Sejumlah kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan (Sulsel) menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) meski belakangan ada daerah yang memutuskan menunda pemberlakuannya. Di Kota Parepare, tarif PBB-P2 sempat naik gila-gilaan di angka 800% hingga memicu protes dari masyarakat.
Kenaikan PBB-P2 ini menjadi perhatian publik hingga sempat memicu gelombang demonstrasi berujung kericuhan di Kabupaten Bone. Situasi ini membuat Pemprov Sulsel mengimbau pemerintah daerah (pemda) berhati-hati mengeluarkan kebijakan terkait pajak.
"Saya minta kepala daerah menunda kenaikan pajak," kata Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dalam rapat koordinasi bersama forkopimda serta bupati wali kota se-Sulsel secara virtual, Rabu (20/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andi Sudirman menuturkan, pemerintah daerah perlu melakukan identifikasi hingga klusterisasi objek pajak. Bahkan memprioritaskan menyiapkan kebijakan relaksasi pajak khususnya bagi masyarakat kurang mampu.
"Kenaikan pajak tidak boleh membebani rakyat. Pada prinsipnya, pemerintah hadir untuk memberi keringanan. Makanya saya tekankan perlu mitigasi dari sekarang," imbuh Andi Sudirman.
Sejumlah pemerintah daerah di Sulsel kini ada yang memutuskan menunda kenaikan tarif PBB-P2 setelah ramai mendapat sorotan. Dirangkum detikSulsel, berikut deretan daerah di Sulsel yang sempat menaikkan tarif PBB hingga memicu gelombang protes:
PBB Bone 65% Picu Demo Berujung Ricuh
Polemik PBB-P2 di Kabupaten Bone bermula dari munculnya isu kenaikan tarif mencapai 300%. Pemkab Bone pun menepis informasi tersebut dengan dalih kenaikannya hanya 65% merujuk dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Total kenaikannya sekitar 65% akibat dari pada penyesuaian zona nilai tanah dari BPN. Jadi tidak ada itu kenaikan 300%," kata Kepala Bapenda Bone Muh Angkasa kepada detikSulsel, Selasa (12/8).
Namun sejumlah warga telanjur meradang hingga aksi demonstrasi bermunculan. Puncaknya, massa dari Aliansi Rakyat Bone menggelar aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan di kantor Bupati Bone pada Selasa (19/8).
Dalam aksinya, massa melempar batu hingga dibalas tembakan gas air mata dari aparat. Sebanyak 13 aparat yang terdiri dari 8 anggota TNI, 3 polisi dan 2 Satpol PP Bone dilaporkan mengalami luka-luka.
Pemkab Bone yang diperhadapkan akan situasi tersebut kemudian memilih menunda kenaikan tarif PBB. Keputusan penundaan ini setelah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Penyesuaian 65% ini ditunda dulu. Sesuai arahan pemerintah pusat terkait PBB-P2 di wilayah Kabupaten Bone, maka dari itu kita tunda dan akan kita kaji ulang kembali," ujar Pj Sekda Bone Andi Saharuddin kepada wartawan, Selasa (19/8).
Saharuddin berharap masyarakat tetap tenang sembari pemerintah mengkaji ulang tarif PBB-P2. Bagi masyarakat yang sudah telanjur membayar PBB-P2 dengan kenaikan 65%, juga akan dilakukan penyesuaian.
"Adapun yang sudah melakukan pembayaran akan kita sesuaikan. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir," ujar Andi Saharuddin.
Kenaikan PBB di Parepare Tembus 800%
Kenaikan PBB-P2 di Parepare mengalami kenaikan di angka 453% hingga 800%. Salah satu warga bernama Yakorina mengaku kaget setelah tagihan PBB-nya yang harus dibayar mencapai Rp 5,5 juta dan dinilai sangat memberatkan.
"Terakhir tahun 2024 saya bayar Rp 999.100 naik menjadi Rp 5.529.000. Kenaikannya sekitar 453,43%," kata Yakorina kepada detikSulsel, Selasa (19/8).
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Parepare, Muhammad Yusuf Lapanna mengaku mendapat laporan ada warga yang membayar PBB dengan kenaikan 800%. Laporan tersebut membuat Yusuf sampai keheranan.
"Kami temukan di lapangan itu persentasenya naik itu ada yang sampai 800%. Bayangkan saja, bagaimana orang tidak kaget kalau Rp 400 ribu dia bayar, tiba-tiba langsung bayar Rp 4 juta lebih," ujar Yusuf.
Yusuf meminta Pemkot Parepare segera mengkaji ulang kebijakannya. Dia mengaku khawatir jangan sampai kenaikan ini memicu gelombang protes seperti yang terjadi di Bone.
"Karena ini (kenaikan PBB) kan sudah menjadi perhatian memang secara nasional. Karena ada peristiwa kemarin di Pati. Kita tidak inginkan kejadian itu terjadi di Parepare. Ya Bone kan sudah mulai," katanya.
Belakangan, Wali Kota Parepare Tasming Hamid memutuskan menunda penagihan kenaikan PBB-P2 setelah ramai keluhan dari warga. Namun Pemkot belum memberi penegasan kenaikannya ditunda atau dibatalkan.
"Pak Wali Kota Parepare memutuskan yang naik (PBB-nya) ditunda (penagihannya) dulu sambil berkonsultasi dengan BPK RI," ungkap Pj Sekda Parepare, Amarun Agung Hamka kepada detikSulsel, Rabu (20/8).
Pemkot Parepare akan mengkaji kembali kenaikan tarif PBB-P2 setelah 14 tahun terakhir belum mengalami kenaikan. Menurut Agung, kenaikan PBB ini sebenarnya dilakukan berdasarkan rekomendasi BPK.
"Karena kenaikan ini sebenarnya adalah rekomendasi dari BPK. Bahwa dari tahun 2011 Parepare belum pernah menaikkan PBB. Sedangkan harga tanah terus melonjak," jelasnya.
PBB Pinrang 44,26% Diklaim Masih Wajar
Pemkab Pinrang memutuskan menaikkan tarif PBB-P2 44,26% khusus untuk objek sawah dan perumahan. Pemkab berdalih kebijakan ini imbas zona nilai tanah (ZNT) yang sudah puluhan tahun tidak mengalami penyesuaian.
"Sama dengan daerah lain, kita melakukan penyesuaian nilai tanah. Kalau kita 44,26% (kenaikan PBB-P2)," kata Kabid Pendapatan Badan Pendapatan Keuangan Daerah (BPKPD) Pinrang, Harumin kepada detikSulsel, Rabu (20/8).
Harumin menganggap nilai tanah saat ini masih tergolong rendah hingga perlu disesuaikan dengan kondisi riil saat ini. Penyesuaian tarif PBB-P2 ini diklaim untuk meningkatkan nilai tanah masyarakat.
"(Objek) Sawah dan perumahan yang naik (tarif PBB-P2). Sawah itu masih harga Rp 71 ribu per hektare per tahun. Itu kan rendah sekali, jadi sekarang naik menjadi Rp 140 ribu per hektare per tahun," jelasnya.
Terpisah, Sekda Pinrang Andi Tjalo menegaskan, penyesuaian tarif PBB ini untuk meningkatkan PAD. Anggaran dari penerimaan daerah juga untuk mendukung pembangunan.
"Penyesuaian ini harus dipahami bersama. Bukan untuk memberatkan masyarakat, tetapi sebagai bentuk penyesuaian terhadap nilai tanah yang terus naik dari waktu ke waktu," jelas Andi Tjalo.
Sementara itu, Ketua DPRD Pinrang Nasrun Paturusi mendukung kenaikan tarif PBB ini. Dia mengklaim penyesuaian tarif PBB-P2 sebesar 44,26% masih dalam batas wajar.
"Saya kira wajar itu, tidak perlu kita ributkan. Ini demi pembangunan daerah kita juga nantinya. Iya, ada rekomendasi kita untuk menaikkan itu, karena memang jujur kita menginginkan PAD ini dinaikkan," kata Nasrun.
Politisi NasDem ini mengungkap PBB Pinrang tidak pernah mengalami kenaikan selama kurang lebih 18 tahun. Sementara Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) selalu naik.
"NJOP selalu naik tapi PBB tidak pernah dinaikkan, sekitar 18 tahun tidak pernah naik. Itupun kita lihat klasternya, seperti kelas A atau B artinya ada tingkatannya," imbuhnya.
Jeneponto Tunda Kenaikan PBB-P2 64%
Kenaikan PBB-P2 juga terjadi di Kabupaten Jeneponto yang tarifnya hanya berlaku untuk objek pajak yang memiliki bangunan. Tarif PBB di Jeneponto mulanya diisukan naik 400% namun Pemkab membantah informasi itu dengan klaim kenaikannya hanya 64%.
Kepala Bapenda Jeneponto Saripuddin Lagu lantas membandingkan tarif PBB tahun sebelumnya sebesar Rp 1.063.220. Sementara untuk objek pajak yang sama, tarif PBB tahun ini menjadi Rp 1.654.830.
"Setelah adanya penyesuaian tarif, PBB yang harus dibayarkan tahun ini menjadi Rp 1.654.830, yang artinya terjadi kenaikan sebesar 64%, bukan 400%," kata Saripuddin dilansir dari laman Pemkab Jeneponto, Kamis (14/8).
Belakangan, Bupati Jeneponto Paris Yasir memutuskan menunda pemberlakuan kenaikan tarif PBB itu atas munculnya aspirasi masyarakat. Kebijakan penundaan ini diputuskan dalam rapat bersama unsur forkopimda di ruang rapat Bupati Jeneponto, Selasa (19/8).
"Penyesuaian nilai pajak bumi dan bangunan ini harus dilakukan dengan bijak," ujar Yasir dalam keterangannya.
Penagihan dan layanan pembayaran PBB-P2 ditunda sampai terbitnya regulasi tentang perubahan peraturan bupati terkait tata cara pemungutan pajak dan retribusi daerah. Pemkab Jeneponto juga meminta wajib pajak yang keberatan dengan tagihan kenaikan PBB-P2 segera melapor ke pemerintah desa dan kelurahan.
Pemkab Jeneponto juga membentuk tim evaluasi untuk melakukan pengkajian terhadap perubahan tarif PBB sesuai regulasi baru. Pihaknya berkomitmen agar segala kebijakan ke depan tetap mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat.
"Kita perlu memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak hanya sesuai dengan regulasi, tetapi juga mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi dan daya beli masyarakat Jeneponto," jelas Yasir.