Vonis Bebas Terdakwa Pelanggaran HAM Berat Paniai yang Dituntut 10 Tahun Bui

Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai

Vonis Bebas Terdakwa Pelanggaran HAM Berat Paniai yang Dituntut 10 Tahun Bui

Tim detikcom - detikSulsel
Jumat, 09 Des 2022 05:00 WIB
Terdakwa pelanggaran HAM berat Paniai Mayor Infanteri Isak Sattu saat divonis bebas di PN Makassar.
Foto: Dokumen Istimewa.
Makassar -

Mantan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu divonis bebas dalam perkara pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Papua Tengah. Terdakwa Isak sebelumnya dituntut 10 tahun penjara.

Sidang vonis tersebut berlangsung di Ruang Bagir Manan, Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Kamis (8/12/2022). Vonis bebas terdakwa dibacakan langsung oleh ketua majelis hakim Sutisno.

1. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Sidang dakwaan kasus pelanggaran HAM berat Paniai pertama kali digelar pada Rabu (21/9) lalu. Isak Sattu saat itu didakwa bersalah atas kasus tewasnya 4 orang dan 10 orang lainnya luka-luka di Kabupaten Paniai pada 2014 lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terdakwa Isak dinyatakan terlibat pelanggaran HAM berat karena membiarkan anggota Koramil 1705-02/Enarotali melakukan penembakan ke arah massa dan juga melakukan pengejaran serta penikaman dengan menggunakan sangkur di kawasan Pondok Natal Gunung Merah pada Senin 8 Desember 2014.

"Padahal terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu yang mempunyai kewenangan secara efektif bertindak sebagai komandan militer dalam hubungannya dengan bawahannya tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan tindakan anggota yang melakukan penembakan dan kekerasan sehingga mengakibatkan 4 orang mati," ujar tim Jaksa Penuntut Umum Kejagung RI yang dipimpin Erryl Prima Putra Agoes.

ADVERTISEMENT

Oleh sebab itu, tim jaksa penuntut umum meyakini terdakwa Mayor Purnawirawan Isak Sattu melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," kata Jaksa Erryl.

2. Terdakwa Tak Eksepsi

Dakwaan jaksa tersebut tak membuat terdakwa mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Hakim saat itu menanyakan sikap terdakwa atas dakwaan jaksa.

Hal itu disampaikan oleh tim kuasa hukum terdakwa Syahril Cakkari.

"Tidak mengajukan yang mulia," ujar Syahril Cakkari, selaku ketua tim kuasa hukum terdakwa.

3. Amnesty International Pertanyakan Pelaku Lain

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid sempat memantau jalannya sidang dakwaan pada September 2022 lalu. Usman saat itu mempertanyakan pelaku lain.

Usman menilai banyak dakwaan jaksa yang terputus atau tidak lengkap, salah satunya karena tak diungkapkannya pelaku yang diduga telah menganiaya anak-anak.

"Banyak (dakwaan terputus). Terutama dari segi siapa yang melakukan penganiayaan terhadap anak-anak itu. Siapa? Kan itu harus dibuktikan lebih dahulu. Kenapa pasalnya tidak digunakan?," ujar Usman Hamid usai persidangan.

Dia mengatakan dakwaan jaksa penuntut umum mengungkapkan adanya peristiwa penganiayaan yang dilakukan aparat TNI AD pada 7 Desember 2014. Peristiwa ini berlanjut ke kasus penembakan pada tanggal 8 Desember 2014.

Namun peristiwa penganiayaan itu tak diurai secara lengkap dalam dakwaan jaksa penuntut umum. Oleh sebab itu Usman Hamid menilai hal itu menjadi hal yang harus terungkap dalam persidangan nantinya.

"Jadi begini ada penganiayaan di tanggal 7 itu dan ada penembakan tanggal 8 itu kan. Yang hari pertama itu kalau enggak salah hanya menyebabkan luka fatal, tetapi tidak berakibat kematian. Terus siapa pelakunya? Itu tidak ada, kurang, kosong lah. Ada celah kosong yang harus diisi di dalam persidangan berikutnya," kata Usman Hamid.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

4. Bermula dari Penganiayaan Sadis 8 Anak

Terungkap di persidangan, kasus HAM Paniai berawal dari penganiayaan sadis 8 orang anak. Kasus penganiayaan sadis itu diungkapkan oleh mantan Kepala Distrik Paniai Timur Pius Gobay saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (6/10).

Pius Gobay mengungkapkan penganiayaan sadis itu terjadi di kawasan Pondok Natal Gunung Merah, Paniai Timur pada Minggu, 7 Desember 2014 silam. Penganiayaan itu tepatnya terjadi sekitar pukul 20.00 WIT.

Menurut Pius Gobay, dirinya menerima laporan terkait penganiayaan itu dari anaknya, Mia Gobay atau Marselina Gobay. Berdasarkan laporan dari anaknya diketahui bahwa para korban dianiaya dengan cara dipukul dan ditendang.

Pius Gobay mengaku saat itu dirinya langsung mengantar para korban melapor ke polisi. Namun menurut saksi, tidak ada permintaan keterangan kepada korban dari kepolisian waktu itu.

"(Total korban) Anak muda sekitar 8. Semua dapat tendang. Yang ke rumah sakit hanya 3 orang. Benyamin, Julian, satu lagi anak saya kena. Tapi lukanya (anak saya cuma disuruh) ada ambil obat. Yang Julian itu berat. Dia belum ada sadar. Waktu itu mereka bersihkan rambut, di kepala ini benjol-benjol," kata saksi Pius.

5. Warga Geruduk Kantor Koramil

Masih dari kesaksian Pius, kasus penganiayaan sadis tersebut membuat warga melakukan blokade jalan. Namun karena di lokasi ada suara tembakan, warga lantas beralih ke Kantor Koramil di depan Lapangan Karel Gobay.

Namun Pius Gobay mengaku saat itu dirinya tak ada di lokasi saat massa dari lapangan Karel Gobay menggeruduk Kantor Koramil Enarotali. Saksi juga mengaku tak ada di lokasi saat jatuh korban jiwa akibat penembakan dan penikaman oknum Koramil.

Dirinya baru mendengar informasi atau laporan soal korban jiwa dan luka tembak setelah insiden Paniai berdarah itu terjadi.

"Yang meninggal 4 orang. Luka-luka puluhan," katanya.

6. Kondisi di Depan Koramil Memanas

Sementara itu, mantan Danton Dalmas Polres Paniai Bripka Riddo Bagaray dan Brigadir Andi Richo Amir mengatakan kelompok masyarakat yang berkumpul di depan Kantor Koramil itu menuntut agar anggota TNI bertanggung jawab dengan kejadian pada Minggu (7/12/2014) malam.

"Mereka sambil teriak sambil melempar. Mukanya dilumuri dengan lumut sambil berteriak tanggung jawab. Kami masyarakat minta tanggung jawab dari tentara," ujar Brigadir Richo menjelaskan tuntutan masyarakat saat hadir di persidangan, Rabu (28/9).

Sejumlah anggota TNI akhirnya meminta izin ke terdakwa Mayor Purnawirawan Isak Sattu untuk segera mengusir masyarakat secara cepat. Namun Mayor Isak disebut meminta anggotanya menahan diri karena dia akan meminta petunjuk pimpinan di Nabire.

"Dia (terdakwa Isak Sattu) mengatakan kembali kalau bisa tahan dulu sambil saya telepon pimpinan di Nabire, Dandim dengan senior," kata Richo.

Richo mengaku melihat terdakwa menelepon seseorang. Sementara di lain sisi, sejumlah anggota Koramil masuk ke dalam gudang dan membawa keluar senjata dan meminta izin untuk menembak.

"Anggota masuk ke dalam kantor ambil senpi senjata jadi di dalam situ, izin komandan kita pakai senjata saja," tutur Richo.

Richo lantas menegaskan bahwa terdakwa sempat melarang anggotanya untuk melakukan penembakan. Namun anggota Isak Sattu menegaskan menunggu perintah.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya..

7. Satu Warga Kena Tembak di Depan Pagar Koramil

Masih dari kesaksian Richo, anggota Koramil saat itu melepaskan tembakan peringatan saat kondisi kian tak terkendali. Saksi menyebut tembakan itu menggunakan senjata laras panjang.

Namun keadaan semakin memburuk karena massa sudah bersiap memasuki halaman Kantor Koramil. Saat itulah salah seorang anggota Provos TNI Angkatan Darat (AD) melakukan penembakan kepada seorang masyarakat.

"Akhirnya salah satu di situ yang saya lihat langsung anggota Provos mengarahkan senjata secara datar. Ada satu (masyarakat ditembak), di depan pagar. Saya tidak tahu (nama korban) yang jelas masyarakat," sambungnya.

8. Warga Ditusuk Sangkur, 1 Lainnya Kena Tembak

Richo juga menjelaskan bahwa setelah seorang anggota Koramil menembak seorang warga hingga rubuh di dekat pagar Kantor Koramil, masyarakat lainnya mundur dan anggota Koramil melakukan pengejaran.

"Mereka (masyarakat) mundur karena sudah jatuh korban. Akhirnya anggota keluar, kita keluar kejar sampai di lapangan, kejar yang lain," tutur Brigadir Richo.

Dia menjelaskan bahwa posisi kantor Koramil berdampingan dengan kantor Polsek dan Kantor Distrik alias kantor kecamatan. Di depannya terdapat sebuah lapangan yang menjadi lokasi masyarakat melarikan diri.

Namun saat pengejaran, seorang anggota Koramil bernama Jusman mendapati seorang masyarakat. Anggota Koramil itu lantas menikamnya hingga terkapar di lapangan.

"Saya ikut di Pak Jusman anggota Koramil, saya ikuti dia karena saya berdiri di dekat dia tidak sampai 1 meter," kata Richo.

"Yang bersangkutan dapat satu masyarakat di situ dia cabut pisau karena dia tidak pegang senjata. Dia cabut pisau dari sebelah kanan dan dia tikam depannya," katanya.

9. Video Kasus HAM Paniai Sempat Diputar di Persidangan

PN Makassar sempat memutarkan video soal rentetan bunyi senjata api (senpi) saat tragedi pelanggaran HAM berat di Paniai. Video itu diputarkan saat jaksa menghadirkan Ketua Dewan Adat Paniai Jhon NR Gobay sebagai saksi.

Awalnya Jaksa mengungkapkan saksi Jhon NR Gobay telah menyerahkan barang bukti berupa flashdisk. Di dalam flashdisk menurut Jaksa ada video yang menggambarkan situasi saat peristiwa Paniai berdarah itu terjadi.

"Mohon izin majelis hakim, dalam perkara ini saksi telah menyerahkan barang bukti berupa flashdisk yang isinya adalah video. Mohon izin bisa ditayangkan," ungkap jaksa.

Ketua Majelis Hakim Sutisno mempersilahkan Jaksa untuk memutar video yang dimaksud. Dari dalam video terlihat warga berbondong-bondong berjalan menuju Lapangan Karel Gobay.

Saksi Jhon NR Gobay kemudian menjelaskan letak posisi bangunan-bangunan dalam video. Dia mengatakan video diambil di dekat Polsek Paniai Timur. Menurut Jhon, setelah bangunan kantor Polsek, bangunan berikutnya adalah Kantor Distrik, baru kemudian kantor Koramil.

Jaksa sempat bertanya soal kejadian dalam video tanggal 8 Desember 2014 itu diambil pada pukul berapa. Jhon menjawab video diambil sekitar pukul sekitar pukul 09.30 WIT.

Setelah itu, dari dalam video terdengar suara rentetan tembakan senjata. Jaksa kemudian bertanya kepada Jhon, suara rentetan senjata itu berasal dari arah mana.

Jhon menyebut berdasarkan keterangan masyarakat suara tembakan berasal dari arah Polsek Paniai Timur dan Kantor Koramil. Namun ketika Jaksa bertanya dari arah mana suara tembakan pertama kali terdengar, Jhon mengaku tidak mengetahuinya.

"Saya belum mendengar tentang yang mana yang duluan," jawabnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya..

10. Terdakwa Dituntut 10 Tahun Bui

Terdakwa Isak Sattu dituntut hukuman penjara selama 10 tahun oleh jaksa penuntut umum. Tuntutan itu dibacakan jaksa pada persidangan di PN Makassar, Senin (14/11).

"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan pada pengadilan hak asasi manusia pada pengadilan kelas IA Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu oleh karenanya dengan pidana penjara selama 10 tahun," ujar jaksa.

Jaksa meyakini terdakwa sah dan meyakinkan bersalah atas tindakan Pelanggaran HAM berat di Paniai pada Desember 2014 silam. Jaksa meminta terdakwa divonis seperti diatur UU tentang Pengadilan HAM.

"Perlu divonis seperti diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b Juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, serta pasal 37," tegas jaksa.

11. Terdakwa Divonis Bebas

Pada persidangan berikutnya, Kamis (8/12), majelis hakim yang diketuai Sutisna memvonis bebas terdakwa Isak Sattu. Hakim menegaskan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan pelanggaran HAM berat di Paniai.

"Menyatakan terdakwa Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagai mana didakwakan dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua," ujar hakim Sutisno.

"Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari semua dakwaan penuntut umum," sambungnya.

Hakim kemudian meminta segala hak-hak terdakwa dipulihkan. Selanjutnya majelis hakim meminta segala barang bukti tetap dilampirkan pada berkas perkara.

"Memulihkan hak-hak terdakwa dan kemampuan, kedudukan harkat serta martabatnya," kata hakim.

Halaman 2 dari 4
(hmw/ata)

Hide Ads