Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi diduga mengakali sistem lelang elektronik di Basarnas untuk mengatur pemenang proyek sesuai kesepakatan fee 10 persen. Henri pun membantah dan menyebut apa yang disampaikan KPK tidak benar.
"Nggak bener ini, sama sekali bukan," kata Henri dilansir dari detikNews, Kamis (27/7/2023).
Namun Henri mengaku tidak mau banyak berkomentar terkait hal tersebut. Dia mengatakan akan menjelaskan semuanya kepada penyidik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan di sini saya akan counter," kata Henri.
Henri tak ingin isu terkait kasus yang menjeratnya semakin liar. Dia mengaku apa yang terjadi akan jelas karena semua tercatat dengan rapi.
"Saya khawatir makin liar. Biarkan opini saya seperti itu. Kelak laporan saya ke pihak penyidik akan jelas untuk apa saja semua dana yang terkumpulkan, kan tercatat rapi," tambah Henri.
Kabasarnas Disebut Akali Sistem Lelang
KPK menetapkan Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan proyek. KPK menyampaikan sistem lelang elektronik di Basarnas telah diakali demi mengatur pemenang proyek sesuai kesepakatan fee 10 persen bagi Henri.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata awalnya menjelaskan Basarnas telah menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sejak 2021. Dia menyebut LPSE itu bisa diakses oleh umum.
Kemudian pada 2023, Basarnas membuka tender proyek pengadaan sejumlah peralatan untuk pencarian dan pertolongan. Di antaranya pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai Rp 9,9 miliar, pengadaan public safety diving equipment senilai Rp 17,4 miliar, dan pengadaan remotely operated vehicle (ROV) untuk KN SAR Ganesha senilai Rp 89,9 miliar.
Alexander mengatakan akal-akalan lelang elektronik dimulai dari pendekatan personal oleh Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil, kepada Henri selaku Kabasarnas dan Letkol Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kabasarnas, yang juga orang kepercayaan Henri.
"Dalam pertemuan ini, diduga terjadi deal pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh HA (Henri Alfiandi)," ujar Alexander dalam konferensi pers di gedung KPK, Rabu (26/7).
Lebih lanjut Alexander mengatakan Henri diduga menyatakan siap mengatur agar perusahaan Mulsunadi, Marilya, dan Roni memenangi tender tiga proyek tersebut. Alexander juga menjelaskan modus yang dilakukan agar tender itu bisa diatur.
Tiga pengusaha itu disebut mendekati pejabat terkait di Basarnas. Setelah itu, mereka disebut memasukkan penawaran mendekati harga perkiraan sendiri (HPS) masing-masing proyek seperti yang tertera di dalam LPSE.
"Mengenai desain dan pola pengondisian pemenang tender di internal Basarnas sebagaimana perintah HA di antaranya sebagai berikut, MG (Mulsunadi Gunawan), MR (Marilya), dan RA (Roni Aidil) melakukan kontak langsung dengan PPK satker terkait. Nilai penawaran yang dimasukkan hampir semuanya mendekati nilai HPS," ucapnya.
KPK kini telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap di Basarnas. Berikut daftarnya:
Tersangka pemberi
1. Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan
2. Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya
3. Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil
Tersangka penerima
1. Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi
2. Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto
Henri dan Afri diduga telah menerima suap Rp 999,7 juta dari Mulsunadi dan Rp 4,1 miliar dari Roni. Selain itu, Henri dan Afri diduga telah menerima suap total Rp 88,3 miliar dari sejumlah vendor sejak 2021 hingga 2023.
(asm/ata)