Keberatan TNI dan Kekhilafan KPK di Kasus Kabasarnas Tersangka Suap Proyek

Berita Nasional

Keberatan TNI dan Kekhilafan KPK di Kasus Kabasarnas Tersangka Suap Proyek

Tim detikNews - detikSulsel
Sabtu, 29 Jul 2023 09:45 WIB
Konpers Puspom TNI terkait kasus Kabasarnas
Foto: Konpers Puspom TNI terkait kasus Kabasarnas (dok Puspom TNI)
Jakarta -

TNI menyatakan keberatan usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan mengumumkan status tersangka terhadap Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfian (HA) dan Korsmin Kabasarnas RI Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC). KPK mengaku khilaf dan menyampaikan permohonan maaf kepada TNI.

Dilansir dari detikNews, kasus dugaan suap dua prajurit aktif tersebut berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di daerah Jakarta Timur dan Bekasi pada Selasa (25/7). Sebanyak 10 orang ditangkap KPK dalam OTT tersebut.

KPK kemudian menetapkan Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (HA) sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan. Dia ditetapkan tersangka bersama semua orang yang ditangkap KPK dalam OTT tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"HA, Kabasarnas RI periode 2021-2023," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers penetapan tersangka di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (26/7).

TNI Keberatan Usai KPK Tetapkan Kabasarnas Tersangka

Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko mengaku mengetahui OTT yang dilakukan KPK terhadap Kabasarnas melalui media. Dia kemudian mengirim tim ke KPK untuk melakukan koordinasi terkait kasus yang menyeret dua prajurit aktif itu.

ADVERTISEMENT

"OTT ini terus terang kami dapat dari berita media. Jadi setelah mendapat berita tersebut, kami langsung mengirim tim untuk merapat ke KPK untuk berkoordinasi untuk yang bertentangan dalam hal ini Letkol ABC sudah berada di sana," kata Agung Handoko dalam jumpa pers di Mabes TNI, Jumat (28/7).

Agung mengatakan KPK melakukan gelar perkara dan menyatakan semua pihak yang diduga terlibat kasus suap proyek di Basarnas ditetapkan sebagai tersangka. Tim Puspom TNI kemudian menyampaikan keberatan karena ada anggota TNI di mana penegakan hukum militer memiliki mekanismenya sendiri.

"Dari tim kami terus terang keberatan itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya yang militer, karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri," ujarnya.

Agung menegaskan TNI harus mengikuti aturan yang berlaku dalam penegakan hukum. Dia mengatakan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono juga selalu menegaskan prajurit yang bersalah akan dihukum.

"Namun, pada saat press conference, statement itu keluar bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas Marsdya HA ditetapkan sebagai tersangka. Nah, di sini mulai bergulir berita-berita di media dan pada intinya, kami seperti apa yang disampaikan Panglima, sebagai TNI harus mengikuti ketentuan hukum dan taat pada hukum, itu tak bisa ditawar. Dan bisa kita lihat, siapa pun personel TNI yang bermasalah selalu ada punishment," ucapnya.

KPK kemudian menyerahkan Letkol Afri kepada Puspom TNI setelah 1x24 jam dengan status tahanan. Namun, Puspom TNI tak bisa langsung melakukan proses hukum.

"Setelah kejadian tersebut, setelah hasil pemeriksaan 1x24 jam sesuai dengan ketentuan, Letkol ABC baru diserahkan kepada kami dengan status oleh KPK sebagai tahanan. Terus terang saat itu kami sampaikan kami belum melaksanakan proses hukum sama sekali, karena dasar kami melaksanakan proses hukum adalah laporan polisi," ucapnya.

Selain itu, Kababinkum TNI Laksda Kresno Buntoro juga menjelaskan soal aturan proses hukum di militer. Dia mengatakan aturan hukum terhadap prajurit sudah tertera secara jelas dalam Undang-Undang.

"Jadi pada intinya tak ada prajurit TNI yang kebal hukum, semua tunduk pada aturan hukum," kata Kresno.

Baca permintaan maaf KPK di halaman berikutnya...

KPK Ngaku Khilaf dan Minta Maaf

KPK mengakui ada kekeliruan dan kekhilafan penyidiknya dalam penanganan kasus dugaan korupsi Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfian (HA) dan Korsmin Kabasarnas RI Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC). KPK pun menyampaikan permohonan maaf kepada TNI.

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan, bahwasanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK. Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur ada 4 lembaga peradilan, peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama," kata Johanis Tanak, di KPK, Jumat (28/7).

Johanis menegaskan tindak pidana yang dilakukan anggota TNI sejatinya ditangani khusus oleh TNI. Dia pun menyampaikan permohonan maaf ke Panglima TNI.

"Di sini ada kekeliruan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat sudah menyampaikan teman-teman TNI sekiranya bisa disampaikan ke Panglima TNI atas kekhilafan ini mohon dimaafkan," katanya.

Di sisi lain, Johanis berharap kerja sama antara KPK dan TNI dapat semakin baik. Dia juga mengatakan TNI memiliki kewenangan dalam tindak pidana terkait perikanan.

"Dalam konteks tentang perikanan, TNI juga aparat penyidik dalam penanganan perkara perikanan. Oleh karena itu, kami dari jajaran lembaga pimpinan KPK beserta jajaran sudah menyampaikan permohonan maaf melalui pimpinan dan Puspom untuk disampaikan ke Panglima," kata dia.

Untuk diketahui, KPK menetapkan Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) sebagai tersangka kasus suap proyek pengadaan alat deteksi korban reruntuhan. Henri Alfiandi melalui orang kepercayaannya, Korsmin Kabasarnas RI Afri Budi Cahyanto (ABC) diduga menerima suap senilai Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek sejak 2021.

"Dari informasi dan data yang diperoleh Tim KPK, diduga HA bersama dan melalui ABC diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK, seperti dikutip dari detikNews, Rabu (26/7).

Selain Henri Alfiandi, KPK juga menetapkan 4 tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka ialah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Dirut PT Intertekno Grafika Sejati, (IGK) Marilya (MR), Dirut PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil (RA), dan Korsmin Kabasarnas RI Afri Budi Cahyanto (ABC).

Adapun para terduga pemberi suap yaitu Mulsunadi Gunawan, Marilya dan Roni Aidil disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Halaman 2 dari 2
(hsr/afs)

Hide Ads