Tragedi Pembunuhan Sekeluarga di Karunrung Makassar, Siapa Otak Sebenarnya?

Ahmad Nurfajri, Muhammad Darwan, Andi Nur Isman - detikSulsel
Minggu, 17 Des 2023 19:00 WIB
Makam Achmadi sekeluarga, korban Tragedi Karunrung, di TPI Panaikang, Makassar. Foto: (Ahmad Nurfajri Syahidallah/detikSulsel)
Makassar -

Tragedi pembantaian Achmadi, seluruh anggota keluarganya, berserta 1 pembantunya di Karunrung, Makassar 28 tahun silam menjadi kasus kriminal yang melegenda di Kota Daeng hingga saat ini. 7 Korban, baik itu Achmadi, istrinya Cecilia alias Syamsiah, 4 anak mereka, dan pembantunya bernama Piddi ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan.

1 Orang yang "dituduh" sebagai dalang bersama 5 eksekutor telah ditangkap dan menjalani hukuman penjara seumur hidup. Mereka kini telah bebas. Namun, mulai dari proses penyidikan di polisi hingga duduk sebagai terdakwa di persidangan, 6 orang itu kekeh membantah sebagai dalang pembunuhan berencana Achmadi sekeluarga di rumahnya di Karunrung. Lantas siapa otak dari tragedi ini?

Ialah Nur Salampessy, pria yang divonis seumur hidup oleh Pengadilan Negeri (PN) Ujung Pandang sebagai otak dari pembantaian sekeluarga di Karunrung, Makassar pada 1995. Salampessy kini telah menghirup udara bebas dan bekerja sebagai juru parkir di Makassar. Hingga usianya kini genap 68 tahun, Salampessy secara konsisten menegaskan dirinya bukanlah otak pembantaian Karunrung.


Tim detikSulsel menemui Nur Salampessy di wilayah Pengadilan Negeri Makassar pada Selasa, 5 Desember 2023 lalu. Ia akrab disapa Nur. Usianya masih 40 tahun saat diseret ke kasus pembunuhan berencana Achmadi sekeluarga di Karunrung, Makassar, Minggu, 12 Maret 1995.

Nur masih ingat betul bagaimana dirinya yang tidak tahu apa-apa diseret ke kasus ini. Awalnya dia dijemput polisi dan dimintai keterangan untuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pembunuhan Achmadi.

"Dia (polisi) bawa saya ke Polda (dulu masih di Jalan) Balaikota. Sampai Polda, (saya) disuruh mengaku (membunuh Achmadi sekeluarga). Saya bilang 'apa yang mau saya akui kalau tidak ada orang saya bunuh'," papar Nur kepada detikSulsel.

Dalam BAP kepolisian, Nur tetap dipaksa mengaku sebagai otak pembunuhan Achmadi meski telah tegas membantahnya. Setelah perdebatan yang alot, polisi akhirnya memberikan Nur secarik kertas kosong untuk ditandatangani di bagian bawah.

"Saya (dikasih) kertas kosong dia (polisi suruh saya) tanda tangan di bawah. Saya tidak baca apa-apa," kenang Nur.

Setelah itu muncullah BAP yang menerangkan Nur mengaku sebagai otak pembunuhan berencana Achmadi sekeluarga. Pengakuannya tersusun lengkap disertai tandatangannya. Nur heran dan komplain ke penyidik yang memeriksanya. BAP itu dikarang sendiri oleh penyidik yang memeriksa dan tidak sesuai fakta.

"Mereka ketik sendiri BAP. Dia suruh tanda tangan (kertas kosong) di bawah. Saya bilang 'bapak menipu saya'. Saya tunjuk polisi. Karena bapak (polisi) karang sendiri," ujarnya.

"Dia yang karang sendiri sampai penuh ke bawah. Dia tulis bilang Nur Salampessy mengaku begini, begini, dan begini," tegasnya lagi.

Nur Salampessy, pelaku dituduh otaki pembunuhan Achmadi sekeluarga di Karunrung, Makassar. Foto: (Ahmad Nurfajri Syahidallah/detikSulsel)

Polisi turut memeriksa dan menetapkan lima orang tersangka lainnya yang merupakan eksekutor pembunuhan. Mereka adalah Syarifuddin alias Boa, Muh Rusli alias Ulli, Abdullah Hasan alias Bado, Haerul Muhsin alias Ical, dan Alius Arman alias Arman. Kepada polisi, Nur mengaku sama sekali tidak mengenal kelima pelaku itu, dan begitu pun sebaliknya, mereka tidak mengenal Nur.

"Saya tidak kenal semua. Boa, Bado, Ical, Arman, Ulli saya tidak kenal semua. Biar rumahnya saya tidak tahu di mana. Bayangkan. Seandainya saya tahu semua rumahnya, itu bisa dibilang saya pelaku. Nanti di penjara dia kenal nama saya. Saya juga kenal nama mereka semua," sebutnya.

Nur pada akhirnya tetap diproses hukum atas tuduhan pembunuhan berencana Achmadi sekeluarga. Tim detikSulsel menerima Salinan Putusan Pengadilan Negeri Ujung Pandang Nomor: 514/PTS.PID.B./1995/PN.UJ.PDG yang memvonis Nur penjara seumur hidup. Pria kelahiran Ujung Pandang 25 Desember 1955 itu diadili Hakim Ketua Benyamin Sambelintin, Hakim Anggota I Husni Nasucha, dan Hakim Anggota II Hj Andi Norma.

Hakim meyakini Nur terbukti merencanakan pembunuhan Achmadi karena persoalan warisan rumah yang ditinggali Achmadi. Rumah itu disebut milik paman Nur bernama Faisal Salampessy. Nur diyakini punya kepentingan terhadap rumah yang ditempati Achmadi, dan menganggap dirinya berhak atas rumah yang ditinggali Achmadi, apalagi rumah itu milik pamannya, Faisal Salampessy. Sementara Achmadi ialah lago Faisal, dimana istri Achmadi, Cecilia bersaudara kandung dengan istri Faisal, Desy.

"Menyatakan Terdakwa Nur Salampessy terbukti bersalah melakukan kejahatan pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama, seperti tersebut pada dakwaan pertama primair Pasal 340 yo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 2 (1) UU No.12/Drt./1951 LN. No.78 Tahun 1957," demikian Putusan PN Ujung Pandang tahun 1996.

"Menghukum Terdakwa Nur Salampessy dengan hukuman penjara seumur hidup dan terdakwa tetap ditahan," sambung putusan itu.

Kondisi rumah Achmadi, lokasi pembunuhan di Tragedi Karunrung, Jalan Karunrung, Makassar. Foto: Rania Al-Syam

Sementara itu, halaman 48 sampai halaman 53 Salinan Putusan tersebut mengungkap 5 pelaku eksekutor yang tidak mengenal Nur, baik sebelum pembunuhan hingga eksekusinya. Kelima pelaku mengungkapkannya saat menjadi saksi untuk Nur yang duduk di kursi terdakwa.

Pengacara Nur, Yusuf Gunco menyebut 3 hakim yang mengadili Nur telah wafat. "Pada saat amar putusan, Nur Salampessy berdiri bahkan mendatangi hakim di ruangan sidang, 'bahwa bukan saya pembunuhnya. Tetapi Allah maha tahu siapa yang duluan mati antara saya dengan tiga hakim ini'. Itulah perkataan terakhir Nur Salampessy di dalam pengadilan waktu sidang, pada saat pembacaan amar putusan. Ternyata hakimnya lebih duluan meninggal daripada Nur Salampessy," kata Yusuf kepada detikSulsel, Jumat, 8 Desember 2023.

Nur Salampessy Bantah Ingin Miliki Rumah yang Ditinggali Achmadi

Terkait keyakinan hakim yang menyebutnya ada kepentingan dengan rumah Faisal yang ditinggali Achmadi, Nur dengan tegas kembali membantahnya. "Nah itu dia (polisi) jebak saya, dia bilang saya mau (memiliki) itu rumah. Masa saya mau berhak (kuasai) itu rumah, untuk apa," ucap Nur.

Nur hanya mengakui datang ke rumah yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) di Karunrung, Makassar sehari setelah pembunuhan Achmadi sekeluarga terjadi. Itu juga karena penasaran dengan kabar pembunuhan sadis Achmadi sekeluarga yang didengarnya dari warga Talasalapang, Makassar. Rasa penasarannya kian menjadi mengingat rumah itu milik pamannya.

Saat tiba di lokasi, Nur mengaku sempat salah bicara dan didengar polisi yang menyamar jadi preman. Omongan itulah cikal bakal Nur ikut terseret dalam kasus pembantaian Achmadi sekeluarga. Nur bercerita, saat hendak meninggalkan TKP, dia diikuti oleh polisi yang menyamar tadi. Polisi kemudian memanggil Nur untuk ikut bersamanya. Awalnya Nur diajak ke salah satu tempat minum di daerah Topaz, Makassar. Dia merasa tertipu dan akhirnya digelandang ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.

"Saya salah bicara (saat di TKP), saya bilang 'bisa saya tinggal di rumah om saya, om (Faisal) Salampessy'. Karena itu (rumahnya) om (Faisal) Salampessy ditempati (Achmadi) meninggal sekeluarga," ungkap Nur.

Tim detikSulsel berupaya mengkonfirmasi pengakuan Nur soal BAP dan tanda tangan kertas kosong kepada salah seorang purnawirawan polisi yang menyelidiki kasus tragedi Karunrung 1995, Roby Andi Mannaungi. Awalnya Roby bersedia berbincang dengan tim detikSulsel pada Selasa (5/12) di salah satu warkop di Makassar. Namun Roby tidak merespons tim detikSulsel di hari janjian wawancara.

Pengakuan pelaku lain di halaman selanjutnya.




(asm/nvl)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork