"Kami menilai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) mengesampingkan asas perlindungan dan keadilan bagi anak. Serta kontribusi lemahnya penegakan hukum bagi polisi pelaku kekerasan pada langgengnya kultur kekerasan di institusi Polri," kata Kepala Divisi Adkokasi LBH Makassar Ridwan kepada detikSulsel Kamis (18/8/2022).
Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan berlangsung pada Selasa (16/8) kemarin di Pengadilan Negeri Watampone. Perkara tindak pidana kekerasan terhadap anak yang dilakukan terdakwa Bripka U disidangkan sejak 14 Juli 2022.
Ridwan mengatakan, perbuatan terdakwa dilakukan dengan senjata api yang diperoleh karena statusnya sebagai anggota Polri dapat memenuhi ketentuan pemberatan Pasal 52 KUHP, dimana hukumannya ditambahkan sepertiga. Namun dalam tuntutan JPU tidak menyertakan ketentuan tersebut.
Kemudian tuntutan 6 bulan penjara penuntut umum bahkan jauh dari ancaman pidana maksimal tindak pidana yang didakwakan. Pasal 80 ayat (1) Jo. 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, memberikan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan bagi pelaku kekerasan terhadap anak.
"Tuntutan 6 bulan penjara bagi terdakwa juga menunjukkan penuntut umum tidak melihat kekerasan terhadap anak sebagai persoalan serius. Sehingga perlu dijatuhi sanksi tegas," bebernya.
Ridwan mengungkapkan, dalam sidang pada Selasa, 19 Juli lalu dengan agenda pemeriksaan saksi anak. Hakim dan penuntut umum masih menggunakan atribut lengkap.
Sementara dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak menentukan bahwa "Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan".
"Olehnya itu LBH Makassar meminta hakim dalam perkara dapat mempertimbangkan untuk menjatuhi terdakwa hukuman maksimal dan pemberatan berupa hukuman penjara beserta denda. Dan Kejaksaan Negeri Bone mengevaluasi penuntutan atas terdakwa dan melakukan pemeriksaan terhadap penuntut umum," tugasnya.
"Jaminan perlindungan terhadap anak tertuang dalam Pasal 28B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di mana setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi," sambung Ridwan.
Peristiwa penodongan pistol Bripka U terhadap korban inisial A (13) di Bone dengan senjata api terjadi pada Kamis, 18 November 2021 sekitar pukul 20.00 Wita. Korban saat itu melintas di Jalan Desa Mamminasae, Kecamatan Lamuru, Bone.
"Terdakwa lalu dituntut 6 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum. Di tengah sorotan publik terhadap kultur kekerasan di institusi Polri, penuntut umum tidak mempertimbangkan status terdakwa yang merupakan anggota Polri sebagai alasan yang memberatkan," jelas Ridwan.
Sementara Kasi Intel Kejari Bone Andi Khaeril mengaku belum mengetahui hal tersebut. Termasuk dengan tuntutannya.
"Saya cek dulu," singkatnya.
(hsr/nvl)