Lipa Sabbe adalah sarung khas Bugis, Sulawesi Selatan. Corak dan kelembutan tenunan sarung ini terkenal hingga ke Mancanegara.
Bagi masyarakat Bugis, Lipa Sabbe biasanya dipakai oleh pria dan wanita dalam acara-acara penting. Seperti pernikahan, aqiqah bahkan pada acara keagamaan seperti lebaran atau maulid.
Bagi kaum pria, Lipa Sabbe dikenakan dengan atasan jas tutup dan songkok recca'. Sedangkan wanita memadankannya dengan baju Bodo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada tahun 2016, Lipa Sabbe telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. Hal ini untuk melindungi dan menjaga pelestarian Lipa Sabbe sebagai kain tradisional.
Berikut ini penjelasan lengkap mengenai Lipa Sabbe yang patut diketahui sebagaimana dihimpun detikSulsel dari berbagai sumber:
Sejarah Lipa Sabbe
Melansir Jurnal Universitas Negeri Makassar, yang berjudul "Memahami Kearifan Lokal Masyarakat Bugis Wajo Melalui Makna Balo Lipaq Sabbe," disebutkan bahwa pada masa lampau, kain sarung sutera Bugis dianggap sebagai bahan sandang yang berfungsi sebagai kelengkapan upacara yang bersifat sakral. Bahkan kerap dijadikan hadiah pernikahan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan.
Tenun mulai berkembang di suku Bugis mulai dikenal pada abad ke-15, yakni pada saat Islam masuk ke Sulawesi Selatan. Begitu sakralnya kain tenun Lipa Sabbe, membuat keterampilan menenun bagi masyarakat menjadi wajib dan diharapkan diteruskan dari generasi ke generasi.
Lipa sendiri dalam bahasa Bugis berarti sarung dan Sabbe berarti sutera. Lipa Sabbe adalah sarung tenun yang terbuat dari kain Sutera.
Sentra produksi Lipa Sabbe di Sulawesi Selatan saat ini terletak di Kota Sengkang, Kabupaten Wajo. Produksi Lipa Sabbe di Wajo ini masih menggunakan cara tradisional.
Bagi masyarakat Wajo, menjadi penenun bukan saja sebagai mata pencaharian. melainkan juga dianggap cara berkomunikasi dengan para leluhur.
Selanjutnya proses pembuatan Lipa Sabbe...
Proses Pembuatan Lipa Sabbe
Di Kota Sengkang, Kab. Wajo, proses pembuatan dan penenunan Lipa Sabbe tersedia mulai dari hulu ke hilir. Dari proses pemeliharaan ulat sutera hingga pemintalan dan menjadi benang, terakhir proses penenunan.
Melansir Jurnal UIN Alauddin Makassar yang berjudul "Eksistensi Lipa Sabbe Sengkang di Desa Lapaukke Kecamatan Pammana Kab. Wajo" disebutkan bahwa masyarakat desa ini memiliki budaya menenun sarung sutera dan memelihara ulat sutera yang menghasilkan benang sutera asli.
Aktivitas menenun kain sutera menjadi Lipa Sabbe hanya menggunakan alat tradisional atau ATMB (Alat Tenun Bukan Mesin). Dalam bahasa lokal alat tersebut disebut tennung walida atau tenun duduk.
Disebut demikian sebab proses menenun dilakukan dengan posisi duduk sambil meluruskan kedua kaki ke depan. Hal itu untuk menginjak sepasang pedal kayu yang terdapat di bagian bawah alat secara bergantian.
Motif Lipa Sabbe
Adapun motif dan corak warna Lipa Sabbe ini memiliki beragam jenis. Dikutip jurnal Universitas Negeri Surabaya berjudul "Motif Lipa Sabbe (Sarung Sutera) Sengkang Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013" disebutkan bahwa pada mulanya warna dasar Lipa Sabbe hanya menggunakan warna hijau, kuning, putih, ungu, merah, merah muda serta biru. Penggunaan warna itu pun memiliki aturan di kalangan masyarakat.
Namun sejak tahun 2013 warna dan motif Lipa Sabbe pun dibuat kian beragam. Penggunaannya pun tidak lagi disesuaikan dengan aturan yang berlaku, melainkan pada kesukaan dan kesesuaian dengan busana yang akan dikenakan.
Adapun motif yang ada pada Lipa Sabbe juga beragam. Disebutkan setidaknya ada 14 motif yang kerap digunakan, antara lain sebagai berikut:
- Lipa Sabbe cure' sobbi' tettong (menggunakan benang emas dan perak sebagai selingan)
- Lipa Sabbe cure' KDI (motif kotak-kotak berukuran kecil)
- Lipa Sabbe cure' bali are' (motif timbul)
- Lipa Sabbe Cure' Sobbi' Lobang (motif kotak-kotak berukuran sedang dikombinasi dengan benang emas)
- Lipa Sabbe cure' sobbi' pucuk, (motif kotak-kotak sedang dengan benang emas berbentuk pucuk)
- Lipa Sabbe cure' sobbi' kristal renni, (motif kotak-kotak kecil dengan benang emas dan perak)
- Lipa Sabbe cure' sobbi' lobang balo renni pucuk (motif kotak-kotak besar dengan sisipan benang emas dan perak)
- Lipa Sabbe cure' pucuk rebbung (motif pinggiran segitiga menyerupai tunas bambu)
- Lipa Sabbe cure' kristal (motif garis lurus vertikal dengan motif kristal pada badan dan kepala sarung)
- Lipa Sabbe cure' sobbi' kristal lobang (motif kotak-kotak besar dengan sisipan motif kristal)
- Lipa Sabbe cure' eppa warna (motif kotak-kotak dengan empat macam warna)
- Lipa Sabbe cure' bali are' tettong (motif timbul dengan garis vertikal)
- Lipa Sabbe cure' barong (motif timbul yang khas)
- Lipa Sabbe cure' panji tengnga (motif kotak-kotak dengan sisipan huruf "S" yang telah distilasi sehingga menyerupai sepotong bendera yang berkibar).
Simak Video "Video: Depresi Ditinggal Istri, Pria di Maros Nekat Bakar Rumah"
[Gambas:Video 20detik]
(edr/alk)