Mengenal La Maddukelleng dan Kisah Perjuangannya Memerdekakan Kerajaan Wajo

Mengenal La Maddukelleng dan Kisah Perjuangannya Memerdekakan Kerajaan Wajo

Kembang Lisu Allo - detikSulsel
Kamis, 23 Nov 2023 21:00 WIB
La Maddukelleng
Foto: ikpni.or.id
Kabupaten Wajo -

La Maddukelleng merupakan salah satu pejuang asal Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang dikenal gigih dan berani dalam melawan pasukan Belanda. Berkat keberaniannya tersebut, La Madukelleng berhasil menaklukkan pasukan Belanda hingga memerdekakan Kerajaan Wajo.

Dalam buku yang berjudul 'Pahlawan Indonesia' yang diterbitkan oleh Media Pusindo, La Maddukelleng diberi gelar 'Petta Pammadekaenggi Wajo' ( Tuan yang Memerdekakan Wajo) oleh masyarakat Wajo atas jasanya tersebut. Ia juga memiliki gelar lainnya sebagai Sultan Pasir dan Arung Matoa Wajo.

Nah jika ingin mengenal sosok La Maddukelleng lebih jauh, berikut ini kisah perjuangan La Madukelleng hingga akhir perjalanan hidupnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Disimak Yuk!

Masa Remaja La Maddukelleng

Sebelum memulai perjuangannya melawan Belanda, La Madukelleng pernah terlibat perselisihan antara pengiring Arung Matowa Wajo dengan pihak Kerajaan Bone dalam sebuah pesta berburu rusa (maddenggeng) dan sabung ayam (mappabbitte). Saat itu La Madukelleng masih berusia 14 tahun.

ADVERTISEMENT

Peristiwa tersebut menyebabkan kedua belah pihak saling serang hingga mengakibatkan korban jiwa. La Maddukelleng pun ikut terlibat dalam melakukan pembunuhan.

La Maddukelleng kemudian melarikan diri dan berlayar ke Negeri Pasir, Kalimantan Timur hingga ke Johor ( Kota di Malaysia) (1). Dia meninggalkan kampung halamannya berbekal tekad dan keberanian yang dalam falsafah masyarakat Bugis dikenal dengan dengan istilah tiga cappa/tallu cappa.

Tiga cappa yang dimaksud yaitu cappa lilana ( ujung mulut), cappa kawalinna (ujung badik) dan ujung katauan (ujung kemaluan). Ketiganya bermakna kemampuan berdiplomasi, kemampuan perang, dan kemampuan perkawinan.(5)

Di masa perantauannya di Negeri Pasir, La Maddukelleng menikahi seorang Putri Kerajaan pasir, Putri Andeng Ajang. Ia adalah anak dari Raja Pasir Sultan Sepuh Alamsyah.(3)

Dari pernikahannya itu, La Madukelleng mendapatkan gelar sebagai Sultan Pasir pada tahun 1926. Ketika menjabat sebagai Sultan, ia berhasil memperoleh kemenangan dari kepemimpinan memerintah La Banna To Assak untuk menyerang Maraddia Balapina yang pro Belanda.

La Maddukelleng Kembali ke Kerajaan Wajo

Setelah sepuluh tahun berada di perantauan, La Maddukelleng mendapat surat panggilan yang dibawa oleh Arung Ta' La Dalle. Ia pun memenuhi panggilan tersebut dengan maksud membebaskan tanah kelahirannya dari penindasan yang semakin merajalela.(1)

Dalam perjalanannya, La Maddukelleng bertemu dengan Karaeng Bontolangkasa dari Gowa sebagai kawan lama. Bahkan ia juga sempat bertemu dengan Aru Kaju dari Bone. Ketiganya pun bersepakat akan menyerang Belanda di suatu hari (1).

Kemudian La Maddukelleng bersama pasukannya tiba di Wanua Penrang (suatu wilayah pemukiman di Pinrang). Di wilayah itu, ia mendapatkan banyak pengikut.

Dari Wanua Penrang La Maddukelleng pergi menuju Singkang (Sengkang).Di sana ia bertemu dengan Arung (Raja) Matowa Wajo, Saleweangeng.

Setelah pertemuan itu, ia melanjutkan perjalanan ke Peneki (nama kelurahan di Kabupaten Wajo). Saat itu juga La Maddukelleng berhasil menyerang dan menduduki Peneki. Tepat di tanggal 23 Juli 1736 Peneki mendapat serangan dari pasukan Bone bersama Belanda hingga terjadi pertempuran yang sangat hebat.

Mengetahui hal tersebut, Karaeng Bontolangkasa sebagai kawan lama dari La Maddukelleng turut melancarkan serangan terhadap Belanda di wilayah Maros. Serangan itu terjadi pada tanggal 25 Juli 1738 dibantu Aru Kaju.

Alhasil wilayah Maros dan sekitarnya pun ditaklukkan di bawah kekuasaan Karaeng Bontolangkasa dan Aru Kaju. Namun berkat bantuan dari penduduk Tanete dan Mandar, pasukan Belanda berhasil menduduki kembali wilayah Maros.

Setelah berhasil merebut Maros, barulah Belanda kembali melancarkan serangan ke Kerajaan Wajo. Pada situasi peperangan tersebut, Arung Matowa Wajo La Salewangeng mengundurkan diri dan meminta kepada Arung Patappulo (Dewan Empat Puluh) untuk mencari penggantinya.

Akhirnya, La Madukelleng diangkat jadi Arung Matowa Wajo. Ia kemudian dilantik menjadi Raja Wajo XXXIV ke-34 pada tanggal 6 November 1736.

Di bawah pemerintahan La Maddukelleng, Wajo terus menerus melakukan serangan terhadap pasukan Belanda. Hingga pasukan Belanda pun menawarkan kesepakatan untuk gencatan senjata namun hal tersebut ditolak oleh La Maddukelleng.

Dengan semangat dan kegigihannya La Maddukelleng bersama pasukannya terus gencar memperluas kekuasaan. Hingga beberapa kerajaan tetangganya seperti Soppeng dan Enrekang takluk di bawah kekuasaannya. Hal itu juga membuat sebagian besar wilayah di Bone Utara berhasil diduduki oleh La Maddukelleng.

Tak hanya sekedar ingin memperluas wilayah kekuasaannya, La Maddukelleng juga memiliki misi untuk membebaskan wilayah Sulawesi Selatan dari pasukan Belanda. Untuk mewujudkan misinya itu, La Maddukelleng pun pergi menuju ke Makassar.

Kedatangan La Madukelleng di Makassar kala pada saat itu sekaligus dalam misi merealisasikan perjanjiannya dengan Karaeng Bontolangkasa (menyerang pasukan Belanda). Namun saat berada di Makassar, La Maddukelleng mendengar kabar bahwa Kerajaan Bone ternyata memihak kepada pasukan Belanda.

Hal tersebut membuat La Maddukelleng naik pitam. Bersama dengan pasukan Karaeng Bontolangkasa, mereka melakukan serangan hingga membakar istana raja Bone di Bontoala (Makassar Utara).

Serangan tersebut menelan korban jiwa antara kedua belah pihak. Peristiwa itu juga mengakibatkan Karaeng Bontolangkasa tewas tertembak pada tanggal 18 September 1739.

Karena hal tersebut, pasukan La Maddukelleng dan Karaeng Bontolangkasa terdesak dan akhirnya mundur. La Madukelleng pun kemudian kembali ke Wajo. (1)

Perjuangan La Madukelleng Melawan Belanda di Wajo

Tepat di tahun 1740, pasukan Belanda kembali ingin melancarkan serangan balasan ke Wajo. Namun La Madukelleng berhasil mengantisipasinya dengan memberi penghalang yang terbuat dari pohon-pohonan dan tumbuh-tumbuhan di wilayah perbatasan.

Karena penghalang itu pasukan Belanda tak berhasil memasuki wilayah Wajo. Alhasil keduanya hanya melakukan pertempuran di wilayah perbatasan Wajo dan Bone.(1)

Barulah di tahun 1741 pertempuran antara Wajo dan Belanda pecah. Pertempuran itu berlangsung cukup lama dan menelan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Kendati begitu, pasukan wajo berhasil memperoleh kemenangan.(4)

Merasa usahanya tak membuahkan hasil, Belanda pun kembali menawarkan gencatan senjata disertai perjanjian. Tetapi La Maddukelleng lagi-lagi menolak tawaran tersebut. Akhirnya, pasukan Belanda pun terpaksa kembali ke Makassar dan mengakui kekalahannya. (1)

Akhir Perjuangan La Maddukelleng

Setelah perjuangan panjang yang dilakukan dan keberhasilannya memerdekakan Kerajaan Wajo, La Maddukelleng pun meletakkan jabatannya sebagai Arung Matowa Wajo. La Madukelleng mengakhiri masa jabatannya tepat di tahun 1754. Setahun kemudian pada tahun 1755, ia digantikan oleh La Madanaca Wartuwo sebagai Arung Matowa Wajo yang XXXV.(1)

Tercatat La Maddukelleng memimpin Wajo hampir 29 tahun lamanya. Di umurnya yang ke 65 tahun, tepatnya pada tahun 1765, ia akhirnya tutup usia. Selanjutnya ia dikebumikan di tanah kelahirannya, Wajo.

Atas jasa-jasanya melawan Belanda tersebut pemerintah Indonesia memberikan gelar sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998. Hal ini ditetapkan melalui Keppres No. 109/TK/1998. (4)

Nama La Madukelleng Diabadikan Jadi Jalan di Makassar

Selama hidupnya, La Maddukelleng tak hanya berhasil mengusir pasukan Belanda di wilayah kekuasaannya, Wajo. Ia juga sempat beberapa kali melakukan penyerangan terhadap Belanda di wilayah Makassar dan memperoleh keberhasilan.

Atas kegigihan dan keberaniannya itu, nama La Maddukelleng pun diabadikan sebagai salah satu nama jalan yang ada di Makassar, yaitu Jalan La Madukelleng. Jalan tersebut berada di wilayah sekitar Kecamatan Ujung Pandang.

Selain itu, nama La Maddukelleng ini juga dijadikan sebagai salah satu perguruan tinggi, yaitu Institut Ilmu Hukum dan Ekonomi Lamaddukelleng di Sengkang, Wajo.

Profil La Maddukelleng

  • Nama Lengkap: La Maddukelleng
  • Tempat Lahir: Paneki, Wajo, Sulawesi Selatan
  • Lahir: Tahun 1700-an
  • Wafat: Tahun 1765
  • Gelar: Sultan Pasir, Arung Matowa Wajo dan Petta Pammadekaenggi Wajo ( Tuan yang Memerdekakan Wajo)
  • Sebutan lain: Arung Singkang dan Arung Peneki
  • Masa Jabatan: Sultan Pasir (1726-1736) Arung Matowa Wajo (1736-1754)
  • Nama Ayah: Arung Paneki La Mataesso To Maddettia
  • Nama Ibu: We Tenriangka Arung Singkang
  • Nama Saudara: La Salewangeng Totenriruwa Arung Kampir
  • Nama Istri: Putri Andeng Ajang

Sumber:

1. Buku Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Selatan
2. Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia
3. Situs Resmi Warisan Budaya tak Benda Indonesia
4. Buku Ensiklopedia Pahlawan Nasional karya Kuncoro Hadi dan Sustianingisih
5. Repositori UIN Alauddin ' Revitalisasi Konsep Sureq Selleng Analisis Falsafah Budaya Bumi La Maddukelleng dalam Perspektif Islam'
6. Buku Pahlawan Indonesia yang diterbitkan oleh Media Pusindo




(urw/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads