Konawe Selatan -
Kompolnas RI menyoroti kasus dua oknum anggota Ditpolairud Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) menembak empat nelayan pengebom ikan hingga dua di antaranya tewas. Kompolnas mewanti-wanti agar kedua oknum polisi tersebut diproses secara pidana.
Komisioner Kompolnas RI Poengky Indarti awalnya menyoroti dalih polisi yang mengaku melakukan penembakan maut dengan alasan membela diri. Poengky mempertanyakan pembelaan diri yang membuat korban tewas.
"Apakah benar anggota melakukan pembelaan terpaksa atau pembelaan terpaksa yang melampaui batas?" kata Poengky Indarti kepada detikcom, Selasa (28/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Poengky lantas meminta Propam Polda Sultra melakukan pemeriksaan kepada Bripka A dan Bripka R secara profesional dan transparan. Dia juga meminta Ditreskrimum Polda Sultra dilibatkan untuk mengusut dugaan pidana di balik kasus penembakan tersebut.
"Karena menyangkut pelaku yang merupakan anggota kepolisian dan menyangkut hilangnya nyawa manusia yang merupakan tindak pidana," sambungnya.
Lagi pula, lanjut Poengky, dalih Bripka A dan Bripka R melakukan penembakan dengan alasan membela diri hanya bisa dibuktikan melalui persidangan.
"Overmacht, noodweer, noodweer excess semuanya harus dibuktikan di persidangan pidana. Tidak bisa langsung disimpulkan tanpa putusan hakim," cetus Poengky.
Poengky pun kembali menegaskan Ditreskrimum Polda Sultra harus dilibatkan dalam pengusutan kasus penembakan itu. Dia mengingatkan publik bisa curiga bila kedua oknum polisi tersebut tidak diproses secara pidana.
"Jika tidak diproses pidana, publik bisa curiga jeruk makan jeruk. Equality before the law harus dihormati," cetusnya.
Simak kronologi penembakan maut di halaman berikutnya...
Kronologi Versi Polisi Soal Penembakan Maut
Polda Sultra sebelumnya mengungkap penembakan itu bermula saat anggota Polairud Polda Sultra menerima informasi soal maraknya penangkapan ikan memakai bahan peledak di Desa Cempedak, Kecamatan Laonti. Dua anggota Polairud yakni Bripka A dan Bripka R lalu melakukan penyelidikan.
Bripka R dan Bripka A lalu menggerebek perahu nelayan yang diduga sebagai pengebom ikan pada Jumat (24/11) sekitar pukul 02.00 Wita. Bripka A lalu naik ke kapal para korban, sedangkan Bripka R masih berjaga di atas kapal.
"Anggoga cek ke TKP ternyata ditemukan kapal terindikasi seperti itu (bom ikan). Bripka A turun dan menuju kapal mereka, tapi berusaha melarikan diri," ujar Kabid Humas Polda Sultra Kombes Ferry Walintukan kepada detikcom, Sabtu (25/11).
Berdasarkan pengakuan dari kedua oknum polisi itu, lanjut Ferry, saat hendak melarikan diri, para korban sempat mengeroyok Bripka A. Posisi Bripka A saat itu memang sudah di atas kapal para korban.
"Mereka berjumlah 3 orang (di atas kapal) mengeroyok 1 orang, Bripka A. Ada 1 orang lagi, tapi masih kita pastikan lagi keterkaitannya," bebernya.
Ferry mengatakan 3 nelayan bahkan sempat hendak merebut senjata Bripka A yang dikalungkan di badannya, namun tidak berhasil. Ferry juga mengatakan Bripka A nyaris terkena tombak salah satu korban.
"Sampai ada yang berusaha nombak tapi kena gagang senjata," bebernya.
Bripka A lalu berusaha membela diri dengan menggunakan senjata yang dipegangnya. Ia menuturkan Bripka A mengokang senjata dan melakukan penembakan secara membabi-buta.
"Dia berusaha ngokang senjata dan ditembakkan secara acak, menembak buta-buta, dia membela diri. Jadi senjata tidak terarah," bebernya.
Lebih lanjut Kombes Ferry menjelaskan empat nelayan yang ditembak berhasil melarikan diri dari lokasi. Belakangan polisi menerima laporan nelayan bernama Maco tewas terkena tembakan, sedangkan dua nelayan lainnya terluka sehingga dilarikan ke RS Bhayangkara Polda Sultra.
"Setelah itu pelaku lari semua, kabur mereka. Karena kalau tewas di tempat pasti kita evakuasi, pasti ditarik (proses evakuasi)," ujarnya.
Selanjutnya polisi kembali menerima laporan bahwa remaja bernama Putra juga meninggal akibat terkena tembakan. Dia meninggal setelah dirawat di rumah sakit.
"Iya benar korban meninggal dunia di RS Bhayangkara sekitar pukul 17.00 Wita," ujar Ferry.