Bacakan Eksepsi, Adik Mentan Haris YL Ungkap Jebakan Gratifikasi Auditor BPK

Sidang Kasus Korupsi PDAM Makassar Rp 20 M

Bacakan Eksepsi, Adik Mentan Haris YL Ungkap Jebakan Gratifikasi Auditor BPK

Rasmilawanti Rustam - detikSulsel
Senin, 22 Mei 2023 16:24 WIB
Haris Yasin Limpo berompi warna pink saat ditahan Kejati Sulsel.
Foto: Haris Yasin Limpo berompi warna pink saat ditahan Kejati Sulsel. Dokumen Istimewa.
Makassar -

Terdakwa kasus dugaan korupsi PDAM Makassar dengan kerugian negara Rp 20 miliar, Haris Yasin Limpo mengungkap jebakan gratifikasi saat oknum auditor BPK RI melakukan audit pada 2018 silam. Namun adik dari Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo itu mengaku dirinya dan jajaran Direksi PDAM Makassar enggan terjebak saat itu.

Hal tersebut diungkapkan oleh Haris saat membacakan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan korupsi Rp 10 M dari jaksa penuntut umum di Ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (22/5/2023). Terdakwa Haris mengikuti persidangan secara virtual.

"Masalah ini diawali dengan adanya pernyataan pemeriksa BPK RI Perwakilan Sulsel tahun 2018," ujar Haris di persidangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Haris mengatakan auditor BPK yang melakukan audit pada 2018 silam adalah Wahid Ikhsan Wahyuddin. Haris dan sejumlah rekannya mengaudit pembayaran dividen, tantiem, bonus pegawai hingga penggunaan kas PDAM Makassar untuk pembayaran dana pensiunan pegawai.

Menurut Haris, dia yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PDAM Makassar mengaku terlibat perbedaan pendapat dengan auditor BPK Wahid, termasuk soal kedudukan hukum PDAM Makassar. Haris mengatakan saat itu dia menjelaskan kepada Wahid dan timnya bahwa PDAM Makassar saat itu belum berbentuk perusahaan umum daerah.

ADVERTISEMENT

"Namun Wahid dan kawan-kawan justru menanggapinya secara lisan dengan berucap kata-kata aneh 'tidak masalah kalau Direksi PDAM mau mengerti'," ujar Haris.

Haris mengaku jajaran Direksi PDAM Makassar saat itu menilai pernyataan Wahid saat itu aneh. Dia juga menilai pernyataan itu sebagai jebakan agar direksi melakukan gratifikasi.

"Kata-kata itu dianggap aneh bisa saja diartikan jebakan untuk melakukan gratifikasi, maka Direksi PDAM tidak menanggapinya lebih lanjut," katanya.

Belakangan auditor BPK mengungkap terjadi kerugian negara di PDAM Makassar. Oleh sebab itu Haris mengaku langsung berkonsultasi dengan BPK.

"Maka terdakwa bersama Direksi PDAM lainnya melakukan konsultasi dengan BPK di Jakarta, dengan kembali menjelaskan pemahaman mereka mengenai perbedaan rezim hukum yang mengikat PDAM seperti di atas," katanya.

Terdakwa menuding laporan BPK terkait kerugian negara di PDAM Makassar sebagai laporan sampah. Dia juga menyinggung proses pemeriksaan di Kejati Sulsel yang tiba-tiba menjadikannya sebagai tersangka.

"Proses penyelidikan tersebut awalnya terdakwa masih diperiksa sebagai saksi tetapi sekonyong-konyongnya pada hari yang sama ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan," katanya.

Diketahui, auditor BPK Wahid Ikhsan Wahyuddin yang disebut oleh Haris saat ini juga terjerat kasus dugaan suap Rp 2,9 miliar oleh sejumlah kontraktor pekerja proyek di Lingkup Dinas PUTR Sulsel. Wahid dikenai hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

Haris dan mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar Irawan Abadi sebelumnya didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 20.318.611.975.

"Telah melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu mengusulkan pembagian laba yang kemudian membayarkan tantiem dan bonus/jasa produksi serta pembayaran asuransi dwiguna jabatan Walikota dan Wakil Walikota," demikian dakwaan jaksa penuntut umum di persidangan, Senin (15/5).

Penuntut umum menilai Haris dan Irawan Abadi telah melakukan perbuatan tersebut secara berturut-turut setidaknya lebih dari satu kali.

Adapun tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa, yakni penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus atau jasa produksi tahun buku 2017 sampai dengan 2019.

"Dan Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Walikota Dan Wakil Walikota,Tahun 2016 sampai dengan 2018 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan," ujar jaksa.




(hmw/sar)

Hide Ads