Komnas HAM-Komnas Perempuan Dikritik gegara Dugaan Pelecehan Istri Sambo

Berita Nasional

Komnas HAM-Komnas Perempuan Dikritik gegara Dugaan Pelecehan Istri Sambo

Tim detikNews - detikSulsel
Rabu, 07 Sep 2022 07:40 WIB
Konferensi pers Komnas HAM (Anggi-detikcom)
Foto: Konferensi pers Komnas HAM (Anggi-detikcom)
Jakarta -

Komnas HAM dan Komnas Perempuan menyatakan ada dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Pernyataan Komnas HAM dan Komnas Perempuan itu lantas mendapat kritikan dari banyak pihak.

Awalnya dugaan pelecehan terhadap Putri disebut-sebut menjadi pemicu Brigadir Yosua dan Bharada Richard Eliezer saling tembak di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7). Saat itu Putri disebut berteriak karena dilecehkan Yosua dan didengar Bharada Eliezer.

Kemudian baku tembak terjadi hingga menyebabkan Yosua tewas. Dugaan pelecehan yang dilakukan Yosua itu juga dilaporkan ke polisi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun belakangan, polisi menghentikan penyidikan dugaan pelecehan terhadap Putri yang dilakukan oleh Yosua di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga. Alasannya tidak ada dugaan tindak pidana pelecehan yang ditemukan.

"Berdasarkan hasil gelar perkara tadi sore, dua perkara ini kita hentikan penyidikannya karena tidak ditemukan peristiwa pidana," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian dalam konferensi pers di Mabes Polri dilansir dari detikNews, Jumat (12/8/2022).

ADVERTISEMENT

Sementara Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan timsus telah dikirim ke Magelang untuk mengusut peristiwa di sana. Dia menyebut hanya Allah, Putri, dan Yosua yang mengetahui apa sebenarnya yang terjadi di Magelang.

"Yang pasti tahu apa yang terjadi ya Allah SWT, almarhum (Brigadir J) dan Bu PC. Kalaupun Pak FS dan saksi lain seperti Kuat, Riki, Susi dan Ricard hanya bisa menjelaskan sepengetahuan mereka," ujar Agus dilansir dari detikNews, Minggu (14/8).

Proses penyidikan dugaan pembunuhan Yosua tetap berlanjut. Lima orang ditetapkan sebagai tersangka yakni Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Eliezer, Bripka Rcky dan Kuat Ma'ruf.

Setelah Polri menggelar rekonstruksi, Komnas HAM menggelar konferensi pers terkait hasil penyelidikan yang dilakukan dalam kasus ini. Komnas HAM mengungkapkan ada dugaan kuat pelecehan seksual terhadap Putri.

"Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC (Putri Candrawathi) di Magelang, tanggal 7 Juli 2022," kata komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat dilansir dari detikNews, Kamis (1/9).

Beka mengatakan pembunuhan Yosua merupakan peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum. Extrajudicial killing itu, katanya, diduga dipicu pelecehan.

"Terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J yang merupakan tindakan extrajudicial killing yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual," ujar Beka.

Selain Komnas HAM, Komnas Perempuan juga menyatakan ada dugaan pelecehan yang dialami Putri. Komnas Perempuan juga bicara relasi kuasa terkait dugaan pelecehan seksual dalam kasus pembunuhan Yosua.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menegaskan keengganan pelapor untuk melaporkan peristiwa yang dialaminya. Putri disebut malu dan menyalahkan diri sendiri.

"Kami perlu menegaskan bahwa keengganan pelapor untuk melaporkan kasusnya sedari awal itu karena memang merasa malu dalam pernyataannya. Ya merasa malu menyalahkan diri sendiri takut pada ancaman pelaku dan dampak yang mungkin mempengaruhi seluruh kehidupannya dalam kasus ini posisi sebagai istri dari seorang petinggi kepolisian pada usia yang jelang 50 tahun memiliki anak perempuan," kata Andy Yentriyani.

Andy mendorong perlunya memikirkan hubungan relasi kuasa dalam kasus ini. Relasi kuasa hubungan atasan dan bawahan dianggap tidak serta merta menghilangkan kemungkinan kekerasan seksual.

"Dan oleh karena itu, kita perlu memikirkan ulang bahwa relasi kuasa atasan dan bawahan saya tidak cukup untuk serta-merta menghilangkan kemungkinan kekerasan seksual," tuturnya.

Pernyataan Komnas HAM dan Komnas Perempuan soal dugaan pelecehan terhadap Putri itu kemudian dikritik berbagai pihak.

Kritik dari Pimpinan Komisi III DPR

Pernyataan Komnas HAM dan Komnas Perempuan itu mendapat kritik dari Wakil Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Dia berharap Komnas HAM dan Komnas Perempuan tidak menggiring opini yang mencederai logika publik.

"Pada saat ini, mari kita hargai dan ikuti proses hukum yang sedang berjalan. Komnas HAM dan Komnas Perempuan jangan menggiring opini yang mencederai logika publik. Artinya kan polisi sudah menemukan tidak adanya dugaan pelecehan, sedangkan kedua Komnas ini justru menyatakan sebaliknya berdasarkan pengakuan tersangka. Jadi jangan pernyataan tersangka itu langsung disampaikan ke publik seolah itu kebenaran," kata Sahroni dalam keterangannya tertulis dilansir dari detikNews, Selasa (6/9).

Sahroni menilai pernyataan Komnas HAM dan Komnas Perempuan sangat berbahaya, karena selain berdasarkan pada opini tersangka, juga bisa menggiring opini publik yang rancu dengan penyidikan polisi.

"Jangan sampai ada penggiringan-penggiringan opini yang nantinya dapat mencederai logika berpikir masyarakat. Ini malah bikin penyidikan legitimate yang tengah dilakukan polisi jadi rancu," ucapnya.

Sahroni bahkan melontarkan kritik khusus untuk Komnas Perempuan. Dia menyinggung prinsip relasi kuasa antara korban dan pelaku pelecehan seksual. Menurut Sahroni, posisi Yosua justru tak memungkinkan melakukan pelecehan dan kekerasan seksual.

"Kalau dalam perspektif feminisme itu ada namanya relasi kuasa, di mana mereka yang berkuasa merasa memiliki kuasa terhadap korban, hingga pelecehan bisa terjadi. Dalam hal ini sudah jelas korbannya adalah Brigadir J yang secara kuasa lebih lemah, karena dia bawahan. Jadi di sini saja sudah membingungkan jika Komnas Perempuan justru ngotot dengan pendiriannya," ujarnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

LPSK Anggap Janggal

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga menyoroti dugaan pelecehan yang diungkapkan Komnas HAM dan Komnas Perempuan. LPSK menilai ada sejumlah kejanggalan soal dugaan pelecehan terhadap Putri hingga LPSK menolak memberikan perlindungan.

"Makannya kok janggal, karena dua hal yang umumnya terjadi pada kekerasan seksual itu tidak terpenuhi. Pertama soal relasi kuasa karena posisi Yosua adalah bawahan dari Ibu PC atau dari FS," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu kepada wartawan dilansir dari detikNews, Senin (5/9/2022).

Edwin menjelaskan pelaku pelecehan seksual umumnya mencari tempat yang tak diketahui orang lain untuk melakukan aksinya. Namun, katanya, di kasus ini masih ada saksi di rumah Ferdy Sambo di Magelang, yakni Kuat Ma'ruf dan Susi selaku asisten rumah tangga Ferdy Sambo.

Ia menambahkan bahwa korban pelecehan seksual umumnya mengalami trauma atau depresi untuk bertemu kembali dengan pelaku. Namun, korban dan pelaku masih berada dalam satu rumah di tanggal 7 dan 8 Juli.

"Yosua masih tinggal menginap di rumah itu. Itu rumahnya kalau kita pakai pendekatan kekerasan seksual itu rumahnya korban, korban punya kekuasaan, kok korban masih bisa tinggal bersama pelaku," tanyanya.

"Peristiwa terjadi di Magelang, dugaan peristiwa itu, kenapa tidak dilaporkan ke polisi? kalau ini benar, yang jadi korban kan istri Jenderal kalau dia telepon Polres, Polresnya datang. Polisi akan datang ke rumahnya nggak perlu sibuk-sibuk untuk datang ke kantor polisi," sambung Edwin.

Komnas HAM langsung merespons LPSK yang menyebut ada kejanggalan soal dugaan pelecehan seksual dilakukan Yosua ke Putri di Magelang. Komnas HAM menyatakan bekerja sesuai mandat.

Begini, saya kira yang pertama Komnas HAM mencoba untuk bekerja sesuai dengan mandat dan kewenangannya," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada wartawan dilansir dari detikNews, Senin (5/9).

Simak respons pengacara Yosua di halaman selanjutnya.

Pengacara Keluarga Yosua Sebut Dugaan Pelecehan Pernyataan Sesat

Pengacara keluarga Yosua, Yonathan Baskoro juga menyentil Komnas HAM dan Komnas Perempuan soal adanya dugaan pelecehan seksual terhadap Putri. Yonathan mengatakan itu pernyataan menyesatkan.

"Sekarang soal rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan, kami nyatakan dengan tegas rekomendasi tersebut tidak penting dan sangat menyesatkan! Bagaimana bisa institusi yang kredibel justru mengambil kesimpulan yang teramat prematur tanpa adanya alat bukti yang kuat," kata Yonathan kepada wartawan dilansir dari detikNews, Senin (5/9).

Yonathan mengatakan dua institusi tersebut membuat kesimpulan berdasarkan keterangan para tersangka yang dianggapnya dekat dengan Ferdy Sambo. Dia khawatir pernyataan Komnas HAM dan Komnas Perempuan bisa merusak konstruksi hukum.

"Mereka membuat laporan hasil investigasi tersebut berdasarkan keterangan para tersangka yang kita tau di sini ada empat (FS, PC, KM, RR), lawan satu (Bharada RE)," katanya.

"Ini upaya-upaya mengacaukan konstruksi hukum! Harus hati-hati kita semua, jangan sampai ujungnya jadi peradilan sesat," tambahnya.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Respons Menteri Pigai soal Usulan Lembaga HAM Jadi Satu Kamar"
[Gambas:Video 20detik]
(hsr/asm)

Hide Ads