Pemprov Sulsel Imbau Pemda Tunda Kenaikan PBB Jika Bikin Gaduh-Beratkan Warga

Pemprov Sulsel Imbau Pemda Tunda Kenaikan PBB Jika Bikin Gaduh-Beratkan Warga

Adhe Junaedi Sholat - detikSulsel
Rabu, 20 Agu 2025 15:00 WIB
Sekda Sulsel Dr Jufri Rahman.
Foto: Sekda Sulsel Dr Jufri Rahman. (Adhe Junaedi/detikSulsel)
Makassar -

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengimbau pemerintah daerah (pemda) menindak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) jika berpotensi membuat kegaduhan. Hal ini merujuk dari adanya surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

"Sudah ada edaran Mendagri terkait PBB. Kalau memberatkan dan membuat kegaduhan hentikan," kata Sekda Sulsel Jufri Rahman kepada wartawan di Kantor Gubernur Sulsel, Rabu (20/8/2025).

Jufri mengaku sejumlah pemerintah daerah menerapkan kebijakan kenaikan PBB yang cukup drastis. Kenaikan tarif PBB ini disebut karena penyesuaian harga tanah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jombang itu 400-600 persen, 1.000 persen malah ada di Cirebon. Katanya penyesuaian tarif yang selama ini tidak diberlakukan. Tiba-tiba diberlakukan berdasarkan kondisi sekarang," paparnya.

"Pasti kenaikannya kelihatan drastis sekali. Tetapi dalam logika sederhana saja, kalau di kota ada kenaikan 300-400 persen mungkin masuk akal. Kan tergantung harga tanah," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Pemprov Sulsel pun mengingatkan bupati dan wali kota di Sulsel agar lebih jeli lagi mencari sumber pendapatan asli daerah (PAD) alternatif tanpa menaikkan PBB. Hal ini untuk menguatkan kemampuan fiskal daerah.

"Jadi seharusnya para pimpinan di daerah itu lebih jeli dan cerdas mencari sumber-sumber pendapatan, untuk menambah pundi-pundi dalam kondisi fiskal yang semakin menipis," tutur Jufri.

Apalagi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengurangi alokasi anggaran Transfer Ke Daerah (TKD) tahun 2026. Dari Rp 900 triliun menjadi Rp 600 triliun. Kondisi itu dinilai akan mempengaruhi kondisi fiskal di daerah.

"Meskipun Sulsel termasuk fiskalnya kuat di kelas rendah, tetapi pasti akan terpengaruh. Lebih-lebih daerah yang kapasitas fiskalnya rendah," bebernya.

Menurut Jufri, semangat otonomi daerah seharusnya berorientasi pada peningkatan kesejahteraan, bukan justru membebani rakyat. Sehingga, lanjut dia, kenaikan pajak justru bertentangan dengan hakekat otonomi daerah.

"Jadi kalau ada sesuatu atas nama otonomi lalu memberi beban pada rakyat, itu pengingkaran pada hakekat otonomi. Kalau kau tambah pajak, kesejahteraan jadi menurun. Berarti itu bertentangan dengan hakekat otonomi," tegas Jufri.

Sebelumnya diberitakan, demo penolakan kenaikan tarif PBB berujung ricuh pada Selasa (20/8). Kerusuhan terjadi saat massa mendesak Bupati Bone Andi Asman Sulaiman segera menemui mereka. Kericuhan diwarnai dengan aksi pelemparan batu dan bom molotov hingga polisi membalas dengan tembakan gas air mata.




(sar/ata)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads