Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memaparkan kronologi tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur (Jatim) yang menewaskan 131 orang. Insiden kerusuhan suporter dipicu usai 11 aparat kepolisian menembakkan 7 kali tembakan gas air mata ke arah tribun penonton.
"Terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata, ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, ke tribun utara 1 tembakan, dan ke lapangan 3 tembakan," ungkap Jenderal Sigit dalam konferensi pers, dilansir dari detikNews, Kamis (6/10/2022).
Insiden kerusuhan suporter terjadi usai Arema FC kalah atas tim tamu Persebaya dengan skor 2-3 dalam laga lanjutan Liga 1 yang digelar Sabtu (1/10) malam lalu. Sigit mengaku awal mula kericuhan mulai terjadi setelah pertandingan derby Jawa Timur tersebut berakhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di saat akhir pertandingan muncul reaksi dari suporter atau penonton terkait hasil yang ada," bebernya.
Sejumlah suporter langsung turun ke lapangan. Aparat keamanan lalu melakukan pengamanan terhadap pemain dan oficial Persebaya menggunakan 4 unit kendaraan taktis Barracuda untuk meninggalkan Stadion Kanjuruhan.
Sigit mengatakan proses evakuasi berjalan cukup lama, yakni sekitar 1 jam yang dipimpin Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat yang kini dicopot dari jabatannya. Pasalnya sempat terjadi aksi penghadangan.
"Namun demikian, semua bisa berjalan lancar. Dan evakuasi saat itu dipimpin oleh kapolres," ujarnya.
Situasi mulai tidak kondusif setelah lapangan semakin dipenuhi penonton. Sejumlah pemain Arema FC yang masih ada di lapangan turut dievakuasi.
"Seperti yang kita lihat ada yang menggunakan tameng, termasuk saat mengamankan kiper Arema FC, Saudara Aldison Marina," papar Sigit.
Situasi pun makin tidak terkendali. Sejumlah aparat kepolisian pun langsung menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton yang justru mengakibatkan kondisi semakin buruk.
"Tentu ini yang kemudian mengakibatkan para penonton, terutama yang ada di tribun yang ditembakkan panik, merasa pedih, dan kemudian berusaha segera meninggalkan arena," urai dia.
Sigit berdalih tembakan gas air mata dilakukan demi mencegah penonton turun ke lapangan semakin banyak. Namun hal tersebut membuat penonton berdesak-desakan berupaya keluar dari stadion.
"Khususnya di Pintu 3, 10, 11, 12, 13, dan 14 sedikit mengalami kendala karena ada aturan di tribun atau stadion ini ada 14 pintu. Seharusnya, 5 menit sebelum pertandingan berakhir, maka seluruh pintu tersebut seharusnya dibuka," papar Sigit.
Ternyata pintu stadion saat itu tidak dibuka sepenuhnya. Ruang bukaan pintu hanya 1,5 meter sementara penjaga pintu (steward) juga tidak berada di tempat saat penonton sudah berdesakan keluar.
Menurutnya, steward seharusnya berada di tempat selama penonton masih ada di stadion. Hal itu didasari Pasal 21 regulasi keselamatan dan keamanan PSSI.
"Kemudian terdapat besi melintang setinggi kurang lebih 5 cm yang dapat mengakibatkan penonton atau suporter menjadi terhambat pada saat harus melewati pintu tersebut, apalagi kalau pintu tersebut dilewati oleh jumlah penonton dalam jumlah banyak," pungkasnya.
Kondisi tersebut mengakibatkan terjadi penumpukan di tiap pintu stadion. Penonton atau suporter saling berhimpitan keluar menyelamatkan diri keluar stadion.
(sar/nvl)