua majelis Benyamin Sampelintin, serta Husni Nasucha dan Andi Norma sebagai hakim anggota.
Vonis seumur hidup keenam pelaku kemudian berubah setelah Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gusdur menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 114 Tahun 2000, tertanggal 4 Agustus 2000. Keppres mengatur perubahan masa pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara bagi narapidana yang telah menjalani pidana sekurang-kurangnya lima tahun berturut-turut dan berkelakuan baik.
Hukuman Nur dkk akhirnya diubah menjadi pidana penjara selama 20 tahun. Selama proses hukuman berjalan, Arman meninggal dunia di dalam penjara. Boa dan Bado kabur dari penjara dan belum ditangkap hingga saat ini. Sementara Nur, Ulli, dan Ical bebas bersyarat pada tahun 2008 setelah mendapatkan remisi.
Cerita Mistis di Balik Tragedi Karunrung
Usai tragedi pembantaian Achmadi sekeluarga, beserta pembantunya, Piddi, sejumlah cerita-cerita mistis bermunculan di masyarakat. Banyak yang mengaku pernah mengalami kejadian-kejadian aneh di sekitar rumah Achmadi di Jalan Karunrung, Makassar.
Suatu ketika, seorang pria paruh bayah penjual ayam melintas di depan rumah Achmadi, beberapa hari sebelum Lebaran. Warga setempat sempat melihatnya berhenti tepat di depan rumah Achmadi, ketika hendak pergi ke pasar. Namun pria itu rupanya belum juga berlalu tatkala warga pulang dari pasar.
Warga yang curiga dengan keberadaan penjual ayam itu lantas menanyakan dirinya sedang melakukan apa. Pria itu dengan santai menjawab menunggu seorang wanita yang hendak membeli ayamnya dari dalam rumah Achmadi. Wanita yang ia maksud mengaku masuk ke rumah untuk mengambil uang.
"Ini ibu dalam mau beli ayamku, tapi katanya masuk ambil uang, belum keluar. Itu kan ayamnya digantung di pagar, dibawa ke sini (berjalan menjauh dari rumah Achmadi). 'Kita tahu itu rumah di sana? Itu mi rumah kejadian yang mati satu keluarga'," tutur seorang warga Karunrung, Muh saat ditemui tim detikSulsel, Sabtu, 2 Desember 2023.
Pengalaman horor lainnya diceritakan warga bernama Fariani, yang juga menyaksikan kondisi di dalam rumah Achmadi usai pembunuhan terjadi. Seorang sopir taksi pernah menjadi 'korban' arwah gentayangan Syamsia.
Saat itu, sang sopir mendapat penumpang dari Tempat Pemakaman Islam (TPI) Panaikang, Makassar, menuju kediaman Achmadi. Sopir taksi mengaku mengantar seorang wanita bersama dua anak laki-lakinya dan berhenti tepat di depan rumah Achmadi.
Warga yang melihat taksi itu berhenti langsung mendatanginya. Sang sopir ditanya sedang menunggu siapa di depan rumah yang ia singgahi. Setelah dijawab, warga meminta sang sopir untuk menjauh dari rumah tersebut.
"'Itu ada ibu saya jemput di Panaikang dengan dua anak laki-lakinya. Dia bilang mi suaminya Haji Simba (warga yang melihat), pernah ki dengar orang yang dibantai satu rumah? Dia bilang iyo di mana itu? Nah, yang kau bawa tadi setannya mi. (Sekitaka sopir) pingsan," tutur Fatriani, yang ditemui tim detikSulsel, Minggu, 3 Desember 2023.
Sangkala, penjaga makam TPI Panaikang, Makassar, lokasi Achmadi sekeluarga dimakamkan juga mendengar cerita serupa. Penumpang gaib itu dijemput di depan TPI Panaikang dan diantar ke rumah Achmadi di Jalan Karunrung.
"Ambil taksi di depan (TPI Panaikang). Setengah matimi menunggu di rumahnya, (sopir bilang) mana mi ini orangnya. Dia tunggu lama, ada mi orang lewat. (Ditanya) apa kita tunggu? (sopir jawab) Itu di dalam belum bayar (argo taksi) saya. Padahal apa? Dikasih tahulah (kalau itu rumah korban pembunuhan sekeluarga). Dia kabur," ujar Sangkala saat ditemui di TPI Panaikang, Senin, 4 Desember 2023.
(asm/nvl)