Jaksa meminta majelis hakim menolak nota pembelaan atau pleidoi adik Menteri pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo (YL) dalam perkara kasus korupsi PDAM Makassar dengan kerugian negara Rp 20 miliar. Jaksa tetap menuntut agar Haris YL dituntut 11 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta.
"Haris Yasin Limpo tidak dapat membuktikan secara jelas yang diajukan oleh penasihat hukum maka kami berpendapat agar majelis hakim tidak mempertimbangkan hak tersebut. Kami mohon dengan hormat agar majelis hakim menuntut Harus Yasin Limpo ini sesuai pidana yang telah dibaca," kata Jaksa penuntut umum dalam sidang replik di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (21/8/2023).
Sementara itu, Jaksa turut menolak pleido dari Mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar Irawan Abadi. Jaksa juga meminta kepada Hakim agar Irawan Abadi dituntut sesuai tuntutan yang disangkakan kepada Haris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang replik tersebut, jaksa membantah tudingan penasihat hukum yang mengatakan pihaknya tidak konsisten dalam merincikan kerugian negara atas kasus korupsi yang dilakukan terdakwa. Jaksa menegaskan pihaknya tidak mengada-ngada dalam menentukan nominal kerugian.
"Besarnya kerugian ini sangat esensial yang harus dipastikan besarnya dalam suatu perkara tindak pidana korupsi. Tidak dimungkinkan mengada-ngada, ataupun hanya memperkirakan saja. Karena adanya kerugian ini merupakan unsur pokok dari delik dakwaan serta harus dipertanggungjawabkan oleh terdakwa jika ia bersalah," paparnya.
Jaksa berdalih nominal kerugian negara tersebut berdasarkan pada akumulasi dari perhitungan BPKP Perwakilan Provinsi Sulsel. Sementara nominal kerugian yang dipaparkan penasihat hukum Haris YL tidak dapat dipertimbangkan, pasalnya nominal tersebut berdasar dari hasil audit rutin bukan pada hasil penyidikan.
"Pada surat dakwaan, sebesar Rp 20.318.611, 975 60 merupakan hasil perhitungan keuangan negara yang dilakukan BPKP perwakilan provinsi Sulsel yang tercantum dalam surat dakwaan, sedangkan surat dakwaan berfungsi sebagai dasar bagi pemeriksaan persidangan," katanya
"Pada fakta persidangan penasihat hukum terdakwa yang menilai adanya kerugian sebesar Rp 31.448. 367. 629 yang dinyatakan tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan sah. Bukan berdasarkan dasar dakwaan, bahkan bukan menjadi dasar dari proses penyidikan. LHP BPK RI No 63/LHP/XIC.MKS/12/ 2018 tanggal 18 Desember 2018 diajukan sebagai bukti oleh penasihat hukum terdakwa adalah audit rutin yang dilakukan BPKB yang menyatakan adanya temuan pembayaran tantiem dan jaspro," sambungnya.
Jaksa turut menjawab pleidoi Haris YL yang menyebutkan bahwa terdakwa tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diperoleh pada bulan September setelah periode terdakwa berakhir. Jaksa menegaskan terdakwa tetap bertanggungjawab atas korupsi yang dilakukan dalam rentan waktu tahun 2016 hingga 2019 selama dirinya menjabat dalam Direksi PDAM Makassar.
"Fakta persidangan terdakwa, sejak tanggal 25 September 2019 tidak menjabat lagi sebagai direksi PDAM Makassar, namun setidak-tidaknya masih rentan waktu tahun 2016 sampai dengan 2019 terdakwa masih menjabat sebagai direksi PDAM Makassar," tegasnya.
"Dalam surat tuntutan dipertegas, periode masa jabatan terdakwa sebagai direksi pengganti terdakwa juga diuraikan untuk mempertegas batasan pertanggungjawaban dari terdakwa dan periode setelahnya agar menjadi jelas terurai perbuatan yang dilakukan terdakwa dari awal sampai akhir periode siapa selanjutnya setelah terdakwa," sambungnya.
Simak di halaman berikutnya: Pleidoi Haris YL...
Pleidoi Haris YL
Haris YL sebelumnya menuding jaksa tidak konsisten terkait kerugian negara di kasus korupsi PDAM Makassar. Dia mengatakan jaksa yang semula menyebut kerugian negara Rp 20 miliar belakangan mengakui kerugian tidak sebesar itu.
Hal tersebut diungkapkan tim penasehat hukum Haris YL saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum di PN Makassar, Senin (14/8). Dia menegaskan surat dakwaan jaksa tak sesuai dengan fakta persidangan.
Penasehat hukum saat itu menyinggung kerugian negara sebagaimana dalam surat dakwaan jaksa ialah sebesar Rp 20.318.611.975. Namun pada fakta lain terungkap dalam persidangan.
"Pada surat dakwaan, penuntut umum dengan tegas menyatakan bahwa terdakwa telah merugikan keuangan sebesar Rp 20.318.611.975 namun selanjutnya pada surat tuntutan penuntut umum terpaksa harus mengakui bahwa Rp 7.852.713.206 merupakan tanggung jawab direksi setelah terdakwa yakni saksi Hamzah Ahmad," kata tim penasehat hukum Haris di persidangan.
Sementara itu, penasehat hukum turut memaparkan alur pembagian laba yang ditudingkan kepada Haris sebelumnya. Dia menegaskan pembagian tersebut tidak dilakukan terdakwa atas kemauannya sendiri.
"Dari fakta yang terungkap di persidangan, berdasarkan keterangan saksi saksi, bahwa ketika terjadi peristiwa hukum berupa pembagian laba, pembayaran tantiem dan bonus produksi tahun buku 2017 sampai dengan 2019, tidak ada satupun saksi yang menerangkan bahwa perbuatan itu dilakukan atas inisiatif terdakwa sendiri. Bahkan semua saksi menerangkan bahwa perbuatan itu dilakukan sebagaimana alur," sambungnya.
Lebih lanjut, tim penasehat hukum turut mengungkapkan Haris tidak memiliki kewenangan untuk mengubah audit. Sejauh ini, Haris hanya menjalankan tugasnya sebagai Direktur Utama PDAM Makassar saat itu.
"Alur tersebut berdasarkan keterangan seluruh saksi-saksi dan keterangan terdakwa, terungkap bahwa terdakwa tidak memiliki akses maupun kewenangan untuk mempengaruhi proses sejak audit dilakukan, laba dilaporkan, pengajuan usul, pembagian laba kepada wali kota melalui dewan pengawas, pembuatan SK wali kota tentang pembagian laba, hingga realisasi pembayaran tantiem dan bonus jasa produksi tahun buku 2017 sampai dengan 2019," kata penasehat hukum.
"Kegiatan terdakwa karena hanya menyentuh audit tersebut sebanyak dua kali. Pertama ketika melaporkan KAP tanpa pernah mengubah satu huruf atau angkapun, melainkan terdakwa hanya meneruskan surat pengantar yang ditujukan Wali Kota Makasar. Kedua, setelah terdakwa menerima surat keputusan wali kota Makassar, maka terdakwa melakukan proses pembayaran sesuai bunyi surat keputusan wali kota Makassar tanpa mengubah sedikit pun," papar penasihat hukum.
Berdasarkan hal tersebut, penasehat hukum meyakini bahwa terdakwa sama sekali tidak berniat melakukan tindak pidana korupsi. Dia menilai perbuatan Haris semata-mata dalam rangka menjalankan tugas dari atasan.
"Berdasarkan persesuaian keterangan saksi dan terdakwa maka penasihat hukum berkeyakinan, bahwa terdapat bukti petunjuk yang amat kuat. Bahwa terdakwa tidak memiliki mens area apapun dalam melakukan perbuatan yang didakwakan. Semuanya semata-mata dilakukan dalam rangka menjalankan tugasnya dan perintah atasannya yang memang sudah menjadi tugas pokoknya. Jangankan punya niat untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, mengutak atik angka saja terdakwa tidak mempunyai akses kewenangan untuk itu," tegas penasihat hukum.
Simak Video "Video: Peras Pemilik Ruko, 9 Pria di Makassar Diciduk Polisi "
[Gambas:Video 20detik]
(hmw/hsr)