- 1. Cerita Natal Sekolah Minggu: kelahiran Tuhan Yesus
- 2. Cerita Natal Sekolah Minggu: Susy's Christmas Present (Hadiah Natal Susy)
- 3. Cerita Natal Sekolah Minggu: The Little Match Girl (Gadis Penjual Korek Api) karya Hans Christian Andersen
- 4. Cerita Natal Sekolah Minggu: The Real St. Nick (Uskup Nick yang Asli) karya Dr. Ralph F. Wilson
- 5. Cerita Natal Sekolah Minggu: Christmas Travelers (Musafir Hari Natal) karya Dr. Ralph F. Wilson
- 6. Cerita Natal Sekolah Minggu: The Elves and The Shoemaker (Kurcaci dan Pembuat Sepatu) karya The Brother's Grimm
- 7. Cerita Natal Sekolah Minggu: The Christmas Story
- 8. Cerita Natal Sekolah Minggu: Little Piccola karya Francis Jenkins Olcott
- 9. Cerita Natal Sekolah Minggu: A Letter from Santa Claus (Surat dari Sinterklas) karya Mark Twain
- 10. Cerita Natal Sekolah Minggu: Perjalan Yusuf dan Maria ke Bethlehem
- 11. Cerita Natal Sekolah Minggu: Para Gembala Mendengar Kabar Sukacita
- 12. Cerita Natal Sekolah Minggu: Kedatangan Orang Majus
Cerita Natal sekolah minggu biasanya dibacakan saat misa malam Natal 25 Desember. Cerita ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan ibadah atau perayaan Natal.
Hal ini bertujuan mengajarkan anak-anak tentang makna Natal dan kasih Yesus Kristus sejak dini. Cerita Natal mengajarkan anak-anak tentang kasih Yesus yang lahir ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia.
Adanya cerita Natal juga membantu anak-anak merasa lebih terlibat dalam perayaan bersama keluarga dan gereja. Secara spesifik, cerita Natal sekolah minggu ini lebih berfokus pada pembelajaran dan pembinaan iman anak-anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, detikers tentu membutuhkan cerita-cerita Natal tersebut untuk dijadikan referensi, berikut 12 cerita Natal sekolah minggu untuk mengajarkan nilai kristiani sejak dini.
Berikut ini beberapa cerita Natal sekolah minggu yang telah dirangkum detikSulsel dari berbagai sumber. Disimak, yuk!
1. Cerita Natal Sekolah Minggu: kelahiran Tuhan Yesus
Dengan melangkah pelan-pelan karena sudah lelah, Yusuf dan Maria menelusuri jalan yang naik turun di bukit-bukit Efrata. Sudah berhari-hari lamanya mereka berjalan. Sekarang mereka hampir sampai ke tempat tujuan. Di depan mereka tampak membentang rumah di Bethlehem dengan warna keputih-putihan kena sinar matahari yang sudah condong ke barat. Bukan atas kemauan mereka sendiri mereka pergi ke Bethlehem.
Sebenarnya, mereka lebih suka tinggal di Nazaret. Apalagi sudah hampir waktunya Anak yang dijanjikan itu akan lahir. Tetapi, mereka harus pergi, karena Kaisar Agustus, yang memerintah kerajaan Romawi yang luas itu, mengeluarkan suatu perintah untuk mengadakan sensus penduduk di seluruh kerajaannya.
Karena itu, di seluruh negeri Yahudi diumumkan agar tiap orang harus pergi ke kotanya masing-masing untuk mendaftarkan namanya. Tidak ada orang yang berani menentang perintah Kaisar. Demikianlah, Yusuf dan Maria menempuh perjalanan yang sangat jauh dan sulit ke Bethlehem, kota Daud, karena mereka berasal dari keturunan Daud. Jadi, mereka adalah keturunan raja.
Akhirnya, mereka sampai di pintu gerbang kota Bethlehem. Tak lama lagi, mereka dapat istirahat. Mereka keluar masuk jalan-jalan yang penuh sesak dengan orang-orang yang datang dari segala penjuru negeri ke kota itu. Lalu, sampailah mereka ke sebuah rumah penginapan. Mereka bertanya apakah di sana ada tempat untuk bermalam. Ternyata sudah penuh sesak dengan orang-orang dan ternak yang berjejal jejal. Suara-suara yang memanggil-manggil dan berteriak-teriak dengan ributnya memusingkan kepala, apalagi untuk Maria yang sudah lelah itu.
Yusuf dan Maria berjalan ke sana ke mari mencari tempat, tetapi sia-sia saja. Di mana-mana tidak ada tempat, sekali pun untuk seorang ibu yang dalam keadaan hamil tua itu. Tidak ada tempat yang kosong untuk ibu Tuhan. Akhirnya, mereka mendapat tempat juga. Bukan di rumah penginapan atau rumah seorang penduduk kota itu, melainkan di dalam sebuah kandang.
Di sana pun jadilah, pikir mereka. Saat itu domba-domba sedang merumput di padang rumput di luar kota, dijaga oleh para gembala. Di dalam kandang itu ada sebuah palungan tempat makanan ternak. Di sebelah pojok, Yusuf meletakkan jerami dan mengaturnya untuk tempat tidur. Di sanalah mereka duduk lalu makan.
Hari makin petang, gelap pun mulai turun. Bintang-bintang mulai bertaburan di langit. Kota Bethlehem diliputi kegelapan malam. Pada malam yang gelap, di tempat yang sepi dan tersembunyi itu terjadilah mukjizat yang paling besar, yang belum pernah terjadi di dunia.
Di sana, lahirlah Anak Allah yang sudah dijanjikan berabad-abad sebelumnya, sebagai seorang Bayi kecil dan lemah. Ketika Juru Selamat itu lahir tak ada orang lain yang hadir kecuali Yusuf dan Maria. Dengan penuh kasih dan kebahagiaan Maria mencium Bayi itu, dan Yusuf mengelus-elus-Nya dengan tangannya yang kasar. Lebih daripada cinta kasih, tak ada yang dapat mereka berikan kepada Anak itu.
Tak ada tempat tidur yang empuk untuk Dia. Maria membungkus-Nya dengan kain lampin biasa. Yusuf menaruh jerami di dalam palungan yang ada di situ, lalu Maria meletakkan Bayi itu di dalamnya. Demikianlah, Anak Allah berbaring dalam sebuah palungan, tempat makan ternak. Raja di langit dan bumi lahir di dalam sebuah kandang. Siapakah yang percaya akan hal tersebut?
Kisah tentang kelahiran Tuhan Yesus ini diambil dari buku antologi cerpen Kristen berjudul Cerita-cerita Alkitab Perjanjian Baru karya Anne de Vries yang diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia (edisi 2010).
2. Cerita Natal Sekolah Minggu: Susy's Christmas Present (Hadiah Natal Susy)
"Ceritakanlah kisah kepada kami, Bunda; tolong," rayu dua gadis kecil berambut pirang, seraya berselimut di karpet lembut di depan perapian. "Ketika Bunda masih kecil, pernahkah Bunda mendapatkan persis apa yang diinginkan saat Natal?"
"Iya, pernah suatu kali. Aku adalah yang tertua, punya dua saudara laki-laki dan tiga adik perempuan kecil. Kami tidak punya rumah indah seperti ini. Kami tinggal di sebuah pondok kecil. Cantik, sih, waktu musim panas, ketika mawar dan bunga mawar sedang mekar. Ayahku sudah meninggal, dan ibuku bekerja untuk orang-orang kaya di sekitar desa. Ada banyak pekerjaan di sekitar waktu liburan.
"Waktu itu adalah hari sebelum Natal. Ibuku berada di rumah seorang wanita kaya dan baik hati. Malam itu, dia hendak mengadakan pesta besar di rumahnya."
"Ibu memberi tahu aku, ketika dia pergi, untuk menjaga anak-anak, dan dengan begitu, bisa jadi aku akan mendapatkan hadiah Natal yang bagus. Aku tahu kami akan mendapatkan banyak permen dan kue, dan hal-hal bagus lainnya, dari Mrs. Reid. Kami sering mendapatkan pakaian cantik juga, yang sudah tidak muat lagi dipakai oleh Mamie dan Robbie Reid."
"Aku berharap mendapatkan selendang; tetapi aku tahu Ibuku tidak mampu membelikan aku selendang. Bahkan hanya untuk mendapatkan sepatu juga sulit untuk kita semua. Jadi, aku pikir, aku harus puas dengan sarung tangan."
"Malam itu sudah cukup gelap, dan kita semua duduk di sekitar perapian. Aku telah meninabobokan Tilly dan meletakkannya di tempat tidur. Willie dan Joe sedang bermain cat's-cradle (tali-talian dengan jari). Sisanya lagi masih bangun dan sedang berpura-pura kaya dan bisa mendapatkan semua yang diinginkan untuk Natal."
"Tiba-tiba aku mendengar langkah berat di serambi, dan kemudian disusul ketukan di pintu. Aku pun membukanya, dengan Margie dan Amy bersembunyi di balik gaunku. Seorang anak laki-laki mendorong kotak besar ke dalam ruangan dan tiba-tiba berteriak, 'Selamat Natal untuk!' Lalu dia lari keluar dari gerbang."
"Kotak itu memiliki semua nama kita di sampul, dan anak-anak pun tidak sabar untuk melihat apa yang ada di dalamnya."
"'Tunggu sampai ibu datang,' kataku; dan tidak lama kemudian kami mendengarnya di gerbang. Dia terlihat terkejut, dan berkata bahwa Santa Claus telah mengingat kami lebih awal."
"Ibu menyarankan kami untuk pergi tidur dan menunggu sampai pagi untuk melihat hadiah kita. Itu cukup sulit; tetapi kami punya beberapa jeruk dan permen, dan aku meletakkan anak-anak laki-laki kembali ke tempat tidur. Margie dan aku merenungkan dan menebak-nebak apa yang ada di dalam kotak; tetapi akhirnya kami tertidur."
"Tentu saja, kami bangun pagi-pagi sekali. Ada boneka dan mainan untuk yang kecil, dengan topi dan sarung tangan, dan untukku, ada selendang! Aku mendapatkan selendang tupai yang indah, dilapisi dengan biru, dengan sedikit boa lembut untuk leherku.
Saat Natal itu, aku bisa memastikan bahwa aku adalah gadis yang bahagia."
"Dan sekarang, sayang-sayangku, kalian harus pergi tidur, atau Santa Claus tidak akan bisa menemukan kaus kaki kalian."
"Oh! Aku harap besok aku akan mendapatkan barang yang aku inginkan!" kata Gracie.
"Dan aku juga," bergema Helen. "Dan ceritanya sangat bagus, Bunda."
"Selamat malam, anak-anak, dan jangan lupa untuk panggil kami pagi-pagi."
Cerita Susy's Christmas Present dikutip dari laman Children Strories CA.
3. Cerita Natal Sekolah Minggu: The Little Match Girl (Gadis Penjual Korek Api) karya Hans Christian Andersen
Malam itu sangat dingin, dengan salju turun lebat dan angin bertiup kencang. Seorang gadis kecil, yang telah kehilangan ibunya dan mencoba menyokong ayahnya yang sakit, berjalan di jalanan yang tertutup salju, menjual korek api. Dalam keadaan yang sulit, gadis ini tanpa memedulikan badai salju berusaha menjual korek-koreknya dengan pakaian lusuh dan alas kaki yang sangat minim.
Dengan teriakan, dia menawarkan korek api di jalanan, tetapi tidak seorang pun menghiraukannya. Sementara orang lain bersiap-siap merayakan Natal dengan sukacita, gadis malang ini terus berusaha menjual korek tanpa hasil.
Dengan keranjang berisi banyak korek api, gadis ini terus berjalan hingga menjelang siang tanpa berhasil menjual sebatang pun.
Dalam keadaan lelah dan lapar, gadis ini melanjutkan perjalanannya, sementara butiran salju jatuh di rambut pirangnya. Sampai di depan sebuah rumah mewah, dia berhenti sejenak dan melihat ke dalam.
Dia melihat kebahagiaan keluarga yang merayakan Natal dengan pohon Natal yang indah dan lilin-lilin berwarna-warni. Melihat pemandangan itu, gadis kecil ini teringat kepada nenek dan ibunya yang sudah meninggal, membuatnya menangis dengan sedih.
Sambil menangis, gadis ini melanjutkan perjalanannya di sebuah jalan besar. Tiba-tiba, sebuah kereta kuda melintas dengan cepat dan hampir melukainya.
Terkena percikan lumpur, sandal gadis ini hilang, dan dengan kaki telanjangnya, dia terus berteriak menjual korek api. Senja tiba, dan gadis ini sangat kedinginan dengan kakinya yang biru. Dia merenungkan perasaan enaknya menjadi orang kaya yang merayakan Natal, sementara dia sendiri tidak memiliki korek yang terjual dan tidak bisa pulang ke rumah yang dingin.
Gadis ini merasa sangat lelah dan kedinginan, menyandar di dinding toko tanpa berani pulang. Dalam keputusasaan, dia memutuskan untuk menyalakan korek api untuk menghangatkan tangannya yang membeku. Namun, kehangatan yang dia rasakan hanya sesaat, dan dia terus melihat gambar-gambar indah yang muncul ketika dia menyalakan korek api.
Meski kehangatan yang dia rasakan hanya sebentar, setidaknya memberinya sedikit kenyamanan.
Dalam lamunan, gadis ini melihat berbagai pemandangan yang indah ketika dia menyalakan korek api. Dia membayangkan suasana hangat di dekat tungku api, daging panggang yang menggoda, dan pohon Natal yang memesona. Meskipun hanya ilusi, korek api memberinya sedikit kebahagiaan di tengah kedinginan dan kesendirian.
Dengan semakin berkurangnya jumlah korek api, gadis ini semakin merasakan kehangatan yang hanya bisa diberikan oleh api kecil itu. Dia terus menyalakan korek-korek tersebut, melihat berbagai gambar yang indah, termasuk sosok neneknya yang dicintainya. Dengan seiringnya waktu, gadis ini melihat dirinya terbang bersama neneknya ke tempat yang hangat dan penuh kebahagiaan, meninggalkan kedinginan dan kesulitan.
Pada pagi Natal, orang-orang di sekitar toko melihat gadis ini, yang tampak bahagia dengan senyuman di wajahnya. Namun, mereka tidak menyadari bahwa gadis kecil ini telah meninggal di malam menjelang Natal, membawa korek api yang masih terbakar di tangannya.
Cerita Gadis Penjual Korek Api ini merupakan kisah yang pertama kali terbit pada Desember 1845. Cerita pendek Natal ini masih populer hingga saat ini, Bunda.
4. Cerita Natal Sekolah Minggu: The Real St. Nick (Uskup Nick yang Asli) karya Dr. Ralph F. Wilson
"Sebuah kerumunan yang luas ditahan di setiap tempat," tulis seorang saksi mata. "Penjara - yang disiapkan untuk pembunuh dan perampok - dipenuhi oleh uskup, imam, dan diakon... sehingga tidak ada lagi ruang bagi mereka yang dihukum karena kejahatan."
Kau mungkin tidak akan berpikir akan menemukan St. Nick yang tua di penjara. Tetapi St. Nicholas lebih dari sekadar legenda Natal anak-anak. Ia adalah daging dan darah, seorang tahanan karena Kristus, uskup kota Mediterania Myra.
Apa yang kita ketahui tentang St. Nicholas yang sebenarnya?
Menurut biografi kuno, ia lahir dari orang tua kaya di kota Patara sekitar tahun 270 M. Ia masih muda ketika ibu dan ayahnya meninggal dan meninggalkan kekayaan baginya.
Sebagai seorang remaja, kerendahan hati Nicholas sudah terlihat. Ia mendengar tentang sebuah keluarga yang sangat miskin dan kelaparan.
Ayahnya tidak punya uang untuk makan, apalagi maskawin yang diperlukan untuk menikahkan tiga putrinya. Ayah itu siap mengirim anak perempuannya yang tertua ke jalanan untuk mencari nafkah dengan cara yang tidak baik.
Di bawah selimut malam, Nicholas melemparkan sebuah kantong koin emas melalui jendela tempat tinggal sederhana mereka. Pagi harinya, sang ayah menemukan emas tersebut. Betapa senangnya ia: keluarganya terselamatkan, kehormatan putrinya terjaga, dan maskawin untuk pernikahannya kini terjamin. Beberapa waktu kemudian, Nicholas secara diam-diam menyediakan maskawin untuk putri keduanya. Kemudian lagi untuk yang ketiga.
Namun pada kesempatan ketiga, ayah gadis-gadis itu berdiri memperhatikan. Begitu kantong emas itu jatuh berdenting di lantai, ia mengejar pemuda itu sampai menangkapnya. Nicholas pun merasa malu ketika diketahui melakukan kebaikan ini. Ia membuat ayah itu berjanji untuk tidak memberi tahu siapa pun karena telah membantu keluarganya. Kemudian, Nicholas meninggalkan kekayaannya untuk menjawab panggilan pelayanan.
Di kota Myra yang terdekat, seorang uskup mengawasi semua gereja di wilayah itu. Ketika uskup itu meninggal, para uskup dan menteri dari kota dan desa lain - termasuk Nicholas - berkumpul untuk memilih penggantinya.
Nicholas memiliki kebiasaan bangun sangat pagi dan pergi ke gereja untuk berdoa. Suatu pagi, seorang menteri tua menunggunya di ruang ibadah. "Siapa kau, anakku?" tanya sang menteri.
"Nicholas si pendosa," jawab menteri muda itu. "Dan aku adalah pelayanmu."
"Ikutlah denganku," pinta imam tua itu. Nicholas pun mengikutinya ke sebuah ruangan di mana para uskup berkumpul. Menteri tua itu menyampaikan kepada para hadirin. "Aku memiliki visi bahwa orang pertama yang masuk gereja di pagi hari akan menjadi uskup baru Myra. Inilah orang itu: Nicholas."
Memang mereka memilihnya sebagai uskup. Nicholas ditakdirkan untuk memimpin jemaatnya melalui ujian terburuk dalam sejarah.
Pada tahun 303 M, Kaisar Romawi Diokletianus memerintahkan penganiayaan brutal terhadap semua orang Kristen. Mereka yang dicurigai mengikuti Tuhan diperintahkan untuk berkurban kepada dewa-dewa para penyembah patung.
Nicholas dan ribuan orang lainnya menolak.
Menteri, uskup, dan para umat Kristen pun ditarik ke penjara. Penyiksaan keji pun diberikan kepada orang-orang Kristen di seluruh kekaisaran. Percaya atau tidak, bahkan ada yang diberi makan kepada binatang buas.
Beberapa juga dipaksa untuk bertarung melawan gladiator untuk hidup mereka sementara kerumunan yang haus darah berteriak meminta kematian mereka. Para wanita menderita siksaan yang merendahkan martabat mereka. Para kudus dipukuli sampai pingsan, yang lain dibakar hidup-hidup.
Namun penganiayaan tidak bisa memadamkan Kekristenan, malah sebaliknya semakin berkembang. Pemimpin abad ketiga Tertulianus mengamati dan berkata, "Darah para martir adalah benih Gereja."
Mereka yang selamat dari ruang penyiksaan Diokletianus disebut "orang kudus" atau "pengaku iman" oleh rakyat, karena mereka tidak meninggalkan pengakuan mereka bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Nicholas adalah salah satu dari mereka.
Akhirnya, setelah bertahun-tahun dipenjara, pintu besi pun terbuka dan Uskup Nicholas keluar, dibebaskan dengan keputusan dari seorang Kaisar baru, Konstantinus. Saat ia memasuki kotanya sekali lagi, rakyatnya berkumpul di sekitarnya. "Nicholas! Pengaku iman!" mereka berteriak. "Santa Nicholas telah pulang!"
Uskup itu dipukuli tetapi tidak hancur. Ia melayani umat Kristus di Myra selama tiga puluh tahun lagi. Melalui doa dari prajurit iman yang diuji ini, banyak yang menemukan keselamatan dan penyembuhan. Nicholas berpartisipasi dalam Konsili Nicea yang terkenal pada tahun 325 M. Ia meninggal pada tanggal 6 Desember, sekitar tahun 343, sebagai legenda hidup, dicintai oleh seluruh kotanya.
St. Nick yang terkenal pada musim Natal ini masih membawa kenangan samar dari sosok kuno ini. Warna pakaiannya mengingatkan pada merah jubah uskup. Kalimat, 'membuat daftar dan memeriksanya dua kali,' mungkin mengingatkan pada ceramah-ceramah sang santo tua kepada anak-anak tentang perilaku yang baik. Hadiah yang dibawa secara diam-diam pada malam Natal mengingatkan pada kemurahan hati St. Nick kepada tiga putri yang ia bantu secara diam-diam.
Jika dia masih hidup hari ini, pasti St. Nick akan merendahkan perhatian dari dirinya sendiri. Ia pasti tidak ada mengenakan topi dan mantel merah berbulu. Tidak akan ada rusa dan kereta salju atau bengkel Kutub Utara. Seperti yang dilakukannya dalam hidupnya berabad-abad yang lalu, Uskup Nicholas akan menunjukkan orang-orang kepada Pemimpin mereka.
"Aku adalah Nicholas, seorang pendosa," pasti akan dikatakan oleh santo tua itu kepada para pemimpin. "Nicholas, hamba dari Kristus Yesus."
5. Cerita Natal Sekolah Minggu: Christmas Travelers (Musafir Hari Natal) karya Dr. Ralph F. Wilson
Cerita Natal mengingatkan pada kisah para musafir yang didorong oleh irama pelan dari langkah-langkah hewan-hewan yang dinaiki mereka:
Kami tiga orang raja dari Timur
Membawa persembahan kami melintasi jauh,
Padang luas dan air mancur, padang pasir dan gunung,
Mengikuti bintang nun jauh di sana.
Mengapa orang bijak ini melakukan perjalanan sejauh itu?
Seorang ahli astronomi tinggi, penasihat raja Persia, melompat dari kewaspadaan tengah malamnya di halaman istana. "Casper, datanglah! Lihatlah sepanjang tongkat yang aku pandu ke arah rasi bintang orang Yahudi itu!" Casper melihat ke dalam kegelapan. "Apakah kau melihatnya? Bintang yang berkilau itu baru saja berkilau malam ini! Ini pasti pertanda kelahiran seorang raja yang perkasa!"
Sebuah desis lembut keluar saat dia melihatnya. "Di sanalah!" Ia berbicara dengan cepat sekarang. "Aku telah membaca kitab-kitab kuno Ibrani yang menceritakan tentang bintang penguasa ini." Bangkit, ia pun berkata, "Kita harus melihatnya. Kita harus pergi!"
Melintasi jalur karavan Persia, Babel, dan Suriah sejauh 1.200 mil, mereka menyeberangi sungai-sungai lebar, melewati kota-kota kuno, melintasi padang pasir tandus. Tiga bulan mereka berjalan ke barat, hari demi hari, "mengikuti bintang nun jauh di sana."
Di Yerusalem, mereka bertanya, "Di mana ia, yang dilahirkan Raja orang Yahudi? Karena kami telah melihat bintang-Nya di Timur, dan kami datang untuk menyembah-Nya." Menyembah? Jadi, Sang Bayi ternyata lebih dari seorang raja!
Sekarang mereka mengikuti bintang bersinar itu sampai berhenti di atas rumah sederhana di Betlehem. Pada dini hari, tetangga-tetangga berkumpul untuk menyaksikan para musafir yang berpakaian mewah turun dari hewan mereka. Yusuf menemui mereka di ambang pintu.
"Kami datang untuk melihat anak itu, Raja." Para musafir bijak itu tunduk di hadapan Sang Bayi, wajah mereka menyentuh lantai.
Penasihat-penasihat kerajaan memberikan penghormatan, menyembah Anak Kristus. Di luar, pelayan-pelayan mereka membongkar peti berat dari unta dan menempatkan persembahan di depan Raja. Aroma berat dari kemenyan dan mur berbaur untuk mengisi ruangan saat satu per satu kotak dibuka.
Sentuhan jari-jari kecil anak itu, pandangan terakhir yang panjang, dan para lelaki bangkit untuk pergi. Lonceng unta segera memudar di udara pagi yang sejuk.
Kita juga melakukan perjalanan pada Natal, mengunjungi keluarga dan teman-teman. Namun, seperti para musafir bijak itu, perjalanan paling penting yang kita lakukan selama liburan yang sibuk ini adalah mendekati Yesus sendiri dengan pemberian hati kita.
6. Cerita Natal Sekolah Minggu: The Elves and The Shoemaker (Kurcaci dan Pembuat Sepatu) karya The Brother's Grimm
Dahulu kala, hiduplah seorang tukang sepatu yang bekerja dengan sangat tekun dan jujur, namun pendapatannya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Akhirnya, semua harta yang dimilikinya habis, hanya tersisa sedikit kulit untuk membuat satu pasang sepatu.
Ia memotong kulit itu dengan rapi, bersiap untuk membuat sepatu esok hari. Dengan hati yang lega meskipun dalam kesulitan, ia tidur dengan tenang, menyerahkan segala kekhawatirannya pada Tuhan, dan segera terlelap. Pagi harinya, setelah berdoa, ia duduk untuk bekerja, dan dengan heran melihat sepasang sepatu yang telah jadi di atas meja.
Pria itu tidak tahu apa yang harus dikatakan atau dipikirkan selepas menghadapi kejadian janggal ini. Kualitas sepatunya begitu sempurna, tanpa satu jahitan pun yang salah. Bahkan, menurutnya hasil sepatu itu adalah sebuah karya seni.
Pada hari yang sama, seorang pelanggan datang, dan sepatunya sangat cocok sehingga ia dengan senang hati membayar lebih mahal dari biasanya. Dengan uang itu, sang tukang sepatu membeli cukup kulit untuk membuat dua pasang sepatu.
Di malam hari, ia memotong kulit, berencana bangun lebih awal keesokan harinya, tetapi ia dihemat dari segala kesulitan karena ketika ia bangun, pekerjaan itu tiba-tiba sudah selesai di tangannya. Pembeli-pembeli datang dan membayar mahal, sehingga ia bisa membeli kulit cukup untuk empat pasang sepatu lagi.
Begitu pun seterusnya: sang tukang sepatu mempersiapkan sepatu pada malam hari dan selalu tiba-tiba selesai saat fajar. Alhasil, pria itu segera meraih kesuksesan dan hidupnya sejahtera lagi.
Suatu malam, menjelang Natal, ketika mereka duduk bersama di depan perapian, sang tukang sepatu berkata pada istrinya,
"Aku ingin duduk mengawasi malam ini, agar kita bisa mencari tahu siapa yang datang dan mengerjakan pekerjaanku." Sang istri menyukai ide itu, jadi mereka meninggalkan lampu menyala dan bersembunyi di sudut ruangan, di balik tirai yang tergantung di sana, untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
Ketika tengah malam tiba, masuklah dua kurcaci kecil tanpa mengenakan pakaian. Mereka duduk di bangku tukang sepatu, mengambil semua pekerjaan yang sudah dipotong, dan mulai bekerja dengan jari-jari kecil mereka, menjahit dan mengetuk dengan kecepatan yang membuat sang tukang sepatu heran, dan membuatnya tak bisa melepaskan pandangannya.
Mereka terus bekerja hingga sepatu pun selesai dibuat sepenuhnya, siap digunakan di atas meja. Hal ini kerap terjadi sekian lama dan selesai sebelum fajar menyingsing. Setelah selesai, kedua kurcaci itu bergegas pergi secepat kilat.
Keesokan harinya, sang istri berkata pada tukang sepatu, "Makhluk-makhluk kecil ini telah membuat kita kaya, dan kita seharusnya bersyukur kepada mereka, dan melakukan kebaikan jika kita bisa. Aku sangat menyesal melihat mereka berlari kesana-kemari seperti itu; dan sebenarnya itu tidak sangat sopan, karena mereka tidak memiliki apa-apa untuk menutupi tubuh mereka dari dingin.
Aku akan membuatkan masing-masing dari mereka sebuah kemeja, jaket, rompi, dan celana panjang sebagai tambahan; dan kau, buatlah masing-masing untuk mereka sepasang sepatu kecil."
Ide itu sangat disukai oleh sang tukang sepatu yang baik; dan suatu malam, ketika semua barang sudah siap, mereka meletakkannya di atas meja - sebagai ganti dari pekerjaan yang biasanya mereka lakukan - lalu pergi dan bersembunyi, untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh makhluk-makhluk kurcaci itu itu.
Sekitar tengah malam, mereka datang, menari dan melompat di sekitar ruangan, lalu duduk untuk bekerja seperti biasa; tetapi ketika mereka melihat pakaian yang telah disiapkan untuk mereka, mereka tertawa dan bergembira, tampak sangat senang.
Mereka pun bergegas berpakaian dengan cepat, menari dan melompat dan bermain-main, semeriah mungkin; hingga akhirnya mereka menari keluar melalui pintu, dan pergi jauh ke atas padang rumput.
Pasangan baik itu tidak melihat mereka lagi; tapi segala sesuatu berjalan dengan baik bagi mereka mulai dari saat itu, sepanjang hidup mereka.
Cerita ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2001. Berasal dari antologi kisah-kisah dongeng, Grimms' Fairy Tales, diterbitkan oleh Jacob Grimm dan Wilhelm Grimm. Diterbitkan juga dalam bentuk e-book oleh The Project Gutenberg.
7. Cerita Natal Sekolah Minggu: The Christmas Story
Dahulu kala, sekitar 2000 tahun yang lalu, ketika Raja Herodes memerintah di Yudea, Allah mengirim malaikat Gabriel kepada seorang perempuan muda yang tinggal di kota utara Nazaret. Nama gadis itu adalah Maria, dan ia sudah bertunangan untuk menikah dengan Yusuf.
Malaikat Gabriel berkata kepada Maria: "Damai sejahtera bagimu! Allah memberkati engkau dan berkenan padamu." Maria sangat terkejut dengan hal ini dan bertanya-tanya apa yang dimaksud malaikat itu.
Malaikat itu berkata kepadanya, "Jangan takut, Allah telah sangat baik kepadamu. Engkau akan hamil oleh Roh Kudus dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan engkau akan menamainya Yesus. Dia akan menjadi Anak Allah dan kerajaannya tidak akan pernah berakhir."
Maria sangat takut, tetapi dia percaya kepada Allah. "Biarlah terjadi sesuai dengan pilihan Allah." jawabnya kepada malaikat. Gabriel juga memberitahu Maria bahwa sepupunya,
Elisabet, yang semuanya mengira terlalu tua untuk memiliki anak, akan memiliki seorang anak laki-laki yang dipilih oleh Allah untuk mempersiapkan jalan bagi Yesus.
Maria mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga dan teman-temannya, lalu pergi untuk mengunjungi sepupunya, Elisabet, dan suaminya, Zakaria.
Elisabet sangat bahagia melihat Maria. Dia tahu bahwa Maria telah dipilih oleh Allah untuk menjadi ibu dari Anak-Nya. Seorang malaikat juga telah memberitahu Zakaria bahwa bayi Elisabet akan mempersiapkan orang untuk menyambut Yesus. Bayi itu akan dinamai Yohanes. Maria tinggal bersama Elisabet sekitar tiga bulan, lalu kembali ke Nazaret.
Yusuf khawatir ketika dia mengetahui bahwa Maria sedang hamil sebelum pernikahan mereka berlangsung. Dia berpikir untuk menunda pernikahan mereka sepenuhnya. Kemudian, malaikat memunculkan dirinya kepada Yusuf dalam mimpinya dan berkata: "Jangan takut untuk mengambil Maria sebagai istri."
Malaikat menjelaskan bahwa Maria telah dipilih oleh Allah untuk menjadi ibu Anak-Nya dan memberitahu Yusuf bahwa bayi itu akan dinamai Yesus yang berarti 'Juru Selamat' karena Dia akan menyelamatkan orang-orang. Ketika Yusuf terbangun, dia melakukan apa yang dikatakan malaikat kepadanya dan menjadikan Maria istrinya.
Pada saat itu, tanah tempat Maria dan Yusuf tinggal adalah bagian dari Kekaisaran Romawi. Kaisar Romawi, Augustus, ingin memiliki daftar semua orang di kekaisarannya, untuk memastikan mereka membayar pajak. Ia memerintahkan semua orang untuk kembali ke kota asal keluarga mereka dan mendaftarkan namanya di sana.
Maria dan Yusuf melakukan perjalanan jauh (sekitar 112 kilometer) dari Nazaret ke Betlehem, karena itulah asal keluarga Yusuf. Sebagian besar orang berjalan, tetapi beberapa orang yang beruntung memiliki keledai untuk membantu membawa barang yang dibutuhkan selama perjalanan. Yusuf dan Maria berjalan sangat lambat karena bayi Maria akan segera lahir.
Ketika mereka tiba di Betlehem, mereka kesulitan mencari tempat menginap. Begitu banyak orang yang datang untuk mendaftarkan nama, sehingga setiap rumah penuh dan setiap tempat tidur telah diambil di semua kamar tamu. Satu-satunya tempat yang bisa mereka temukan adalah bersama binatang-binatang.
Orang sering kali menyimpan hewan di dalam rumah, terutama pada malam hari, dan menggunakan mereka untuk menghangatkan tubuh! Biasanya orang tidur di tempat yang ditinggikan/di atas dengan hewan di bawah untuk memberikan tambahan kehangatan.
Jadi, di tempat di mana binatang-binatang tidur itulah, Maria melahirkan Yesus, Anak Allah.
Pada zaman itu, kebiasaan orang-orang adalah membungkus bayi yang baru lahir dengan rapat menggunakan kain panjang yang disebut 'kain peluk'. Tempat tidur Yesus adalah palungan tempat binatang-binatang makan jerami mereka.
Di bukit-bukit dan ladang-ladang di luar Betlehem, para gembala menjaga kawanan domba mereka sepanjang malam.
Ketika hari baru dimulai, tiba-tiba seorang malaikat muncul di depan mereka dan kemuliaan Allah bersinar di sekitar mereka. Para gembala pun sangat takut, tetapi malaikat berkata, "Jangan takut. Aku membawa kabar baik bagi kalian dan semua orang. Hari ini di Betlehem, seorang Juru Selamat telah lahir untuk kalian. Kalian akan menemukan bayi itu berbaring di palungan."
Lalu banyak malaikat lain muncul, menerangi langit. Para gembala mendengar mereka memuji Allah dengan menyanyikan: "Muliakanlah Allah di tempat yang tertinggi, dan damai sejahtera bagi semua orang di bumi." Setelah malaikat pergi, para gembala berkata satu sama lain, "Ayo, pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang telah terjadi." Jadi para gembala pergi ke Betlehem dan menemukan Maria dan Yusuf.
Bayi Yesus berbaring di palungan sesuai yang telah diberitahu kepada mereka. Ketika mereka melihatnya, mereka menceritakan kepada semua orang apa yang telah dikatakan malaikat, dan semua orang yang mendengar kisah itu terkejut. Kemudian para gembala kembali ke domba-domba mereka, memuji Allah karena mengutus Anak-Nya untuk menjadi Jurupelindung mereka.
Ketika Yesus lahir, bintang baru yang terang muncul di langit.
Beberapa Majus dari negeri-negeri jauh melihat bintang itu dan menebak apa artinya. Mereka adalah orang-orang cerdas yang mempelajari bintang-bintang dan telah membaca dalam tulisan-tulisan kuno bahwa bintang baru akan muncul ketika seorang raja besar dilahirkan. Mereka berangkat untuk menemukan raja baru itu dan membawa hadiah kepadanya.
Para Majus mengikuti bintang itu menuju ke Yudea, dan ketika mereka sampai di ibu kota yang disebut Yerusalem, mereka mulai bertanya kepada orang-orang: "Di manakah anak yang dilahirkan menjadi raja orang Yahudi?" Herodes, sang raja Yudea, mendengar hal ini dan merasa sangat marah karena berpikir bahwa seseorang mungkin akan menggantikannya sebagai raja. Herodes pun memanggil para Majus untuk datang kepadanya.
Dia memberi tahu mereka untuk terus mengikuti bintang itu sampai mereka menemukan bayi raja. Dia berkata: "Ketika kalian menemukannya, beritahukanlah kepadaku, supaya aku juga bisa pergi dan menyembahnya." Tetapi Herodes tidak memberitahu mereka bahwa sebenarnya ia memiliki rencana jahat untuk membunuh raja yang baru lahir itu.
Para Majus melanjutkan mengikuti bintang itu menuju Betlehem. Bintang itu tampak berhenti dan bersinar langsung ke tempat di mana Yesus berada.
Para Majus masuk ke rumah tempat mereka tinggal sekarang dan menemukan Yesus bersama Maria. Mereka tunduk dan menyembah Dia. Para Majus membuka harta karun yang mereka bawa di hadapan Yesus. Hadiah-hadiah itu berupa emas, kemenyan, dan mur. Para Majus diperingatkan dalam mimpi, oleh Allah, untuk tidak kembali kepada Herodes. Jadi mereka pulang ke negara mereka masing-masing melalui jalan yang berbeda.
Ketika para Majus pergi, seorang malaikat muncul kepada Yusuf dalam mimpi. "Bangunlah," kata malaikat itu, "ambillah Yesus dan Maria dan pergilah ke Mesir. Tinggallah di sana sampai Aku memberitahumu, sebab Herodes akan mencari Yesus untuk membunuh-Nya." Yusuf pun bangun, mengambil Yesus dan Maria, dan malam itu mereka pergi ke Mesir, di mana mereka tinggal sampai Herodes meninggal.
Ketika Herodes menyadari bahwa dia telah dipermainkan oleh para Majus, dia sangat marah dan memerintahkan membunuh semua bayi laki-laki yang berusia dua tahun ke bawah di Betlehem dan daerah sekitarnya. Hal ini dilakukan untuk mencoba membunuh Raja yang baru lahir itu, karena rencananya untuk mengetahui lokasi Raja baru itu dari para Majus telah gagal.
Setelah Herodes meninggal, Yusuf bermimpi lagi di mana seorang malaikat muncul kepadanya. Malaikat itu berkata, "Bangunlah, ambil Yesus dan Maria, dan kembalilah ke Israel, sebab orang-orang yang mencoba membunuh Yesus sudah mati."
Jadi Yusuf bangun, mengambil Yesus dan Maria, dan membawa mereka kembali ke Israel. Tetapi ketika dia mendengar bahwa anak laki-laki Herodes sekarang menjadi raja Yudea, dia takut untuk pergi ke sana. Sebagai gantinya, mereka pergi ke Galilea dan tinggal di kota lama mereka, yaitu Nazaret.
8. Cerita Natal Sekolah Minggu: Little Piccola karya Francis Jenkins Olcott
Piccola tinggal di Italia, tempat jeruk tumbuh dan di mana matahari bersinar hangat sepanjang tahun. Mungkin kau berpikir Piccola adalah nama yang sangat aneh untuk seorang gadis kecil, tetapi di negaranya itu sama sekali tidak aneh, dan ibunya menganggapnya sebagai nama yang paling manis yang pernah dimiliki seorang gadis kecil.
Piccola tidak memiliki ayah yang baik, tidak ada kakak atau adik perempuan, dan tidak ada bayi lucu untuk diajak bermain dan dicintai. Dia dan ibunya tinggal sendirian di sebuah rumah batu tua yang menghadap ke jalan gelap dan sempit. Mereka sangat miskin, dan ibunya hampir setiap hari pergi dari rumah, mencuci pakaian, menyikat lantai, dan bekerja keras untuk menghasilkan uang untuk dirinya dan putrinya.
Jadi, bisa kau lihat Piccola seringkali sendirian; dan jika dia bukan anak kecil yang sangat bahagia dan puas, aku hampir tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Dia tidak memiliki mainan kecuali tumpukan batu di halaman belakang yang digunakannya untuk membangun rumah dan sebuah boneka yang sangat tua dan usang yang ibunya temukan di jalanan suatu hari.
Tetapi, ada lubang kecil dan bulat di tembok batu di belakang halaman, dan kesenangannya yang terbesar adalah melihat ke lubang itu ke taman tetangganya. Ketika dia berdiri di atas batu dan menempelkan matanya ke lubang, dia bisa melihat rumput hijau di taman, mencium bunga-bunga yang harum, dan bahkan mendengar air berdesir ke dalam air mancur. Dia belum pernah melihat seseorang berjalan-jalan di taman itu, karena taman itu milik seorang kakek yang tidak peduli tentang rumput dan bunga.
Suatu hari di musim gugur, ibunya memberitahunya bahwa si kakek sudah pergi dan telah menyewakan rumahnya kepada keluarga anak-anak kecil Amerika, yang datang dengan ibu mereka yang sakit untuk menghabiskan musim dingin di Italia.
Setelah itu, Piccola tidak pernah merasa kesepian lagi, karena sepanjang hari anak-anak berlari, bermain, menari, dan menyanyi di taman. Beberapa minggu pun berlalu sebelum anak-anak itu menyadari kehadiran Piccola - dan aku tidak yakin mereka akan pernah melakukannya - tetapi suatu hari seekor anak kucing melarikan diri. Mengejar anak kucing itu, mereka mendekati tembok dan melihat mata hitam Piccola melalui lubang batu.
Mereka sedikit ketakutan pada awalnya, dan tidak berbicara dengannya; tetapi keesokan harinya dia ada di sana lagi, dan Rose, gadis tertua, mendekati tembok dan mencoba berbicara dengannya sebentar. Ketika anak-anak mengetahui bahwa dia tidak punya teman untuk bermain dan merasa sangat kesepian, mereka berbicara dengannya setiap hari, dan sering membawakan buah dan permen melalui lubang di tembok.
Suatu hari mereka bahkan mencoba mendorong anak kucing melalui lubang; tetapi lubang itu hampir tidak cukup besar untuknya, dan dia mengeong dan menggaruk dan sangat ketakutan. Setelah itu, anak laki-laki kecil itu berkata dia akan bertanya kepada ayahnya apakah lubang itu tidak bisa dibuat lebih besar, dan kemudian Piccola pun bisa masuk dan bermain bersama mereka.
Ayah itu telah mengetahui bahwa ibu Piccola adalah wanita baik, dan bahwa gadis kecil itu sendiri manis dan baik, sehingga dia sangat senang bisa membiarkan beberapa batu dipecah dan membuat lubang agar Piccola bisa masuk.
Betapa girangnya dia, dan betapa senangnya anak-anak ketika dia pertama kali melangkah ke dalam taman! Dia mengenakan baju terbaiknya, rok wol berwarna cerah yang panjang, dan kemeja putih. Di lehernya ada kalung mutiara, dan di kakinya ada sepatu kayu kecil. Akan terasa sangat aneh bagi kita-bukan begitu?-untuk memakai sepatu kayu; tetapi Piccola dan ibunya tidak pernah memakai yang lain, dan tidak pernah punya uang untuk membeli kaos kaki.
Piccola hampir selalu berlari tanpa sepatu, seperti anak kucing, anak ayam, dan bebek-bebek kecil. Betapa menyenangkan mereka hari itu, dan betapa senangnya ibu Piccola bahwa putrinya bisa memiliki tempat bermain yang menyenangkan dan aman, sementara dia pergi bekerja!
Pada suatu ketika, bulan Desember tiba, dan para anak kecil Amerika itu mulai membicarakan tentang Natal. Suatu hari, ketika kepala keriting dan mata cerah Piccola muncul melalui lubang di tembok, mereka berlari ke arahnya dan membantunya masuk; dan saat itu, mereka semua bertanya padanya sekaligus apa yang dia pikirkan sebagai hadiah Natal.
"Hadiah Natal!" kata Piccola. "Kenapa? Apa itu?"
Semua anak itu terlihat terkejut mendengar ini, dan Rose berkata, agak serius, "Sayang Piccola, apakah kamu tidak tahu apa itu Natal?"
Oh, ya, Piccola tahu bahwa Natal adalah hari bahagia ketika bayi Yesus dilahirkan, dan dia pergi ke gereja pada hari itu dan mendengar nyanyian yang indah, serta melihat gambar Bayi yang terbaring di palungan, dengan hewan ternak tidur di sekitarnya. Oh, ya, dia tahu itu semua dengan baik, tapi apa itu hadiah Natal?
Lalu anak-anak itu mulai tertawa dan menjawabnya semua sekaligus. Suara yang ramai membuatnya hanya bisa mendengar beberapa kata sekarang dan kemudian, seperti "cerobong asap," "Sinterklas," "kaus kaki," "rusa kutub," "Malam Natal," "permen dan mainan."
Piccola menutup telinganya dan berkata, "Oh, aku tidak bisa mengerti satu kata pun! Ceritakan padaku, Rose." Lalu Rose menceritakan padanya tentang Sinterklas yang riang, dengan pipi merah dan janggut putih serta mantel bulu, dan tentang rusa kutub dan kereta saljunya yang penuh dengan mainan.
"Setiap Malam Natal," kata Rose, "ia turun lewat cerobong asap, dan mengisi kaus kaki semua anak baik; jadi, Piccola, coba kau gantungkan kaus kakimu. dan siapa tahu ada hadiah Natal yang indah yang akan kamu temukan saat pagi tiba!"
Tentu saja Piccola berpikir ini adalah rencana yang menyenangkan. Ia sangat riang mendengarnya. Kemudian semua anak itu menceritakan setiap Malam Natal yang bisa mereka ingat, dan tentang hadiah yang mereka dapat; sehingga dia pulang dengan memikirkan boneka dan lingkaran dan bola dan pita dan kelereng dan gerobak dan layang-layang.
Dia bercerita kepada ibunya tentang Sinterklas, dan ibunya tampak berpikir bahwa mungkin dia tidak tahu ada seorang gadis kecil di rumah itu, dan sangat mungkin dia sama sekali tidak akan datang. Tapi Piccola yakin Sinterklas akan mengingatnya, karena teman-temannya berjanji akan mengirim surat melalui cerobong asap untuk mengingatkannya.
Akhirnya, Malam Natal tiba. Ibu Piccola bergegas pulang dari pekerjaannya; mereka makan malam mereka dari sup dan roti, dan segera waktu tidur,-waktu untuk bersiap-siap menyambut Santa Claus. Tapi, oh! Piccola baru ingat pada saat itu bahwa anak-anak memberitahunya bahwa dia harus menggantungkan kaus kaki, dan dia tidak punya, dan ibunya juga tidak punya.
Betapa sedihnya, betapa sedihnya! Sekarang Sinterklas akan tiba, dan mungkin marah karena tidak bisa menemukan tempat untuk meletakkan hadiah.
Gadis kecil yang malang itu berdiri di dekat perapian, dan air mata besar mulai mengalir di pipinya. Saat itulah ibunya memanggilnya, "Cepat, Piccola; masuk tidur."
Apa yang harus dia lakukan? Tetapi dia berhenti menangis,
dan mencoba berpikir; dan dalam sekejap dia ingat sepatu kayunya, dan berlari untuk mengambil salah satunya. Dia meletakkannya dekat cerobong asap, dan berkata pada dirinya sendiri, "Pasti Sinterklas akan tahu mengapa ada sepatu di sini. Dia akan tahu bahwa aku tidak punya kaus kaki, jadi aku menaruh sepatu sebagai gantinya."
Kemudian dia pergi dengan gembira ke tempat tidurnya, dan hampir segera tertidur setelah dia bersandar dekat ibunya.
Keesokan harinya, matahari baru saja bersinar ketika Piccola bangun. Dengan satu loncatan dia sudah berada di lantai dan berlari ke arah cerobong asap. Sepatu kayu itu terletak di tempat dia tinggalkan, tetapi kau tidak akan pernah, tidak akan pernah bisa menebak apa yang ada di dalamnya.
Piccola tidak bermaksud membangunkan ibunya, tetapi kejutan ini lebih dari yang bisa diatasi oleh seorang gadis kecil yang tetap tenang; jadi dia menari ke tempat tidur dengan sepatu di tangannya, sambil teriak, "Ibu, ibu! Lihat, lihat! Lihatlah hadiah yang Sinterklas bawa untukku!"
Ibunya mengangkat kepala dan melihat ke dalam sepatu.
"Hei, Piccola," katanya, "seekor burung layang-layang kecil bersarang di sepatu kamu? Betapa baiknya Santa Claus membawakanmu seekor burung!"
"Sinterklas yang baik, Sinterklas yang baik!" teriak Piccola; dan dia mencium ibunya dan mencium burung itu dan mencium sepatu, bahkan melemparkan ciuman ke cerobong asap, begitu bahagianya dia.
Ketika burung kecil itu diambil dari sepatu, mereka menemukan bahwa dia tidak mencoba untuk terbang, hanya melompat-lompat di sekitar ruangan; dan saat mereka melihat lebih dekat, mereka bisa melihat bahwa salah satu sayapnya sedikit terluka. Tetapi ibunya membungkusnya dengan hati-hati agar tidak menyakitinya. Dia begitu lembut sehingga dia minum air dari cangkir, bahkan memakan remah dan biji dari tangan Piccola.
Dia menjadi gadis kecil yang bangga ketika membawa hadiah Natalnya untuk ditunjukkan kepada anak-anak di taman.
Mereka sudah mendapatkan banyak hadiah,-boneka yang bisa mengucapkan "mama," buku gambar yang cerah, kereta mainan, piano mainan; tetapi tidak ada satu pun mainan mereka yang hidup, seperti burung layang-layang milik Piccola.
Mereka senang seperti dia, dan Rose mencari-cari rumah sampai menemukan kandang anyam besar dari burung hitam yang pernah dimilikinya. Dia memberikan sangkar itu kepada Piccola, dan layang-layang itu sepertinya langsung membuat dirinya nyaman di dalamnya, duduk di tiang sambil mengedip-ngedipkan matanya yang berbinar kepada anak-anak.
Rose menyimpan sebuah kantong permen untuk Piccola, dan ketika waktunya dia pulang, dengan sangkar dan layang-layang kesayangannya bertengger aman di dalamnya, aku yakin tidak ada gadis kecil yang lebih bahagia di seluruh negeri Italia saat itu.
Cerita Little Piccola pertama kali diterbitkan pada tahun 1914. Cerita Natal pendek ini dibuat oleh Francis Jenkins Olcott berdasarkan puisi karya Celia Laighton Thaxter.
9. Cerita Natal Sekolah Minggu: A Letter from Santa Claus (Surat dari Sinterklas) karya Mark Twain
Halo Susie Clemens Kesayanganku,
Aku telah menerima dan membaca semua surat yang kamu dan adik kecilmu kirimkan padaku...
Aku dapat membaca coretan-coretanmu dan adikmu tanpa masalah sama sekali. Tetapi aku mengalami kesulitan dengan surat-surat yang kamu diktekan melalui ibumu dan para pengasuh, karena aku adalah orang asing dan tidak dapat membaca tulisan Inggris dengan baik.
Kamu akan melihat bahwa aku tidak membuat kesalahan tentang hal-hal yang kamu dan adikmu pesan dalam suratmu sendiri-Aku masuk ke cerobong asapmu tengah malam saat kamu tidur dan mengirimkannya semua sendiri, dan mencium kalian berdua juga... Tetapi... ada... satu atau dua pesanan kecil yang tidak bisa aku penuhi karena stok kami habis...
Ada satu atau dua kata dalam surat ibumu yang... Aku kira adalah "sebuah koper yang penuh dengan pakaian boneka." Apakah itu benar?
Aku akan mampir di pintu dapurmu sekitar pukul sembilan pagi ini untuk menanyakan. Tetapi aku tidak boleh melihat siapa pun dan aku tidak boleh berbicara dengan siapa pun kecuali kamu.
Ketika bel pintu dapur berbunyi, George harus memakai penutup mata dan dikirim ke pintu. Kamu harus memberi tahu George bahwa dia harus berjalan dengan ujung kaki dan tidak berbicara, sebaliknya, suatu hari nanti dia akan mati.
Kemudian kamu harus pergi ke ruang perawatan anak dan berdiri di kursi atau tempat tidur perawat dan mendekatkan telingamu ke tabung bicara yang menuju ke dapur, dan ketika aku bersiul melaluinya, kamu harus berbicara di tabung dan mengatakan, "Selamat datang, Sinterklas!"
Kemudian aku akan bertanya apakah itu koper yang kamu pesan atau tidak. Jika kamu mengatakan ya, aku akan bertanya warna apa yang kamu inginkan koper itu... dan kemudian kamu harus memberi tahu aku setiap hal yang kamu inginkan di dalam koper itu.
Lalu, saat aku mengatakan, "Selamat tinggal dan selamat Natal untuk Susie Clemens Kesayanganku," kamu harus mengatakan "Selamat tinggal, Sinterklas tua yang baik, terima kasih banyak."
Kemudian kamu harus pergi ke perpustakaan dan menyuruh George menutup semua pintu yang terbuka ke koridor utama, dan semua orang harus tetap diam sejenak.
Aku akan pergi ke bulan dan mengambil barang-barang itu, dan dalam beberapa menit, aku akan turun lewat cerobong asap perapian di koridor, jika yang kamu inginkan adalah koper, karena aku tidak bisa membawa sesuatu seperti koper ke cerobong asap ruang perawatan anak...
Jika aku meninggalkan salju di koridor, kamu harus memberi tahu George untuk menyapunya ke perapian, karena aku tidak punya waktu untuk melakukan hal-hal seperti itu. George tidak boleh menggunakan sapu, tetapi lap, sebaliknya, suatu hari nanti dia akan mati...
Jika sepatuku meninggalkan noda di marmer, George dilarang membersihkannya. Biarkan noda itu selalu menempel di sana sebagai kenang-kenangan dari kunjunganku; dan setiap kali kamu melihatnya atau menunjukkannya kepada siapa pun, biarkan itu menjadi pengingat bagimu untuk tetap menjadi gadis kecil yang baik.
Setiap kali kamu nakal dan seseorang menunjuk pada noda yang dibuat oleh sepatu Sinterklas yang baik di marmer, apa yang akan kamu katakan, kesayangan kecilku?
Selamat tinggal sejenak, sampai aku turun ke dunia dan membunyikan bel pintu dapur. Dari Sinterklas yang mencintaimu yang kadang-kadang dipanggil "Pria di Bulan"
Cerita Surat dari Sinterklas ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1875. Cerita Natal pendek berbentuk surat ini dibuat oleh Mark Twain untuk putrinya sendiri.
Bunda, itulah beberapa cerita Natal yang layak dijadikan kisah-kisah penghibur di malam yang penuh dengan kehangatan. Semoga cerita ini bisa dijadikan bahan dongeng untuk Si Kecil.
10. Cerita Natal Sekolah Minggu: Perjalan Yusuf dan Maria ke Bethlehem
Berdasarkan kisah Alkitab : Lukas 2: 1-7
Beberapa waktu setelah Maria menerima kabar dari malaikat, Kaisar Augustus mengeluarkan perintah agar semua orang mendaftarkan diri di kota asal mereka.
Yusuf, yang merupakan tunangan Maria, berasal dari Betlehem, kota Daud. Maka, Yusuf harus membawa Maria, yang sedang hamil, menempuh perjalanan panjang dari Nazaret ke Betlehem.
Perjalanan itu tidak mudah. Jalan yang mereka lalui berbatu dan panas. Maria harus naik keledai, sementara Yusuf berjalan menuntunnya.
Sesampainya di Betlehem, mereka mendapati kota itu penuh sesak. Semua penginapan sudah dipenuhi orang-orang yang datang untuk mendaftar. Yusuf mencari tempat beristirahat, tetapi tidak ada yang mau menerima mereka.
Akhirnya, seorang pemilik penginapan menawarkan tempat di kandang hewan. Di tempat yang sederhana itu, Maria melahirkan bayinya. Bayi itu adalah Yesus, Sang Juruselamat dunia.
Maria membungkus-Nya dengan kain lampin dan membaringkan-Nya di palungan, tempat makan hewan.
Cerita ini mengajarkan anak-anak bahwa Yesus, Sang Raja segala raja, lahir dalam kesederhanaan untuk menunjukkan bahwa Dia datang untuk semua orang, tanpa memandang status atau kekayaan.
11. Cerita Natal Sekolah Minggu: Para Gembala Mendengar Kabar Sukacita
Berdasarkan kisah Alkitab : Lukas 2:8-20
Di malam yang gelap di sebuah padang rumput dekat Betlehem, para gembala sedang menjaga domba-dombanya.
Tiba-tiba, cahaya terang menyinari mereka, dan seorang malaikat Tuhan muncul.
Para gembala sangat takut, tetapi malaikat itu berkata, "Jangan takut! Aku membawa kabar baik untukmu dan seluruh umat manusia. Hari ini di kota Daud telah lahir Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan."
Setelah itu, banyak malaikat lainnya muncul, memuji Tuhan, "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi kepada orang yang berkenan kepada-Nya."
Setelah malaikat-malaikat itu pergi, para gembala berkata satu sama lain, "Mari kita pergi ke Betlehem dan melihat apa yang terjadi, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita."
Mereka segera pergi dan menemukan Maria, Yusuf, dan bayi Yesus yang terbaring di palungan. Dengan penuh sukacita, mereka memberitakan kabar baik itu kepada semua orang yang mereka temui.
Cerita ini mengajarkan anak-anak untuk bersukacita dan menjadi pembawa kabar baik tentang Yesus kepada dunia.
12. Cerita Natal Sekolah Minggu: Kedatangan Orang Majus
Berdasarkan kisah Alkitab : Matius 2:1-12
Jauh di Timur, ada sekelompok orang bijak yang mempelajari bintang-bintang. Suatu malam, mereka melihat sebuah bintang yang sangat terang muncul di langit. Mereka tahu bahwa bintang itu adalah tanda kelahiran seorang Raja yang istimewa.
Orang Majus itu mempersiapkan perjalanan panjang untuk mencari Raja tersebut. Mereka membawa hadiah berupa emas, kemenyan, dan mur.
Ketika tiba di Jerusalem, mereka bertanya kepada Raja Herodes, "Di manakah Raja orang Yahudi yang baru lahir? Kami telah melihat bintang-Nya dan datang untuk menyembah-Nya."
Herodes merasa terganggu dan meminta mereka mencari anak itu, lalu memberitahunya. Namun, setelah menemukan Yesus di Betlehem, orang Majus mendapat peringatan dari Tuhan untuk tidak kembali kepada Herodes. Mereka pulang ke negeri mereka melalui jalan lain.Cerita ini mengajarkan anak-anak untuk memberikan yang terbaik kepada Tuhan dan selalu mengikuti petunjuk-Nya.
Demikianlah 12 cerita Natal sekolah minggu yang dapat dijadikan referensi atau bahan ajar. Semoga bermanfaat, detikers!
(edr/alk)