Komunitas Towani Tolotang merupakan sekelompok masyarakat di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang masih bertahan menganut kepercayaan leluhur suku Bugis. Masyarakat Towani Tolotang menyucikan atau menyembah Tuhan Dewata Seuwae.
Ajaran leluhur ini diterapkan oleh masyarakat Towani Tolotang atau Tolotang di seluruh aspek kehidupan. Sehingga tradisi dan adat budaya yang dimiliki komunitas ini berbeda dengan masyarakat Bugis pada umumnya saat ini yang mayoritas memeluk agama Islam.
"Towani Tolotang ini mempertahankan kepercayaan leluhur hingga tata hidup masyarakat Bugis lama yang masih memercayai animisme dan dinamisme," jelas Sub Koordinator Cagar Budaya dan Museum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sidrap, Bakhtiar Said kepada detikSulsel, Jumat (9/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata, masyarakat Tolotang bukanlah asli dari wilayah Sidrap. Melainkan berasal dari salah satu wilayah di Wajo.
Masyarakat Tolotang terpaksa meninggalkan wilayah Wajo saat ajaran Islam masuk. Kemudian mereka akhirnya menetap di salah satu wilayah di Sidrap.
Asal Mula Komunitas Tolotang di Sidrap
Masyarakat Tolotang awalnya mendiami salah satu kampung di Kabupaten Wajo. Kampung tersebut bernama Wani.
"Tolotang ini berasal dari kampung Wani, makanya dia ikut namanya Towani Tolotang," jelas Bakhtiar.
Pada tahun 1610, masa Arung Matoa Wajo La Sangkuru Patau ajaran agama Islam masuk di Wajo. La Sangkuru yang sudah memeluk Islam kemudian memerintahkan seluruh rakyatnya memeluk Islam.
Namun, masyarakat di Kampung Wani tersebut menolak. Akhirnya mereka terpaksa angkat kaki dari Wajo karena enggan untuk meninggalkan kepercayaan leluhur yakni animisme dan dinamisme.
"Pada masa Arung Matoa Wajo, La Sangkuru Patau yang memerintah Wajo sekitar tahun 1610 meminta semua warganya ikut memeluk agama Islam dan Towani ini yang menolak dan meminta izin untuk suaka mencari daerah lain," bebernya.
Masyarakat Wani ini kemudian masuk ke wilayah yang kini dikenal dengan nama Amparita, Sidrap. Keberadaan mereka kemudian diterima oleh Addatuang Sidenreng untuk mendiami wilayah tersebut dengan sejumlah syarat.
"Mereka berjalan ke arah selatan hingga akhirnya tiba di daerah yang kini disebut Amparita," jelasnya.
Mereka diberikan wilayah dan kekuasaan untuk mengelola tanah di Amparita untuk membangun peradaban sesuai dengan kepercayaannya. Namun mereka harus menjaga dan menjunjung tinggi adat istiadat serta aturan yang berlaku di Sidrap.
Selanjutnya, dengan merujuk ke daerah kediaman mereka yang berada di sebelah Selatan, kemudian komunitas masyarakat ini disebut dengan Tolotang atau orang yang berada di sebelah selatan.
"Makanya namanya Towani Tolotang atau orang dari Wani yang berada di sebelah Selatan. Dan itu yang melekat hingga saat ini," paparnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya..
Mempertahankan Ajaran Leluhur Bugis Terdahulu
Bakhtiar mengatakan, yang membuat unik masyarakat Tolotang adalah benar-benar mempertahankan ajaran adat Bugis terdahulu hingga saat ini. Salah satunya mempertahankan bentuk rumah primitif suku Bugis yang menggunakan kayu bundar.
"Rumah dipertahankan memakai kayu asli menjadi tiang, bukan yang seperti saat ini yang persegi empat," rincinya.
Selain itu jendela rumah tidak memakai kaca tetapi hanya memakai kayu dan papan. Merujuk ke rumah dahulu orang Bugis sebelum mengenal kehidupan modern seperti saat ini.
"Model jendela juga dua jendela," paparnya.
Selain itu, Towani Tolotang juga mempertahankan budaya leluhur Bugis yang duduk beralaskan tikar tanpa adanya kursi. Namun ini juga disesuaikan dengan tamu yang datang.
"Di dalam rumah itu mereka tidak pakai tikar, jadi hanya duduk bersila bagi tamu yang datang," jelasnya.
Masyarakat Tolotang Menutup Diri dari Kehidupan Luar
Masyarakat adat Towani Tolotang sangat tertutup dari kehidupan di luar komunitas mereka. Orang luar yang akan masuk tidak harus memiliki izin dari tokoh masyarakat.
Izin untuk memasuki kawasan mereka juga sangat ketat. Hal ini juga yang membuat informasi dan penelitian tentang mereka sangat terbatas.
"Kalau datang ke sana bisa, tetapi tidak bisa lebih dalam atau ambil gambar. Kalau mau mengambil gambar hanya bisa jarak jauh," kata Bakhtiar.
Bakhtiar menambahkan masyarakat Towani Tolotang memiliki aturan yang cukup ketat untuk orang pendatang.
"Ada aturan untuk ke dalam yang diterapkan. Kita mau teliti juga terbatas karena dilarang. Kami dari kantor kebudayaan juga tidak bisa. Beda dengan Kajang bisa teliti lebih dalam dengan syarat pakai baju hitam," tambah Bakhtiar.
Ada Dua Jenis Tolotang
Bakhtiar mengungkapkan ada dua jenis Tolotang yang mendiami Sidrap. Yakni masyarakat Towani Tolotang yang masih menerapkan ajaran murni leluhur dan Tolotang Benteng yang telah membaur.
"Mereka juga ada dua. Ada yang asli tolotang yaitu Towani Tolotang dan ada juga Tolotang Benteng yang campuran," ungkap Bakhtiar.
Masyarakat Tolotang Benteng menyerap ajaran Islam namun tetap melaksanakan ritual-ritual ajaran leluhur.
"Dia melaksanakan ibadah muslim tetapi tetap juga melaksanakan ritual Tolotang. Jadi mereka sholat tetapi juga menjalankan ritual Tolotang," jelasnya.
Meski begitu Bakhtiar mengatakan pihaknya belum mengetahui lebih lanjut tentang Tuhan yang sembah oleh Tolotang Benteng, apakah Allah atau Dewata Seuwae.
Terkait ajaran Tolotang, Bakhtiar mengatakan mereka sesekali melakukan acara sesembahan. Selain itu pada acara-acara adat, seperti pernikahan akan diselingi dengan ritual kepercayaan mereka.
"Ada waktu tertentu atau hari-hari tertentu mereka bikin acara sesembahan. Begitu juga acara hajatan diselingi dengan ritual," kata Bakhtiar.
Simak Video "Video: Misteri Sosok Pria dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Sidrap"
[Gambas:Video 20detik]
(alk/tau)