Tari Pattennung adalah salah satu tarian tradisional suku Bugis di provinsi Sulawesi Selatan. Sesuai namanya, tari ini menggambarkan tentang aktivitas wanita-wanita Bugis dalam menenun benang menjadi kain.
Pattennung dalam bahasa Bugis diartikan sebagai orang yang menenun. Karena itu, Tari Pattennung ini mengisyaratkan kesabaran, ketekunan, dan ketelitian dalam proses tersebut.
Dalam pementasannya, Tari Pattennung biasanya dilakukan oleh 6 orang penari atau dalam jumlah genap. Gerakan tari yang dilakukan secara berkelompok ini akan menyuguhkan seni yang indah dan selaras dengan musik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir dari Jurnal Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan yang berjudul "Tari Pattennung di Sulawesi Selatan", disebutkan bahwa Tari Pattennung ini merupakan tari kreasi yang umumnya ditampilkan pada momen suka cita seperti penjemputan tamu, acara pesta adat, ataupun dalam kegiatan perlombaan dan festival.
Hingga saat ini, Tari Pattennung masih tetap eksis dan dikembangkan oleh masing-masing sanggar seni. Hal ini diharapkan dapat menambah khazanah kesenian yang ada di Sulawesi Selatan.
Asal Usul Tari Pattennung
Tari Pattennung tercipta melalui penghayatan yang dalam terhadap proses menenun dari awal hingga menghasilkan kain tenun sutera. Setiap tahapan dalam proses itu, diimplementasikan dalam gerakan tari yang indah.
Kegiatan menenun sendiri oleh masyarakat Bugis merupakan salah satu keterampilan yang diajarkan turun-temurun. Khususnya di Kabupaten Wajo, yang merupakan sentra produksi tenun kain sutera Lipa Sabbe.
Tari ini awalnya diciptakan oleh Andi Siti Nurhani Sapada pada tahun 1962. Ia adalah pendiri Institute Kesenian Sulawesi, yang telah dikenal sebagai seniman yang telah menciptakan banyak karya seni tari seperti Pakarena, Padduppa, Tari Anging mamiri dan lain sebagainya.
Penciptaan Tari Pattennung terinspirasi dari giat dan tekunnya masyarakat Sulawesi Selatan yang senang menenun. Oleh karena itu, gerakan-gerakan Tari Pattennung lahir dengan melihat dan membayangkan gerakan-gerakan ketika menenun.
Selanjutnya, Tari Pattennung kemudian menjadi terkenal hingga ke mancanegara. Pada tahun 1975, Andi Siti Nurhani Sapada mementaskan Tari Pattennung ini bersama tari Bosara di Australia.
Selanjutnya gerakan Tari Pattennung...
Gerakan Tari Pattennung
Komposisi dalam Tari Pattennung haruslah serempak. Para penari harus melakukan gerakan dengan serasi. Tidak boleh ada gerakan yang terpecah tetapi seirama dalam gerak.
Jika terjadi komposisi lain seperti selang-seling atau susul-menyusul, hal itu merupakan kreasi dan masing-masing penari yang menarikan Tari Pattennung.
Gerak gemulai penari dalam Tari Pattennung harus dapat dinikmati dengan indah oleh penonton. Dengan kata lain, gerakan harus lemah-lembut, gemulai dan cantik.
Selain itu, ekspresi wajah penari juga menjadi bagian penting. Ekspresi penari menunjukkan sebuah ketekunan dan kesabaran dengan ekspresi wajah yang tenang namun penuh kegembiraan.
Unsur gerakan dalam Tari Pattennung menggambarkan aktivitas menenun dari awal hingga akhirnya menciptakan kain tenun sutera. Secara umum ada 7 (tujuh) gerakan dasar dalam tari ini.
Unsur gerak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Gerakan Monu
Gerakan Monu ini adalah gerakan dasar atau inti yang pertama. Monu adalah aktivitas mengelola kapas menjadi benang dengan cara dimasak dan ditarik-tarik terus menerus.
Gerakan awal ketika melakukan Monu yaitu badan mengarah ke kiri sambil kedua tangan juga diayunkan ke kiri dengan lembut dan diteruskan ke arah kanan kemudian kedua tangan digerakkan ke atas dan ke bawah.
2. Gerakan Mapali
Gerakan dasar kedua dalam Tari Pattennung adalah gerakan Mapali. Ini adalah gerakan yang mengilustrasikan proses memintal benang.
Dalam gerakan Mapali, posisi badan duduk sedikit berlutut. Tangan menghadap ke depan, lalu tangan kanan diayunkan ke sebelah kanan bawah, sedangkan tangan kiri tetap di atas sambil jari tangan dilentikkan. Kemudian gerakan ini diulang dengan bergantian antara tangan kanan dan kiri.
Gerakan tersebut menunjukkan kegiatan memainkan, menarik, dan meluruskan benang agar tidak kusut. Benang kemudian dipintal dengan gerak tangan kiri-kanan-kanan ditarik ke kanan bawah dan tangan kiri sejajar dengna kepala sambil dilentikkan.
Kepala kemudian digerakkan melihat ke arah jari tangan dan tangan yang berayun secara berulang. Gerakan tersebut merupakan gerakan memperhatikan benang yang dipintal dengan teliti agar tidak kusut.
3. Gerakan Macello
Gerakan dasar ketiga adalah gerakan Macello. Yaitu gerakan mencelupkan benang untuk diwarnai.
Gerakan macello dalam Tari Pattennung yaitu gerakan tangan kiri berada sejajar disamping kepala dan ujung jari dilentikkan kemudian diayunkan ke arah bawah. Selanjutnya dilakukan gerakan yang sama untuk tangan kanan, sehingga kedua tangan berada di bawah seolah-olah sedang mencelupkan benang ke dalam wadah.
4. Gerakan Riassoi
Gerakan dasar selanjutnya adalah gerakan Riassoi. Ini adalah proses menjemur benang yang sudah selesai diwarnai.
Untuk melakukannya, posisikan kedua tangan di bagian bawah seolah-olah mengambil benang dari wadah. Selanjutnya gerekkan tangan ke bagian samping kanan lalu dihentakkan bersamaan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan mengarahkannya dari bawah-tengah-atas. Selanjutnya gerakan tersebut diulang pada bagian sebelah kiri.
5. Gerakan Masau
Masau adalah gerakan dasar kelima. Gerakan ini menggambarkan aktivitas menarik benang panjang untuk digulung.
Gerakannya yaitu penari dalam posisi berdiri kemdudian melangkah ke belakang sambil kaki berjinjit. Kemudian gerakan tersebut diulang lagi pada posisi sebelah kiri.
Ini menggambarkan kegiatan menarik benang panjang untuk disau (digulung).
6. Gerakan Apparisi
Gerakan berikutnya adalah gerakan Apparisi. Yaitu proses memasukkan gulungan benan satu per satu ke dalam sisir tenun untuk selanjutnya akan dilakukan penenunan.
Gerakan tersebut merupakan lanjutan dari gerakan Masau. Tangan kiri sejajar bahu, tanan kanan diayunkan ke samping bawah dan digerakkan dua kali atas-bawah.
Dalam gerakan apparisi, alunan musik akan melambat menunjukkan kegiatan yang membutuhkan konsentrasi dan fokus yang tinggi.
7. Gerakan Mattennung
Gerakan terakhir dalam Tari Pattennung adalah gerakan Mattennung. Yaitu memintal benang menjadi kain tenun khas masyarakat Bugis (lipa sabbe).
Penari dalam sikap duduk sambil tangan digerakkan ke kanan dan kiri mengikuti hentakan musik pengiring yang menandakan suatu ekspresi menenun. Suara iringan musik menghentak sebanyak sekali sebelah kanan, kemudian 2 kali di sebelah kiri. Selanjutnya gerakan tangan pindah lagi ke kana dengan dua kali hentakan musik.
Irama hentakan musik sangan penting dalam gerakan menenun ini. Pada kenyataannya, suara hentakan dalam kegiatan menenun sering didengarkan oleh masyarakat yang menjadi bahwa sedang ada aktivitas menenun.
Selanjutnya musik dan busana dalam Tari Pattennung...
Instrumen Musik dan Busana dalam Tari Pattennung
Agar mendapatkan harmoni dalam tarian, maka hal itu perlu didukung dengan instrumen musik dan juga busana yang dikenakan si penari. Tarian akan dinikmati secara utuh baik secara tampilan visual maupun dari instrumen audionya.
Instrumen musik juga berfungsi sebagai patokan para penari agar menampilkan gerak yang serasi dan harmonis. Dalam Tari Pattennung, alat musik yang digunakan adalah alat tradisional seperti gendang, kecapi dan suling.
Tempo musik dalam Tari Pattennung terbagi menjadi dua. Yaitu tempo lambat dan tempo senand. Tempo lambat terutama untuk gerakan-gerakan awal seperti Monu yang membutuhkan konsentrasi. Sedangkan tempo musik sedang untuk menunjukkan keuletan para penari dalam merangkai kapas menjadi benang.
Adapun busana yang digunakan oleh penari dalam Tari Pattennung adalah baju Bodo, yaitu baju adat Bugis-Makassar. Untuk mempercantik ditambahkan berbagai aksesories pelengkap seperti bando/kembang goyang pada kepala, bangkarak (anting), geno (kalung berantai), sima (gelang pangkal lengan), ponto (hiasan pergelangan tangan).
Nilai-nilai Filosofis dalam Tari Pattennung
Kegiatan menenun bagi masyarakat Bugis merupakan aktivitas yang mengandung nilai-nilai luhur dan budaya yang tinggi. Pada Tari Pattennung, gerak gemulai bukan hanya berupa tarian semata melainkan di dalamnya mengandung nilai-nilai yang penting untuk diketahui.
1. Nilai ketekunan
Para penari menggambarkan gerakan gemulai yang menunjukkan aktivitas menenun yang membutuhkan ketekunan. Dimana untuk menghasilkan sebuah kain tenun yang indah dibutuhkan ketekunan, ketelitian, konsentrasi dan keuletan yang tinggi.
2. Nilai Kesabaran.
Selain harus tekun dan teliti, kegiatan menenun kain sutera membutuhkan proses yang panjang dari awal hingga akhir. Hal ini membutuhkan kesabaran yang tinggi sebab menenun membutuhkan waktu yang lama.
3. Nilai Keindahan
Nilai keindahan menjadi salah satu aspek penting dalam sebuah tarian. Dalam Tari Pattennung, gerakan-gerakan dibuat dengan lembut dan gemulai untuk menyuguhkan pementasan yang indah.
4. Nilai Kerja Keras
Kerja keras merupakan salah satu jalan meraih tujuan yang diinginkan. Dalam Tari Pattennung digambarkan bagaimana penenun harus memiliki usaha dan kerja kerja.
5. Nilai Semangat/spirit
Dalam Tari Pattennung, spirit atau semangat itu ditunjukkan oleh para penari sebagai bentuk kerelaan dan kegembiraan dalam melakukan aktivitasnya. Spirit dalam mengerjakan aktivitas menenun sangat penting dalam menyelesaikan pekerjaan dengan baik.