Achmadi, istri, 4 anaknya, serta seorang pembantu tewas dibunuh sadis di sebuah rumah di Jalan Karunrung, Kota Makassar, 28 tahun silam. Kasus pembunuhan Achmadi sekeluarga pada Minggu, 12 Maret 1995 di rumahnya itu kini melegenda dengan sebutan Tragedi Karunrung.
Sebuah televisi (TV) tabung berwarna abu-abu teronggok berdebu di atas meja ruang tamu, saat tim detikSulsel mengunjungi bekas rumah Achmadi, Sabtu, 2 Desember 2023. TV itu menjadi satu-satunya barang yang masih tersisa sejak pembunuhan terjadi. Tepat di depan TV itu, anak kedua Achmadi, Andrianto 9 tahun, tewas dibunuh sebelum akhirnya dibuang ke dalam sumur.
Tim detikSulsel kemudian merangkum detik-detik perencanaan hingga eksekusi pembunuhan sadis itu terjadi berdasarkan Salinan Berita Acara Rekonstruksi Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Ujung Pandang pada 1995. Detik-detik pembunuhan juga tergambarkan melalui Salinan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Ujung Pandang Nomor: 514/PTS.PID.B./1995/PN.UJ.PDG terhadap terdakwa Nur Salampessy, yang diduga otak pembunuhan. Bagaimana peristiwanya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sabtu, 11 Maret 1995, pukul 19.00 Wita, 5 pemuda bernama Syarifuddin alias Boa, Muh Rusli alias Ulli, Abdullah Hasan alias Bado, Haerul Muhsin alias Ical, dan Alius Arman alias Arman berkumpul di STM Tri Daya Sakti Ujung Pandang, tidak jauh dari rumah Achmadi. Mereka merencanakan pembunuhan terhadap Achmadi sekeluarga.
Ulli membuka percakapan terlebih dulu. Dia menyampaikan pesan yang ia dengar dari Ical. Ulli mengungkap ada 'pesanan' untuk membunuh Achmadi dari seseorang yang jika berhasil akan diberi sejumlah uang. Kelimanya akhirnya sepakat untuk melakukan pembunuhan pada Minggu, 12 Maret 1995.
![]() |
Sesuai kesepakatan, Minggu, 12 Maret 1995 di pagi hari, mereka berlima kembali berkumpul di STM Tridaya Sakti. Ulli, Boa, Bado, dan Arman telah siap dengan senjatanya masing-masing, sementara Ical berangkat dengan tangan kosong. Setelah semuanya siap, mereka berjalan menuju rumah Achmadi.
Bado dan Arman lebih dulu menyelinap masuk ke dalam rumah Achmadi lewat pintu belakang. Di dalam rumah, keduanya menemukan istri Achmadi, Cecilia alias Syamsiah sedang memasak santap makan siang di dapur. Bado yang memegang balok lantas memukul Syamsiah di bagian punggung. Arman lalu menyusul menikam Syamsiah di bagian pipi dengan badiknya. Syamsiah tumbang dengan seketika.
Di saat yang sama, Ulli, Boa, dan Ical juga berhasil masuk melalui pintu depan rumah Achmadi dengan senjata yang mereka bawa. Ulli membawa kapak, Boa dengan parangnya, sementara Ical masuk dengan tangan kosong.
Ulli melihat Achmadi sedang berdiri di ruang makan langsung menghampiri. Selanjutnya bergegas memegang tangan kiri Achmadi yang disambut Boa dengan ayunan parang ke arah kepala bagian belakang. Ulli lalu menambah pukulan Boa dengan kapak miliknya pada bagian kepala sebelah kiri. Achmadi akhirnya tewas bersimbah darah.
Takut peristiwa ini terungkap, Ulli dan Boa tidak berhenti sampai di situ. Mereka lanjut mengejar anggota keluarga Achmadi lainnya. Usai menghabisi Achmadi, Ulli dan Boa kembali ke ruang tamu dan melihat anak pertama Achmadi, Mashita 10 tahun, lari ketakutan ke kamar tengah. Mashita bersembunyi di balik pintu.
![]() |
Ulli dan Boa yang melihat gerak-gerik Mashita langsung menghampiri. Sebelum masuk ke dalam kamar, Boa sempat menengok ke arah pintu depan. Dia melihat Ical sedang memegang rambut pembantu Achmadi, Piddi 12 tahun, di depan lemari di ruang tamu. Setelah itu, Boa masuk ke dalam kamar bersama Ulli mencari Mashita.
Mashita ditemukan Ulli tengah jongkok bersembunyi di balik pintu kamar. Ulli lantas menarik rambut Mashita dan mengayunkan kapaknya ke arah kepala. Boa juga ikut memarangi Mashita ke arah kepala dan muka secara bergantian hingga Mashita tewas.
Sementara Ical, membunuh Piddi dengan membenturkan kepalanya ke tembok sampai tak bernyawa. Mayat Piddi diseret Ical ke dalam kamar pertama, di samping kamar tempat Mashita dieksekusi Ulli dan Boa.
Selepas itu, Ulli melihat anak kedua Achmadi, Andrianto yang berlari ketakutan di depan pintu kamar tengah usai menyaksikan ayah dan kakaknya dibantai. Ulli lalu menarik rambut Andrianto dan menghantam kepala sebelah kanan korban dengan kapak. Boa juga ikut mengayunkan parangnya ke arah leher serta muka Andrianto hingga tersungkur tepat di depan TV tabung yang berada di ruang tamu.
Anak ketiga Achmadi, Indrawan tidak luput dari kebengisan Ulli, Boa, dan Ical. Indrawan tewas dibunuh oleh ketiganya. Boa membacok Indrawan di bagian kepala, Ulli memakai kapak, dan ditambahi Ical dengan satu pukulan telak menggunakan balok kayu.
Selepas itu, Ulli dan Boa berjalan ke arah ruang makan. Boa lalu menyimpan parangnya di bawah meja. Sementara Ulli terus ke belakang rumah untuk membuang kapaknya ke dalam sumur. Pada waktu yang sama, Bado keluar dari rumah Achmadi disusul Arman melalui pintu belakang.
Setelah membuang kapaknya ke dalam sumur, Ulli menyeret mayat Achmadi dari rumah yang ditinggali menuju rumah yang sementara dibangun Achmadi, tepat di sebelahnya. Ulli sempat membiarkan jenazah Acmadi tergeletak di pinggir sumur. Namun akhirnya Ulli yang dibantu Boa, membuang mayat Achmadi dengan posisi kepala lebih dulu. Selain mayat Achmadi, keduanya turut membuang mayat Syamsiah dan anak keempat Achmadi, Lizanti 3 tahun.
Sementara mayat Masyita dan Piddi disimpan di loteng rumah Achmadi yang sementara dibangun. Sedangkan mayat Andrianto dan Idrawan dibuang ke sumur lain di rumah yang ditinggali Achmadi untuk sementara waktu. Kelimanya lalu bergegas meninggalkan lokasi.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Warga Heboh Pembunuhan Achmadi Sekeluarga
Dalam Salinan Putusan PN Ujung Pandang, kakak Piddi, Naneng sempat diminta ibunya untuk mencari Piddi di rumah Achmadi karena hendak pergi ke acara keluarga di Gowa. Atas perintah itu, pukul 12.00 Wita, Naneng pergi ke rumah Achmadi untuk mengecek adiknya yang bekerja sebagai pembantu.
Di lokasi, Naneng tak menemukan siapa-siapa. Kondisi rumah Achmadi sepi dan pintunya terkunci. Naneng berinisiatif mengintip melalui jendela dan melihat lantai rumah Achmadi dipenuhi darah. Tak curiga, Naneng tanpa pikir panjang meninggalkan lokasi.
![]() |
Naneng kembali ke rumah Achmadi untuk mencari adiknya Piddi pada pukul 16.00 Wita. Setelah 3 jam berlalu, rumah Achmadi masih dalam kondisi sepi. Naneng pun pulang ke rumah dan diminta ibunya mencari adiknya ke rumah ibu Achmadi di wilayah BTN Minasa Upa. Sayangnya, di sana Naneng juga tak menemukan adiknya.
Tak ingin pulang dengan tangan hampa, Naneng kembali melintas di depan rumah Achmadi dengan maksud hendak memastikan keberadaan adiknya Piddi pada pukul 17.00 Wita. Namun Naneng kaget sebab melihat rumah Achmadi sudah dikelilingi polisi dan warga.
Tim detikSulsel juga menemui saksi mata yang berada di rumah Achmadi setelah pembunuhan terjadi. Salah satunya Fatriani. Dia adalah anak dari Ketua RW bernama Amir Lasinrang di lokasi pembunuhan. Fatriani menuturkan ayahnya sempat mendapat laporan dari ibu Naneng dan Piddi terkait darah berceceran di rumah Achmadi.
Mendengar laporan dari Ibu Piddi, ayahnya sontak menghubungi pihak berwajib. Ayahnya bersama warga lainnya lantas berbondong-bondong mendatangi rumah Achmadi. Setiba di lokasi, mereka kaget bukan main melihat bercak darah di lantai.
Pintu rumah Achmadi yang sebelumnya terkunci didobrak begitu polisi tiba. Saat itulah Fatriani berusaha masuk ke dalam rumah untuk melihat situasi. Dia mengaku awalnya tidak diperbolehkan masuk oleh polisi. Namun ia beralasan sedang membawa dokumen dan rokok milik ayahnya.
"Saya sempat disuruh keluar. Tapi saya bilang ada bapak saya, saya pegang dokumen. Terus polisi mengarah ke sumur. Jadi waktu itu kasak kusuk, (polisi) ke sumur dulu. Karena memang di situ langsung kelihatan darah. Jadi waktu dilarang masuk. Yang dibiarkan masuk (hanya) pak RT, pak RW, pak Binmas, ada berapa juga itu ada tokoh masyarakat dengan warga dengan polisi," kenang Fatriani kepada detikSulsel, Minggu, 3 Desember 2023.
Ria menyaksikan proses evakuasi mayat Achmadi sekeluarga oleh polisi. Mayat yang pertama ditemukan polisi adalah anak terakhir Achmadi, Lizanti. Lalu menyusul jenazah Syamsiah dan Achmadi. Ketiganya diangkat dari sumur yang warna airnya telah berubah menjadi merah pekat.
Polisi kemudian menanyakan jumlah anggota keluarga Achmadi. Ayahnya menjawab, Achmadi punya 4 anak dan 1 istri, beserta 1 pembantu bernama Piddi. Polisi lanjut menyisir rumah Achmadi dan menemukan mayat anak pertama, Mashita dan Piddi di loteng rumah. Piddi ditemukan tergeletak di depan pintu kamar mandi, sementara Mashita didapat di bawah kolong ranjang.
"Jadi polisi ngomong gini, kan ada yang tanya waktu baru tiga mayat, terus polisi nanya lagi ke bapak saya, Pak RW ini ada berapa orang dalam satu keluarga? Bapak saya ngomong 4 anaknya, suami istri, berarti 6, tambah satu pembantu yang dicari. Nah ini kan baru 3 berarti sisa 4," tutur Fatriani.
Fatriani mengatakan polisi sempat kebingungan mencari mayat dari dua anak laki-laki Achmadi, Andrianto dan Indrawan. Akhirnya polisi mengecek dan memeriksa rumah sebelah yang ditinggali Achmadi untuk sementara waktu. Polisi akhirnya menemukan mayat Andrianto dan Indrawan.
"Di sebelahnya kan ada rumah (yang ditinggali Achmadi). Nah (dua) anak laki-lakinya di sumur (belakang rumah) situ. (Mayatnya dibuang) di sumur juga," ucapnya.

Koleksi Pilihan
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detiksulsel