Upah Minimum Provinsi Sulawesi Selatan (UMP Sulsel) 2026 resmi ditetapkan naik 7,21% menjadi Rp 3.921.088. Kenaikan UMP terbaru ternyata masih menimbulkan pro dan kontra antara serikat buruh dengan pengusaha, khususnya terkait penerapan struktur upah dan skala upah (SUSU).
Kenaikan UMP 2026 diumumkan di Baruga Asta Cita, Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur Sulsel, Makassar, Rabu (24/12/2025). Kebijakan itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman Nomor 2129/XII/6/2025 tentang Penetapan UMP dan UMSP 2026.
"UMP Sulsel 2026 sebesar Rp 3.921.088,79," ungkap Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel Raodah saat membacakan SK Gubernur Sulsel.
Pemprov Sulsel juga mengumumkan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) 2026. UMSP merupakan upah yang berlaku untuk sektor industri tertentu yang memiliki karakteristik dan risiko yang lebih tinggi.
UMPS dibagi ke dalam tiga sektor mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Pertama, pada sektor pertambangan energi dan kelistrikan dengan besaran koefisien 0,60 menjadi Rp 3.990.101.
Kedua, sektor industri pengolahan dan retail dengan besaran koefisien kenaikan 0,50 menjadi Rp 3.960.406. Ketiga, sektor aktivitas jasa dengan besaran koefisien kenaikan 0,50 menjadi Rp 3.921.732.
Dalam SK tentang UMP dan UMSP Sulsel 2026 juga diatur soal struktur upah dan skala upah (SUSU) yang wajib diterapkan pengusaha. Namun aturan tersebut belakangan memicu polemik setelah serikat buruh menyatakan dukungan, sedangkan pengusaha justru merasa keberatan.
Diketahui, struktur upah dan skala upah adalah susunan tingkat upah yang menjadi acuan pengupahan nominal di sebuah perusahaan. Kerangka ini disusun berdasarkan berbagai pertimbangan objektif, seperti golongan jabatan, masa kerja, pendidikan, serta kompetensi karyawan.
Buruh Nilai SUSU Keadilan Pengupahan
Serikat buruh mengapresiasi UMP Sulsel 2025 naik menjadi 7.21%. Pihaknya juga mendukung kebijakan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman yang menetapkan penerapan SUSU yang wajib direalisasikan pengusaha.
Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Pekerja Indonesia (KSBSI) Sulsel Andi Mallanti menilai SUSU menjadi kunci keadilan pengupahan. Aturan itu mengatur upah antara pekerja baru dengan pekerja yang sudah memiliki keahlian atau pengalaman.
"Itu bisa terjadi keadilan pengupahan. Karena di situ yang bisa membedakan mana upah bagi buruh yang sudah lama dengan upah buruh yang masih baru dan upah buruh bagi yang mempunyai skill. Itu fungsinya SUSU," tegas Andi Mallanti.
Andi Mallanti menilai, UMP hanya diperuntukkan bagi pekerja yang masih baru atau lajang. Jika pengusaha tidak menerapkan SUSU, maka bisa menimbulkan ketidakadilan karena tidak mempertimbangkan pengalaman atau keahlian seorang pekerja.
"Sekarang pertanyaannya, bagaimana dengan pekerja yang sudah lama? Makanya, ini terjadi pengupahan yang tidak berkeadilan. Makanya saya minta sama Pak Gubernur agar dilakukan sosialisasi terkait SUSU," paparnya.
Dia mendorong agar perusahaan-perusahaan diawasi secara ketat. Pihaknya meminta agar izin atau peraturan perusahaan tidak disahkan jika belum memuat struktur skala upah yang jelas.
"Jangan sekali-sekali lakukan tanda tangan PP (peraturan perusahaan) kalau belum buat struktur dan skala upah, karena di situ kuncinya" tegas Andi Mallanti.
Pengusaha Akui Berat Terapkan SUSU
Sementara unsur pengusaha dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel merasa keberatan dengan penerapan struktur upah dan skala upah (SUSU). Apindo lantas menyinggung profil tenaga kerja di Sulsel yang masih rendah secara latar belakangan pendidikan.
"Struktur skala upah itu orientasinya produktivitas. Tahu komposisi pekerja di Sulsel? 64% tidak tamat SMA. Bagaimana kita mau atur skill-nya itu? Beda dengan tenaga profesional, semakin lama di kantor, semakin bermutu," ucap Sekretaris Apindo Sulsel Andi Darwis.
Andi Darwis menjelaskan, penerapan SUSU mempertimbangkan pengalaman atau masa kerja seorang pekerja. Namun dia menilai semakin lama seseorang bekerja di sebuah perusahaan, tidak menjamin pekerja itu berkualitas.
"Bukan susah (menerapkan SUSU), memang nggak bisa diterapkan. (Masa kerja dalam penerapan SUSU) diperhitungkan. (Tetapi) Seyogyanya semakin lama bekerja orang semakin pintar kan. Tapi coba lihat, coba datang ke pabrik sana, 20 tahun bekerja, gitu-gitu aja modelnya," paparnya.
Dia menganggap kenaikan UMP sebesar 7,21% sangat membebani pengusaha. Upah minimum yang terus mengalami kenaikan tiap tahun dinilai bisa mengancam keberlangsungan sebuah perusahaan.
"Tahun depan katakan kalau naik, tahun depannya lagi, tiga tahun ke depan, kolaps ini perusahaan. Ketinggian (UMP). Tanpa tenaga kerja sadari, mana letak imbalan jasamu," imbuh Andi Darwis.
Kendati begitu, perusahaan tetap wajib menaati aturan karena terancam dikenakan sanksi jika membandel. UMP Sulsel yang naik menjadi Rp 3,92 juta harus mulai diberlakukan mulai tahun depan.
"Harus menerapkan. Kalau tidak menerapkan kena sanksi. Terhitung 1 Januari 2026 ini, harus melaksanakan dan tidak bisa membayar di bawah itu," jelasnya.
(sar/sar)