Buron kasus investasi kripto bodong di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulfikar (39) akhirnya ditangkap polisi. Tersangka sempat kabur ke sana kemari hingga sempat DPO selama 8 bulan.
Kasus investasi kripto bodong di Makassar memang sempat membuat heboh setelah 19 orang mengaku korban ramai-ramai buka suara. Polisi kemudian turun tangan hingga menetapkan total 3 tersangka.
Berikut 5 fakta kasus investasi kripto bodong di Makassar;
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Awal Mula Kasus Investasi Kripto Bodong
Kasus investasi kripto bodong di Makassar berawal saat korban bernama Jimmy Chandra melaporkan kerugian yang ia alami pada April 2021. Laporan Jimmy itu lantas didukung dengan keterangan 18 orang yang juga mengaku korban investasi kripto bodong.
Besaran kerugian masing-masing korban beragam. Namun pihak korban mengklaim kerugian hingga Rp 10 miliar secara kumulatif.
"Totalnya semua dengan korban dan yang lain kurang-lebih Rp 10 miliar," ujar kuasa hukum salah satu korban, Budiman kepada detiksulsel, Selasa (4/1/2022).
2. Polisi Tetapkan 3 Tersangka
Polisi yang menerima laporan pihak korban lantas menetapkan tiga tersangka di kasus ini. Mereka adalah Sulfikar sendiri, tersangka Hamsul dan Siti Saleha.
Polisi mengungkap ketiga tersangka bekerja sama. Hamsul dan Siti diungkap turut serta membantu Sulfikar menjalankan bisnis investasi kripto bodong.
"Memang kita sudah tetapkan tersangka tiga orang atas nama Sulfikar, kemudian kedua Hamsul, ketiga yang (dijerat pasal) 55, 56 KUHP atas nama Siti Suleha," kata Kasubdit III Ditreskrimum Polda Sulsel Kompol Ahmad Mariadi kepada detiksulsel, Selasa (4/1/2022).
Kasus tersebut tak sampai di situ lantaran penanganan kasus ini sempat diprotes oleh pihak korban. Mereka tak senang karena Sulfikar tak kunjung ditahan meski sudah berstatus tersangka.
Polisi pun memberikan penjelasan dengan mengatakan Sulfikar sebenarnya sudah dipanggil sebagai tersangka pertengahan 2021. Hanya saja Sulfikar melarikan diri hingga dinyatakan DPO.
3. Sulfikar Buron 8 Bulan-Ditangkap di Palembang
Sulfikar menjadi buron kasus bisnis tambang digital atau kripto bodong sejak Juni 2021. Dia disebut sempat kabur ke Bali dan Jakarta hingga akhirnya tertangkap di Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) pada Rabu (23/2).
"Anggota menuju tempat yang dimaksud untuk dilakukan penangkapan terhadap S," kata Kanit Resmob Polda Sulsel Kompol Dharma Negara kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).
Kepada polisi, Sulfikar mengakui aksinya. Namun dia mengaku hanya menerima uang Rp 3 miliar atau bukan Rp 10 miliar seperti pengakuan para korban.
"S membenarkan bahwa benar telah menerima uang senilai kurang lebih Rp 3.000.000.000 dari korban sebagai pembelian coin digital," sebut Dharma.
4. Tampang Buron Investasi Kripto Bodong Dirilis Polisi
Polisi turut merilis foto Sulfikar sang buron yang baru tertangkap. Tampak tersangka Sulfikar dengan model potongan rambut pendek mengenakan jaket orange dan kacamata digelandang polisi.
Sulfikar saat ini telah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Ditreskrimum Polda Sulsel. Dia akhirnya dapat diproses dengan dua tersangka lainnya bernama Hamsul dan Siti Saleha.
Diketahui, hanya tersangka Sulfikar yang ditahan. Sementara tersangka Hamsul dan tersangka Siti Suleha tak ditahan dan dikenakan wajib lapor.
5. Para Korban Investasi Kripto Bodong Buka Suara
Jimmy Chandra selaku pelapor utama kasus ini sebelumnya sudah sempat buka suara melalui kuasa hukumnya. Dia mengaku ditawarkan investasi bisnis tambang digital senilai Rp 800 juta dengan keuntungan Rp 40 juta hingga Rp 100 juta perbulan.
Jimmy mengatakan awalnya sempat untung seperti janji manis para tersangka. Hingga belakangan dia mengklaim kerugian hingga Rp 5,6 miliar.
"Itu klien saya disuruh beli semacam akun (tambang) digital senilai Rp 800 juta dan akan mendapat income Rp 40 juta sampai Rp 100 juta per bulan," kata kuasa hukum Jimmy, Budiman pada Selasa (4/1/2022) lalu.
"Kerugiannya dia (Jimmy Chandra) Rp 5,6 miliar," imbuhnya.
Korban kripto bodong juga dialami oleh driver ojek online (ojol) bernama Faisal yang mengklaim kerugian Rp 6 juta. Faisal lantas mengaku awalnya ditawari bisnis tambang digital Algopacks pada 2018.
"Saya ikut investasi Bitcoin Algopacks dan saya investasikan Rp 6 juta," ungkap Faisal.
Faisal mengaku tergiur karena dijanjikan keuntungan hingga 300 persen dalam tiga tahun. Namun janji keuntungan itu ternyata tidak benar adanya.
"Tapi lama tiga tahun berjalan malah muncul lagi Algo baru dan Algo lama tidak dianggap lagi. Jadi ini kami punya koin dimatikan dan tidak dianggap, harus menyetor ulang lagi kalau mau gabung lagi (di Algopacks baru)," ungkap Faisal.
Sementara itu, seorang staf rektorat Universitas Hasanuddin (Unhas) bernama Karaeng Sija (50) juga mengaku menyetor Rp 180 juta. Sija juga mengaku tergiur dijanjikan keuntungan yang sangat besar oleh pelaku.
"Ibarat gaji Rp 10 juta, bisa dapat sehari Rp 10 juta. Jadi kalau 1 bulan kali 30 Rp 300 juta, sedikit itu. Bisa sampai Rp 1 miliar dan dia perlihatkan rekening Rp 1 miliar, jadi kita tertarik karena ada bukti," lanjut Sija.
Maka dari itulah Sija yang tergiur akhirnya tanpa berpikir dua kali menggadaikan dua BPKB mobil miliknya senilai Rp 180 juta.
"Itu Januari 2019. Saya gadaikan BPKB Avanza sama Agya. Cuma setahun berjalan, tidak ada hasilnya," tutur Karaeng Sija.
(hmw/hmw)