Polisi menyebut kasus ABG berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo) Sulawesi Tengah (Sulteng) adalah kasus persetubuhan anak di bawah umur, bukan pemerkosaan. Para pelaku pun dijerat pasal persetubuhan anak yang hukumannya lebih berat dari pemerkosaan.
Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho mengatakan para pelaku dijerat UU Perlindungan Anak UU Nomor 17 Tahun 2016 perubahan UU 23 Tahun 2002 yang diubah dalam UU 25 Tahun 2014, Pasal 81 ayat 2. Menurut Agus, pelaku persetubuhan anak ini terancam hukuman 15 tahun penjara.
"Ancaman pidananya di dalam Pasal 81 ayat 2 tersebut jelas dan tegas ancaman pidana minimalnya 5 tahun, ancaman pidana maksimalnya 15 tahun. Ini lebih berat daripada Pasal 285 KUHP yang ancaman hukumannya hanya 12 tahun maksimalnya," ujar Agus dalam jumpa pers di Polda Sulteng, Rabu (31/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus menyampaikan, kasus persetubuhan ABG ini terungkap pada 25 Januari 2023. Kasus ini dilaporkan oleh orang tua korban dengan kasus persetubuhan anak di bawah umur.
"Perkara ini pertama kali kita tangani sejak dilaporkannya ke Polres Parigi Moutong pada tanggal 25 Januari 2023 yang lalu. Dalam laporan tersebut pelapor yang merupakan orang tua atau ibu kandung dari korban melaporkan tentang adanya persetubuhan terhadap anak di bawah umur, terhadap anak kandungnya yang masih di bawah umur, karena pada saat dilaporkan atau pada saat kejadian di bulan April yang lalu usia korban masih berusia 15 tahun 3 bulan," jelas Agus.
Lebih lanjut, Agus mengatakan korban mengaku telah disetubuhi oleh 11 orang pelaku secara sendiri-sendiri di waktu dan tempat yang berbeda dalam kurun waktu 10 bulan, sejak April 2022 hingga Januari 2023.
"Dari pemeriksaan pun sudah jelas dan tegas bahwa tindak pidana ini dilakukan berdiri sendiri-sendiri, tidak dilakukan secara bersama-sama," imbuhnya.
Kapolda Sulteng Tegaskan Bukan Kasus Pemerkosaan
Agus menyebut kasus ABG di Parimo adalah persetubuhan anak bukan pemerkosaan. Agus mengatakan diksi itu mengacu pada aturan hukum yang berlaku.
"Untuk diketahui bersama bahwa kasus yang terjadi bukanlah perkara atau kasus pemerkosaan ataupun rudapaksa apalagi sebagaimana kita maklumi bersama beberapa waktu yang lalu ada yang menyampaikan pemerkosaan yang dilakukan oleh 11 orang secara bersama-sama, saya ingin meluruskan penggunaan istilah itu," ujar Agus.
Agus menjelaskan alasan dia mengganti istilah 'pemerkosaan' menjadi 'persetubuhan' anak. Hal tersebut karena mengacu pada aturan hukum yang berlaku.
"Mengapa? Karena apabila kita mengacu pada istilah pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 KUHP ini secara jelas dinyatakan bahwa unsur yang bersifat konstitutif di dalam kasus pemerkosaan adalah adanya tindakan kekerasan atau pun ancaman kekerasan, memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengannya di luar perkawinan," tegasnya.
Simak Kronologi Gadis ABG Disetubuhi 10 Tersangka di halaman selanjutnya...
Kronologi Gadis ABG Disetubuhi 10 Tersangka
Irjen Agus Nugroho lantas mengungkapkan kronologi gadis ABG 15 tahun di Parimo, Sulteng disetubuhi 10 tersangka. Korban dan 10 tersangka pada awalnya saling mengenal.
"Jadi kalau dikatakan apakah antarpelaku saling mengenal, saling mengenal. Dengan korban saling mengenal? Saling mengenal, clear ya," kata Agus Nugroho dalam jumpa pers di Polda Sulteng, Rabu (31/5).
Agus mengatakan para pelaku saling mengenal karena biasa berkumpul di bekas rumah adat tempat korban bekerja sebagai pelayan memasak makanan. Korban digaji oleh salah satu tersangka berinisial ARH yang merupakan ASN guru SD.
Kemudian korban bersetubuh dengan pria berinisial F yang saat itu merupakan pacarnya. Korban saat itu mau menerima ajakan F untuk bersetubuh karena diimingi uang oleh F.
"Korban mau mengikuti keinginan saudara F karena diiming-imingi dengan sejumlah uang tertentu sehingga korban melakukan," jelasnya.
Lebih lanjut, Agus menerangkan F lantas menceritakan ke orang lain. Hal tersebut pun sampai ke telinga pelaku lainnya yang juga ingin menyetubuhi korban.
"Celakanya saudara F yang sebelumnya pacar dari korban menginformasikan hal ini kepada teman-temannya yang lain yang biasa mangkal di bekas rumah adat tersebut, (korban) bisa dibayar dengan uang," terang Agus.
Pelaku lainnya pun mulai mendekati korban dengan iming-iming memberi imbalan. Bahkan salah satu pelaku mengaku siap bertanggung jawab jika korban sampai hamil.
"Ada yang akan memberikan sebuah handphone, ada yang memberikan baju, ada yang bahkan sampai berani mengatakan seandainya korban hamil, dia siap bertanggungjawab menikahinya," jelas Agus.
Agus memastikan tidak ada transaksi seperti prostitusi dalam kasus ini. Para pelaku menyetubuhi korban karena ada komunikasi.
"Jadi tidak ada diperjualbelikan, tidak ada, hanya saling menginformasikan ya kepada antar sesama pelaku," pungkasnya.
Adapun ke-11 orang itu adalah:
1. HR alias Pak Kades berusia 43 tahun, salah satu kades di wilayah Kabupaten Parigi Moutong
2. ARH alias Pak Guru berusia 40 tahun, dia adalah seorang ASN, seorang guru SD
3. RK alias A berusia 47 tahun, wiraswasta
4. AR alias R berusia 26 tahun, petani
5. MT alias E berusia 36 tahun, tidak memiliki pekerjaan
6.FN berusia 22 tahun, mahasiswa
7. K alias DD, 32 tahun, petani
8. AW yang sampai saat ini masih buron
9. AS ini pun sama sampai saat ini masih buron
10. AK yang sampai saat ini masih buron
11. NPS yang berprofesi sebagai anggota Polri, sampai saat ini masih dalam pemeriksaan, belum menjadi tersangka dalam kasus ini.