Tradisi A'dinging-dinging ini merupakan salah satu warisan budaya lokal yang telah berlangsung secara turun-temurun. Diperkirakan, tradisi ini sudah dilakukan masyarakat setempat sejak ratusan tahun yang lalu.(1)
Kepala Desa Bontolempangan, Jamaluddin.T mengatakan, tradisi A'dinging-dinging ini hadir sebagai bentuk peringatan hari ulang tahun Dusun Tenro.
Penentuan waktu perayaan tradisi A'dinging-dinging mengacu pada kalender Hijriyah. Uniknya hari ulang tahun Dusun Tenro bukan mengacu pada tanggal, melainkan pada hari.
"Artinya tidak (pakai) tanggal, pakai hari. Hari senin terakhir di bulan Muharram itu biasanya," ujar Jamaluddin.T kepada detikSulsel ( 5/8/2023).
Jika dilihat pada kalender Masehi tahun ini, waktu pelaksanaan Tradisi A'dinging-dinging atau hari ulang tahun Dusun Tenro jatuh pada tanggal 14 Agustus 2023.
Peringatan hari ulang tahun Dusun Tenro ini menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh masyarakat setempat. Mereka dengan suka ria akan menyambut hari tersebut dengan melakukan prosesi anrio-rio atau mandi-mandi.
Namun, sebelum memasuki proses tersebut, terlebih dahulu akan dilaksanakan sejumlah ritual seperti berjalan mengelilingi kampung, pengambilan air, pembuatan air suci, hingga pertunjukan budaya. Ritual ini dikerjakan selama tiga hari mulai dari hari Jumat hingga hari Minggu.
Nah, bagi detikers yang ingin mengetahui lebih lanjut terkait ritual yang ada dalam tradisi A'dinging-dinging, simak penjelasannya berikut ini!
![]() |
Ritual Dalam Tradisi A'dinging-dinging
Ritual pertama yang dilakukan pada tradisi A'dinging-dinging adalah berjalan mengelilingi kampung mulai dari hari Jumat hingga hari Minggu dengan iringan tabuhan gendang yang dimainkan oleh anak-anak. Pada prosesi ini dipimpin oleh satti (sebutan bagi pemuka adat Dusun Tenro).
Dalam menjalankan ritual ini masyarakat akan berkunjung ke makam para leluhur yang ada di kampung tersebut, salah satunya yakni makam Bakka Tenro. Dia merupakan pemimpin yang berhasil membawa Dusun Tenro menggapai kemenangannya di masa lalu.
Pada ritual ini masyarakat juga akan mengunjungi beberapa tempat yang diyakini sebagai tempat sakral seperti possi' tanah yang letaknya berada di tengah-tengah kampung. Kemudian mengunjungi batas tanah adat Dusun Tenro yang berada di ujung kampung.
"Hari Jumat sampai hari Minggu itu begitu keliling kampung itu diiringi dengan gendang. Ibu-ibu orang yang sudah tua-tua itu biasanya keliling kampung ada yang didatangi seperti kuburan-kuburan orang tuanya," jelas Jamaluddin.
"Kemudian ke pusat kampungnya toh itu, kemudian mulai dari ujung kampung sampai ke ujung kampung itu," tambahnya.
Di setiap titik terdapat sebuah bale-bale (red: balai-balai) yang digunakan untuk menyimpan makanan yang dibawa saat ritual. Makanan itu sengaja disimpan di tempat tersebut tanpa ada yang menyentuhnya sama sekali.
"Itu yang didatangi pakai bale-bale baru ada sesajen kayak songkolo, disimpan di situ di bale-balenya. Saya tidak tahu juga maknanya, yang jelas selama ini tidak ada yg makan itu sesajen," jelas Jamaluddin.
Setelah ritual pertama selesai, dilanjutkan ritual kedua pada Minggu sore. Ritual kedua ini merupakan pengambilan air di sumur Letea yang jaraknya 2 kilometer dari Dusun Tenro yakni di Dusun Tanah Bau.
Pengambilan air tersebut hanya bisa dilakukan di sumur Letea saja karena sumur itu memiliki kesakralan tersendiri. Masyarakat setempat meyakini bahwa airnya masih bagian dari aliran sumur yang berada di Dusun Tenro yang telah ditimbun.
Pada ritual pengambilan air ini, ada beberapa orang yang akan terlibat. 7 orang perempuan bertugas untuk membawa kendi sebagai wadah penampungan air, 1 orang perempuan membawa perlengkapan ritual, dan 1 orang lainnya yaitu satti, serta 2 orang anak lelaki yang bertugas sebagai penabuh gendang.
"Ibu-ibu orang tua itu ada 7 orang yang biasanya ke sumur situ jadi artinya diiringi juga gendang ke sana. Ada satti sama pembawa dupa," jelasnya.
Jamaluddin mengungkapkan bahwa di luar dari penabuh gendang, orang yang diamanahkan dalam ritual ini merupakan perempuan yang telah berusia lanjut. Mereka yang dilibatkan dalam tradisi ini juga harus merupakan masyarakat asli dari Dusun Tenro .
Masyarakat yang bertugas dalam ritual ini akan berjalan dari Dusun Tenro ke Dusun Tanah Bau dengan iringan tabuhan gendang. Saat tiba di lokasi, 7 kendi yang dibawa kemudian diisi hingga penuh.
Setelah itu kendi tersebut disimpan di atas kepala para pembawa kendi. Selama perjalanan mereka tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan sepatah kata pun hingga air tersebut sampai di tempat pembuatan air suci.
"7 orang itu biasanya tidak boleh ngomong itu kalau sudah datang dari ngambil air itu biarpun ada yang ajak ngomong," ucap Jamaluddin.
Setibanya di lokasi pembuatan air suci, kendi-kendi tersebut disimpan di atas daun pisang lalu ditutup menggunakan anyaman daun tala. Setelah kendi-kendi tersebut diletakkan pada tempatnya maka ritual kedua telah selesai.
"Setelah pulang dari sana, disimpan itu kendi di rumahnya kepala kampung di tiang rumah yg ditengah,"ujar Jamaluddin.
Nah, ketika malam hari masuklah pada ritual pembuatan air suci yang akan digunakan pada tradisi A'dinging-dinging. Pada ritual ini imam dusun akan membacakan doa-doa perlindungan kepada Sang Pencipta.
Usai pembacaan doa maka air tersebut sudah siap untuk digunakan dalam prosesi A'dinging-dinging pada keesokan harinya. Tepat hari Senin pagi masyarakat sudah berkumpul di tengah kampung untuk mengikuti prosesi mandi-mandi menggunakan air suci tersebut.
Kegiatan mandi-mandi menggunakan air suci ini merupakan puncak tradisi yang disebut dengan anrio-rio. Pada prosesi ini masyarakat Dusun Tenro berkumpul di satu titik yang telah ditentukan.
"Kita kumpul di pusatnya kampung itu pokoknya di situ ada alas daun pisang disitu semua duduk anak-anak, orang besar disitu bergabung semua itu baru dipercikkan semua itu air," jelasnya.
Setelah air kendi itu habis, masyarakat akan bersuka ria saling menyiram menggunakan air yang dibawa dari rumah masing-masing. Jadi seluruh masyarakat dan para pendatang turut merasakan dingin dan kebahagiaan.
Usai seluruh prosesi selesai, tradisi A'dinging-dinging ditutup dengan kegiatan makan bersama. Masyarakat dan para tamu disuguhi dengan berbagai macam makanan.
Selain menjalankan ritual, tradisi A'dinging-dinging juga dilengkapi dengan atraksi seni dan budaya serta permainan rakyat Kepulauan Selayar. Seperti A'tojeng ( bermain ayunan), atraksi beladiri Manca' Pa'dang, dan penampilan Dide'.
Referensi:
1. Jurnal UNM Makassar 'Persepsi Masyarakat Desa Bontolempangan Kecamatan Buki Kabupaten Kepulauan Selayar Mengenai Adat A'dinging-Dinging'
(urw/alk)