Ahli Jelaskan Penyebab Pembagian Laba PDAM Makassar Rugikan Negara Rp 20 M

Sidang Kasus Korupsi Rp 20 M PDAM Makassar

Ahli Jelaskan Penyebab Pembagian Laba PDAM Makassar Rugikan Negara Rp 20 M

Rasmilawanti Rustam - detikSulsel
Kamis, 22 Jun 2023 21:28 WIB
Sidang dugaan kasus korupsi Rp 20 miliar PDAM Makassar. detikSulsel/Rasmilawanti Rustam
Foto: Sidang dugaan kasus korupsi Rp 20 miliar PDAM Makassar. detikSulsel/Rasmilawanti Rustam
Makassar -

Auditor BPKP Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) Zainudin diperiksa sebagai saksi ahli dalam lanjutan sidang dugaan kasus korupsi Rp 20 miliar PDAM Makassar. Ahli mengungkap alasan mengapa pembagian laba PDAM Makassar justru merugikan negara.

Zainuddin diperiksa sebagai saksi di Ruangan Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (22/6/2023). Jaksa awalnya meminta ahli yang juga terlibat dalam perhitungan kerugian negara di kasus dugaan korupsi PDAM Makassar.

"Pernah dimintai audit kejaksaan?" tanya jaksa di persidangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zainuddin mengakui terlibat dalam tim yang mengaudit kerugian negara pada dugaan kasus korupsi PDAM Makassar.

"Pernah, terkait kerugian negara kasus korupsi tantiem dan bonus pegawai PDAM Makassar 2017-2019," jawab Zainuddin.

ADVERTISEMENT

Jaksa lantas menanyakan hasil perhitungan kerugian negara yang diaudit oleh Zainuddin. Ahli pun menjawab kerugian negara dalam kasus tersebut Rp 20 miliar lebih.

"Yang diminta kejaksaan kami menemukan kerugian sebesar Rp 20 miliar lebih," jawab ahli.

Dalam persidangan, ahli juga diminta menjelaskan penyebab kebijakan pembagian laba PDAM Makassar justru menimbulkan kerugian keuangan negara.

Ahli menjelaskan bahwa PDAM memiliki akumulasi kerugian sejak awal berdirinya. Dengan demikian, laba yang diperoleh PDAM Makassar pada periode tahun tertentu tidak dapat dikatakan sebagai laba murni, tapi ahli menggunakan istilah laba yang ditahan mengingat perlunya membayar atau mengurangi akumulasi kerugian sejak berdirinya PDAM Makassar.

"Di dalam pertumbuhan tahun berjalan PDAM perusahaan itu membuat neraca dengan dicantumkan laba rugi tahun berjalan dan mencantumkan laba ditahan. Dan di tahun berikutnya setelah ditutup di 31 Desember tahun berjalan, pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya maka dibuat jurnal itu. Jadi tadinya yang didapat tindakan dari tahun berikutnya. Jadi saat itu laba rugi," kata ahli.

Ahli mengatakan laba yang diperoleh PDAM Makassar sejauh ini tidak lebih besar dari akumulasi kerugian PDAM Makassar sejak perusahaan berdiri. Sehingga meskipun PDAM Makassar mencatat laba bersih pada tahun tertentu, tetap saja laba tersebut belum mampu menutupi akumulasi kerugian perusahaan dari tahun-tahun sebelumnya.

"Sehingga posisi pada tahun berikutnya itu sudah bukan jadi laba tahun berjalan, tapi masih laba ditahan. Kebetulan PDAM itu kan dari tahun 2017, laba ditahannya itu mines atau rugi," lanjut ahli.

Jaksa kemudian menanyakan jumlah akumulasi kerugian hingga saldo akhir keuangan PDAM saat itu.

"Pada saat saudara melakukan perhitungan, itu apakah saudara mengetahui berapa jumlah akumulasi kerugian, berapa laba berjalan yang didapatkan dengan posisi saldo akhir dari keuangan PDAM?" tanya jaksa.

Saksi lalu menjawab jumlah kerugian PDAM mulai dari tahun 2016 hingga sisa saldo akhir tahun 2019. Menurut ahli, PDAM Makassar masih mencatatkan kerugian Rp 47 miliar pada tahun 2019.

"Jadi 2016 itu, akumulasi kerugian itu masih Rp 90 (miliar). Terus 2017 kalau tidak salah (ada) keuntungan, (tapi) masih ada akumulasi Rp 59 (miliar). Terus 2018 ada keuntungan Rp 80 miliar tapi malah naik jadi Rp 72 (miliar) akumulasi kerugian. Di tahun 2019 memperoleh keuntungan Rp 38 miliar, saldo kerugiannya Rp 47 (miliar). Jadi angka (itu) kami peroleh dari laporan KAP (kantor akuntan publik)" jelas ahli.

Ahli mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 menjelaskan bahwa jika terjadi kerugian di tahun tertentu maka kerugian itu tetap dicatat sebagai kerugian perusahaan pada tahun berikutnya. Sementara pemerintah sebelumnya melakukan pembagian laba PDAM Makassar berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 1974.

"Pasal 104 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 pernyataan jika perhitungan dalam tahun itu menunjukkan adanya kerugian yang tidak dapat ditutupi dengan dana cadangan, kerugian tersebut tetap dicatat dalam kerugian perusahaan daerah dan dianggap tidak mendapat laba selama kerugian tersebut belum seluruhnya tertutupi sehingga dengan saldo kredit tadi, pada setelah dipindahkan ke pemerintahan," kata ahli.




(hmw/nvl)

Hide Ads