Sejumlah emak-emak di Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar unjuk rasa penolakan aktivitas tambang lantaran mencemari air bersih. Tiga dari total empat sumber air bersih di wilayah itu dilaporkan sudah tercemar.
Unjuk rasa emak-emak berlangsung di depan gedung DPRD Konawe Kepulauan, Rabu (7/6/2023) pukul 11.30 Wita hingga pukul 13.00 Wita. Unjuk rasa yang semula tampak normal berujung keributan.
Pasalnya, emak-emak peserta berupaya menerobos ke lingkungan kantor DPRD Konawe Kepulauan dan aksi mereka langsung diadang anggota Satpol PP wanita. Beruntung insiden saling dorong tidak berlangsung lama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Massa aksi yang tak mendapat respons dari anggota DPRD lantas bergerak ke kantor Bupati Konawe Kepulauan untuk menyampaikan aspirasinya.
Peserta aksi bernama Taity mengatakan total ada 50 emak-emak yang terlibat unjuk rasa. Para peserta aksi berasal dari Desa Bahaba, Teporoko, Roko-Roko, Dompo-Dompi dan Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Konkep.
"Total massa sekitar 50-an orang. Tuntutan massa aksi terkait persoalan RT RW (perusahaan tambang) dan pencemaran air bersih warga. Dugaan keras kita akibat itu (perusahaan tambang)" kata Taity kepada detikcom, Rabu (7/6).
Taity menerangkan masyarakat yang berasal dari lima desa lokasi pertambangan mulai kesulitan air bersih sejak satu bulan lalu. Suplai air bersih dari sumber mata air di desa tersebut hanya menyisakan satu sumber mata air.
"Sudah mau hampir satu bulan belum ada mata air yang pulih. Di sana itu ada 4 mata air, 3 sudah tercemar dan tinggal satu (yang bertahan)," ungkapnya.
Dia menggambarkan kondisi air bersih di area pertambangan tersebut berubah warna menjadi kuning kemerahan. Bahkan tidak sebagian sumber mata air yang menyuplai air bersih ke rumah warga berubah menjadi lumpur.
"Jadi sekarang dugaan besar dari GKP karena hujan menimbulkan pencemaran air bersih menjadi lumpur. Airnya sudah warna kuning kemerahan," tegasnya.
Ia bahkan menegaskan sebelum perusahaan tambang di wilayah mereka hadir, sumber air masyarakat setempat tidak begitu mengkhawatirkan. Namun saat ini air hujan pun tidak layak untuk digunakan sehari-sehari.
"Dulu itu sebelum ada perusahaan walaupun hujan dia tercemar (air keruh) memang tapi langsung selesai. Sekarang sudah tidak lagi," pungkasnya.
(afs/hmw)