Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Periset Indonesia (MKPP) Thomas Djamaluddin turut angkat bicara terkait kasus yang menimpa Iriani, wanita peneliti yang dipolisikan karena karya ilmiahnya dituding menghina Suku Rongkong. Iriani disanksi adat memotong 2 ekor kerbau buntut kasus tersebut.
"Kami jelaskan riset itu harus didasarkan pada data-data objektif dan riset itu menuliskan data-data yang diperoleh pada waktu itu," ucap Thomas Djamaluddin saat menghadiri kegiatan perdamaian adat yang digelar di Istana Kedatuan Luwu di Kota Palopo, Sulawesi Selatan (Sulsel), Selasa (31/5/2022).
Ia mengatakan dalam tulisan yang dianggap menistakan suku Rongkong tidak terdapat kebohongan ataupun manipulasi yang dilakukan oleh pihak peneliti. Thomas menyebutkan bahwa hal tersebut adalah hasil riset dan yang membuktikan kesalahan nantinya juga adalah hasil riset.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi tidak ada kebohongan, tidak ada yang dimanipulasi apa adanya berdasarkan data yang diperoleh pada waktu itu. Itu bagian dari riset yang semestinya. Nanti ada riset yang membuktikan bahwa riset yang pertama itu salah," katanya
Lebih lanjut Thomas menjelaskan hasil riset hanya bisa dibantah dengan riset. Kendati demikian, pihaknya menyadari dalam menyampaikan hasil riset tersebut ada yang menafsirkannya dengan cara yang berbeda.
"Oleh karena itu tadi ibu Iriani meminta maaf kalau dalam data riset tersebut ada kekeliruan," jelasnya
Thomas juga mengatakan dari sisi prosedur riset tersebut sudah benar dengan data sebagai pendukung yang dikumpulkan di lapangan kemudian disajikan apa adanya demi mengangkat budaya Rongkong.
"Tetapi dari segi prosedur risetnya sudah benar, bahwa data yang dikumpulkan selama di lapangan, itu kemudian disajikan apa adanya dan perlu disampaikan bahwa riset Iriani ini tujuannya sebenarnya untuk mengangkat budaya Rongkong," tambahnya
Ia juga menyadari ada beberapa hal dari keterangan wawancara yang membuat masyarakat Rongkong keliru, sehingga melaporkan hal tersebut ke Polres Kota Palopo beberapa waktu lalu.
"Memang kemudian ada bagian kecil dari itu yang memang hasil dari wawancara berbagai narasumber kemudian dituliskan di situ. Dan itu bagian yang menurut saudara-saudara kita yang di Rongkong terdapat kekeliruan. Saya harap ini menjadi pembelajaran buat kita semua," imbuhnya
Thomas mengatakan hasil riset tersebut hanya diposting di majalah dan jurnal ilmiah yang kemudian hal tersebut hanya diperuntukkan sebagai konsumsi bagi si peneliti.
Selain majalah dan jurnal ilmiah, tulisan tersebut juga dipublikasikan melalui versi online yang kemudian menarik banyak pembaca sehingga menuai banyak kritikan akibat kata kaunan yang diangkat dalam tulisan tersebut.
"Memang publikasi itu ada yang versi online, dan mungkin versi online ini yang kemudian publik membacanya. Akan tetapi sesungguhnya itu untuk konsumsi peneliti, karena yang disajikan bukan bahasa umum melainkan bahasa riset jadi semestinya dibantah denga riset juga. Tetapi karena ini sudah terlanjur dipermasalahkan oleh publik, maka yang versi online ini sudah ditarik," lanjut Thomas
Thomas berharap dari kejadian yang menimpa Iriani bisa membuat para periset untuk jauh lebih berani dalam melakukan penelitian demi memperkenalkan budaya serta adat istiadat ke kancah nasional.
"Dari kejadian ini, perlu juga menjadi pelajaran bersama supaya para periset juga tetap berani untuk melakukan penelitian penelitian, karena sesungguhnya dengan penelitian tersebut bisa menggali budaya-budaya lokal dan adat istiadat yang bisa diangkat secara nasional," harapnya
Sementara untuk narasumber, dirinya enggan untuk membeberkan dikarenakan hal demikian merupakan kewenangan bagi narasumber untuk disebutkan namanya.
"Untuk narasumber, sebagian ada yang bisa diungkap tetapi sebagian juga ada narasumber yang tidak bisa untuk diungkap. Itu kebebasan dari narasumbernya apakah mau diungkap atau tidak," pungkas Thomas.
(hmw/tau)