2 Poin Eksepsi Adik Mentan Haris YL Lawan Dakwaan Korupsi PDAM Rp 20 M

Kota Makassar

2 Poin Eksepsi Adik Mentan Haris YL Lawan Dakwaan Korupsi PDAM Rp 20 M

Rasmilawanti Rustam - detikSulsel
Selasa, 23 Mei 2023 07:00 WIB
Haris Yasin Limpo berompi warna pink saat ditahan Kejati Sulsel.
Foto: Haris Yasin Limpo berompi warna pink saat ditahan Kejati Sulsel. Dokumen Istimewa.
Makassar -

Adik Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo membacakan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan korupsi PDAM Makassar Rp 20,3 miliar. Haris mengungkapkan dua poin eksepsi untuk melawan dakwaan jaksa penuntut umum.

Haris membacakan eksepsi di Ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (22/5/2023). Terdakwa Haris mengungkap adanya jebakan gratifikasi dan kerugian negara asumsi jaksa dalam eksepsinya.

Dirangkum detikSulsel, Selasa (23/5/2023), berikut 2 poin eksepsi terdakwa Haris di PN Makassar:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Hanya Asumsi

Haris menyebut bahwa kerugian negara terkait kasus korupsi PDAM Makassar sebesar Rp 20,3 M kabur alias hanya bersifat asumsi penuntut umum. Dia mengatakan jaksa tidak menyatakan dengan pasti berapa jumlah kerugian keuangan negara yang timbul akibat perbuatannya.

"Dengan demikian kekaburan jumlah kerugian terdakwa tersebut hanya bersifat asumsi yang tidak dapat dibenarkan dalam konteks kerugian," ujarnya di persidangan.

ADVERTISEMENT

Haris menjelaskan bahwa asuransi dwiguna jabatan sebesar Rp 1.123.619.868 atau sekitar Rp 1,1 M seharusnya tidak masuk dalam total kerugian negara Rp 20,3 M seperti dakwaan jaksa. Pasalnya dia mengaku dirinya tidak pernah mengusulkan asuransi dwiguna tersebut selama menjabat.

"Maka jumlah kerugian keuangan negara dalam dakwaan tersebut pembayaran tantiem dan bonus/jasprod adalah sebesar Rp 19.194.992.107 (sekitar Rp 19,1 M)," kata Haris.

Bahkan dia juga mengaku dari total kerugian negara yang seharusnya Rp 19,1 M tidak semua pengusulan bonus dilakukan oleh dirinya. Dia mengaku hanya melakukan pengusulan pembayaran tantiem dan bonus atau jasprod pada tahun 2017.

"Terdakwa hanya melaksanakan pengusulan atau permohonan pembagian laba in casu dana tantiem dan bonus jasprod pada pembagian tantiem dan bonus untuk periode tahun 2017," katanya.

Lebih lanjut, terdakwa merincikan bahwa pihaknya hanya mengusulkan pembayaran tantiem 2017 dengan nilai sekitar Rp 3,9 miliar, pembayaran jasa produksi sekitar Rp 7,4 miliar.

"Sehingga terdapat selisih Rp 7.852.713.215 miliar (selisih sekitar Rp 7,4 miliar kerugian negara) yang didakwakan kepada terdakwa, namun faktualnya bukan lah perbuatan terdakwa," ungkapnya.

Baca selengkapnya di halaman berikutnya...

2. Haris Ungkap Jebakan Gratifikasi oleh Oknum Auditor BPK

Haris mengungkap adanya jebakan gratifikasi yang dilakukan oknum auditor BPK Wahid Ikhsan Wahyuddin dan timnya. Namun Haris menegaskan jajaran Direksi PDAM Makassar tidak termakan jebakan itu.

Direksi PDAM Makassar mengungkap jebakan gratifikasi terjadi saat Wahid Ikhsan Wahyuddin dan rekannya pada 2018 silam. Haris mengatakan bahwa mereka mengaudit pembayaran dividen, tantiem, bonus pegawai hingga penggunaan kas PDAM Makassar untuk pembayaran dana pensiun.

Haris pada saat itu dirinya yang menjabat sebagai Direktur Utama PDAM Makassar berselisih paham dengan auditor BPK Wahid soal kedudukan hukum PDAM Makassar. Haris mengaku menjelaskan kepada Wahid bahwa PDAM Kota Makassar belum berbentuk perusahaan umum daerah.

"Namun Wahid dan kawan-kawan justru menanggapinya secara lisan dengan berucap kata-kata aneh 'tidak masalah kalau Direksi PDAM mau mengerti'," ujar Haris.

Pernyataan Wahid saat itu dinilai aneh oleh jajaran Direksi PDAM Makassar. Pada saat itulah jajaran direksi menilai pernyataan Wahid tersebut adalah jebakan agar direksi melakukan gratifikasi.

"Kata-kata itu dianggap aneh bisa saja diartikan jebakan untuk melakukan gratifikasi, maka Direksi PDAM tidak menanggapinya lebih lanjut," katanya.

Belakangan auditor BPK mengungkap terjadi kerugian negara di PDAM Makassar. Namun terdakwa menuding laporan BPK terkait kerugian negara di PDAM Makassar itu laporan 'sampah'.

Haris kemudian mengaku keberatan dengan proses pemeriksaan di Kejati Sulsel yang tiba-tiba menjadikannya sebagai tersangka. Padahal dia awalnya hanya dipanggil sebagai saksi.

"Proses penyelidikan tersebut awalnya terdakwa masih diperiksa sebagai saksi tetapi sekonyong-konyongnya pada hari yang sama ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan," katanya.

Diketahui, auditor BPK Wahid Ikhsan Wahyuddin yang disebut oleh Haris saat ini juga terjerat kasus dugaan suap Rp 2,9 miliar oleh sejumlah kontraktor pekerja proyek di Lingkup Dinas PUTR Sulsel. Wahid dikenai hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

Halaman 2 dari 2
(hmw/hsr)

Hide Ads