Eks Direktur Utama PDAM Makassar Haris Yasin Limpo kekeh merasa tidak bersalah di kasus korupsi PDAM Makassar senilai Rp 20 miliar. Dia menegaskan tudingan JPU dalam replik yang dibacakan pada sidang sebelumnya tidak benar.
Hal tersebut diungkapkan tim penasehat hukum Haris Yasin Limpo saat membacakan duplik atas replik jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (28/8/2023). Dia membantah poin-poin replik JPU sebelumnya.
"Tidak benar tanggapan penuntut umum dalam repliknya mengenai unsur delik melawan hukum, unsur delik kerugian negara, ketiadaan mens rea serta alasan pemaaf dan alasan pembenar tersebut. Sebagaimana argumen yang telah dinyatakan dalam nota pembelaan yang diajukan pada persidangan sebelumnya," kata penasihat hukum Haris Yasin Limpo di ruang Sidang Bagir Manan, Senin (28/8).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut penasihat hukum Haris turut meyakini pihak JPU telah menerima pleidoi dari pihaknya. Hal itu lantaran dalam repliknya JPU sama sekali tidak membantah pleidoi yang diajukan Haris.
"Mengenai hal-hal selain dan selebihnya termasuk hal hal yang meringankan yang telah kami nyatakan dalam pleidoi. Namun ternyata tidak dibantah oleh penuntut umum dalam repliknya, kami memohon kiranya dianggap sebagai pengakuan diam-diam oleh penuntut umum terhadap kebenaran dalil tersebut," lanjutnya.
Tak hanya itu, dalam persidangan tersebut penasehat hukum Haris kembali menyinggung tidak konsistennya JPU dalam menguraikan rincian kerugian negara. Dia menyebut pihak JPU telah membenarkan adanya inkonsistensi tersebut.
"Adanya ketidaksesuaian antara uraian yang terdapat dalam surat dakwaan dengan fakta di persidangan, yang telah diakui pula oleh penuntut umum dalam surat tuntutan dan repliknya khususnya jumlah kerugian negara, asuransi dwiguna jabatan walikota dan wakil walikota dan rapat pembagian laba," katanya.
Penasihat hukum turut menyinggung persoalan Haris yang merupakan seorang bawahan dalam menjalankan tugasnya sebagai Dirut PDAM. Dia menyebut posisi kliennya sebagai bawahan dari walikota Makassar berdasarkan diatur dalam Perda No 6 Tahun 1975.
"Tidak benar tanggapan penuntut umum dalam repliknya yang menyatakan bahwa terdakwa selaku direksi PDAM bukanlah bawahan dari walikota selaku pemilik perusahaan. Oleh karena jelas bahwa hubungan di antara jabatan walikota dengan direksi perusahaan daerah diatur dalam hukum publik seperti perda nomor 6 tahun 1974," lanjutnya.
Penasihat hukum lebih lanjut membantah tudingan jaksa terkait masalah selisih kerugian yang ditimbulkan Haris YL. Pihak Haris YL mengatakan selisih tersebut merupakan hasil dari perhitungan kebocoran air.
"Tidak benar tanggapan umum dalam repliknya bahwa hal dimaksud dalam LPH BPK Nomor : 63/LHP/XIX. MKS/12/2018 tanggal 18 Desember 2018 berbeda dengan yang dimaksud dalam laporan hasil audit perhitungan kerugian negara nomor PE.03.03./SR-1264/PW221/52022 tanggal 30 Desember 2022. Karena pada pokoknya perbuatan yang didakwakan oleh penuntut umum semuanya terdapat dalam LBH BPK Nomor: 63/LHP/XIX.MKS/12/2018 tanggal 18 Desember. Adapun selisihnya hanya hasil dari perhitungan kebocoran air menurut LHP BPK yang tidak didakwakan dalam perkara ini," katanya.
Berdasarkan uraian tersebut, penasihat hukum Haris membantah replik yang diajukan pihak JPU. Dia turut meminta agar majelis hakim untuk mengesampingkan replik tersebut.
"Berdasarkan hal-hal tersebut selain dan selebihnya, maka sebagai penutup kami menyatakan membantah sekeras-kerasnya segala hal yang telah dinyatakan oleh penuntut umum dalam repliknya, serta menyatakan tetap pada pembelaan pleidoi yang telah diajukan di depan persidangan yang lalu serat memohon agar majelis hakim yang mulia berkenan untuk mengesampingkan replik penuntut umum tersebut," tutupnya.
Replik JPU Terhadap Pleidoi Haris YL
Jaksa sebelumnya meminta majelis hakim menolak nota pembelaan , Haris Yasin Limpo dalam perkara kasus. Jaksa tetap menuntut agar Haris YL dituntut 11 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta.
"Haris Yasin Limpo tidak dapat membuktikan secara jelas yang diajukan oleh penasihat hukum maka kami berpendapat agar majelis hakim tidak mempertimbangkan hak tersebut. Kami mohon dengan hormat agar majelis hakim menuntut Harus Yasin Limpo ini sesuai pidana yang telah dibaca," kata Jaksa penuntut umum dalam sidang replik di PN Makassar, Senin (21/8).
Sementara itu, Jaksa turut menolak pleido dari Mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar Irawan Abadi. Jaksa juga meminta kepada Hakim agar Irawan Abadi dituntut sesuai tuntutan yang disangkakan kepada Haris.
Dalam sidang replik tersebut, jaksa membantah tudingan penasihat hukum yang mengatakan pihaknya tidak konsisten dalam merincikan kerugian negara atas kasus korupsi yang dilakukan terdakwa. Jaksa menegaskan pihaknya tidak mengada-ngada dalam menentukan nominal kerugian.
"Besarnya kerugian ini sangat esensial yang harus dipastikan besarnya dalam suatu perkara tindak pidana korupsi. Tidak dimungkinkan mengada-ngada, ataupun hanya memperkirakan saja. Karena adanya kerugian ini merupakan unsur pokok dari delik dakwaan serta harus dipertanggungjawabkan oleh terdakwa jika ia bersalah," paparnya.
Jaksa berdalih nominal kerugian negara tersebut berdasarkan pada akumulasi dari perhitungan BPKP Perwakilan Provinsi Sulsel. Sementara nominal kerugian yang dipaparkan penasihat hukum Haris YL tidak dapat dipertimbangkan, pasalnya nominal tersebut berdasar dari hasil audit rutin bukan pada hasil penyidikan.
"Pada surat dakwaan, sebesar Rp 20.318.611, 975 60 merupakan hasil perhitungan keuangan negara yang dilakukan BPKP perwakilan provinsi Sulsel yang tercantum dalam surat dakwaan, sedangkan surat dakwaan berfungsi sebagai dasar bagi pemeriksaan persidangan," katanya
"Pada fakta persidangan penasihat hukum terdakwa yang menilai adanya kerugian sebesar Rp 31.448. 367. 629 yang dinyatakan tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan sah. Bukan berdasarkan dasar dakwaan, bahkan bukan menjadi dasar dari proses penyidikan. LHP BPK RI No 63/LHP/XIC.MKS/12/ 2018 tanggal 18 Desember 2018 diajukan sebagai bukti oleh penasihat hukum terdakwa adalah audit rutin yang dilakukan BPKB yang menyatakan adanya temuan pembayaran tantiem dan jaspro," sambungnya.
Jaksa turut menjawab pleidoi Haris YL yang menyebutkan bahwa terdakwa tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diperoleh pada bulan September setelah periode terdakwa berakhir. Jaksa menegaskan terdakwa tetap bertanggungjawab atas korupsi yang dilakukan dalam rentan waktu tahun 2016 hingga 2019 selama dirinya menjabat dalam Direksi PDAM Makassar.
"Fakta persidangan terdakwa, sejak tanggal 25 September 2019 tidak menjabat lagi sebagai direksi PDAM Makassar, namun setidak-tidaknya masih rentan waktu tahun 2016 sampai dengan 2019 terdakwa masih menjabat sebagai direksi PDAM Makassar," tegasnya.
"Dalam surat tuntutan dipertegas, periode masa jabatan terdakwa sebagai direksi pengganti terdakwa juga diuraikan untuk mempertegas batasan pertanggungjawaban dari terdakwa dan periode setelahnya agar menjadi jelas terurai perbuatan yang dilakukan terdakwa dari awal sampai akhir periode siapa selanjutnya setelah terdakwa," sambungnya.
(hmw/sar)