Eks Direktur Utama PDAM Makassar Haris Yasin Limpo menuding jaksa penuntut umum (JPU) tidak konsisten terkait kerugian negara di kasus korupsi PDAM Makassar. Dia mengatakan jaksa yang semula menyebut kerugian negara Rp 20 miliar belakangan mengakui kerugian tidak sebesar itu.
Hal tersebut diungkapkan tim penasehat hukum Haris Yasin Limpo saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (14/8/2023). Dia menegaskan surat dakwaan jaksa tak sesuai dengan fakta persidangan.
Penasehat hukum awalnya menyinggung kerugian negara sebagaimana dalam surat dakwaan jaksa ialah sebesar Rp 20.318.611.975. Namun pada fakta lain terungkap dalam persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada surat dakwaan, penuntut umum dengan tegas menyatakan bahwa terdakwa telah merugikan keuangan sebesar Rp 20.318.611.975 namun selanjutnya pada surat tuntutan penuntut umum terpaksa harus mengakui bahwa Rp 7.852.713.206 merupakan tanggung jawab direksi setelah terdakwa yakni saksi Hamzah Ahmad," kata tim penasehat hukum Haris di persidangan.
Sementara itu, penasehat hukum turut memaparkan alur pembagian laba yang ditudingkan kepada Haris sebelumnya. Dia menegaskan pembagian tersebut tidak dilakukan terdakwa atas kemauannya sendiri.
"Dari fakta yang terungkap di persidangan, berdasarkan keterangan saksi saksi, bahwa ketika terjadi peristiwa hukum berupa pembagian laba, pembayaran tantiem dan bonus produksi tahun buku 2017 sampai dengan 2019, tidak ada satupun saksi yang menerangkan bahwa perbuatan itu dilakukan atas inisiatif terdakwa sendiri. Bahkan semua saksi menerangkan bahwa perbuatan itu dilakukan sebagaimana alur," sambungnya.
Lebih lanjut, tim penasihat hukum turut mengungkapkan Haris tidak memiliki kewenangan untuk mengubah audit. Sejauh ini, Haris hanya menjalankan tugasnya sebagai Direktur Utama PDAM Makassar saat itu.
"Alur tersebut berdasarkan keterangan seluruh saksi-saksi dan keterangan terdakwa, terungkap bahwa terdakwa tidak memiliki akses maupun kewenangan untuk mempengaruhi proses sejak audit dilakukan, laba dilaporkan, pengajuan usul, pembagian laba kepada wali kota melalui dewan pengawas, pembuatan SK wali kota tentang pembagian laba, hingga realisasi pembayaran tantiem dan bonus jasa produksi tahun buku 2017 sampai dengan 2019," kata penasehat hukum.
"Kegiatan terdakwa karena hanya menyentuh audit tersebut sebanyak dua kali. Pertama ketika melaporkan KAP tanpa pernah mengubah satu huruf atau angkapun, melainkan terdakwa hanya meneruskan surat pengantar yang ditujukan Wali Kota Makasar. Kedua, setelah terdakwa menerima surat keputusan wali kota Makassar, maka terdakwa melakukan proses pembayaran sesuai bunyi surat keputusan wali kota Makassar tanpa mengubah sedikit pun," papar penasihat hukum.
Berdasarkan hal tersebut, penasehat hukum meyakini bahwa terdakwa sama sekali tidak berniat melakukan tindak pidana korupsi. Dia menilai perbuatan Haris semata-mata dalam rangka menjalankan tugas dari atasan.
"Berdasarkan persesuaian keterangan saksi dan terdakwa maka penasihat hukum berkeyakinan, bahwa terdapat bukti petunjuk yang amat kuat. Bahwa terdakwa tidak memiliki mens area apapun dalam melakukan perbuatan yang didakwakan. Semuanya semata-mata dilakukan dalam rangka menjalankan tugasnya dan perintah atasannya yang memang sudah menjadi tugas pokoknya. Jangankan punya niat untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, mengutak atik angka saja terdakwa tidak mempunyai akses kewenangan untuk itu," tegas penasihat hukum.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Haris hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Menurut jaksa, Haris ikut berperan merugikan negara sebesar Rp 12 miliar dari total kerugian Rp 20 miliar.
Lebih lanjut jaksa juga meminta majelis hakim menghukum Haris untuk mengganti keuangan negara sebesar Rp 12.465.898.760,60 atau sekitar Rp 12,4 miliar. Jaksa juga menuntut hukuman serupa untuk bekas Direktur Keuangan PDAM Makassar Irawan Abadi.
"Dengan ketentuan apabila tidak dibayar dalam waktu paling lama satu bulan maka harta benda terdakwa disita oleh jaksa untuk dilelang menutupi uang pengganti tersebut (atau) diganti penjara selama 5 tahun dan 6 bulan," demikian tuntutan jaksa.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Irawan Abadi Sebut Perusaahan Peroleh Laba Besar Selama Periodenya
Eks Direktur Keuangan PDAM Makassar Irawan Abadi turut membacakan nota pembelaaan atas tuntutan jaksa. Irawan menceritakan keuntungan lebih besar diperoleh perusahaan selama periodenya dan Haris Yasin Limpo.
"Perolehan laba selama empat tahun periode kami, memperoleh Rp 47 miliar, Rp 64 miliar, Rp 75 miliar dan Rp 40 miliar, jauh di atas perolehan laba periode sebelumnya, yang tertinggi hanya 24 miliar saja," Papar Irawan.
Irawan turut membandingkan perolehan laba dengan periode sebelumnya. Dia menilai perolehan laba sebelumnya cukup kecil.
"Perlu kami sampaikan pada sidang yang mulia ini bahwa penyetoran seluruh yang dilakukan oleh periode sebelumnya ke pemerintah hanya sebesar Rp 70 miliar Kondisi tersebut secara data dapat dilihat terjadi peningkatan yang sangat luar biasa di perusahaan selama kami," katanya.
Simak Video "Video: Pemilik Salon di Makassar Diduga Cabuli 4 Pelanggan Bocah"
[Gambas:Video 20detik]
(hmw/asm)