Mengenal Doti, Ilmu Santet dari Tanah Sulawesi yang Jadi Senjata Balas Dendam

Mengenal Doti, Ilmu Santet dari Tanah Sulawesi yang Jadi Senjata Balas Dendam

Yaslinda Utari Kasim - detikSulsel
Sabtu, 02 Nov 2024 09:30 WIB
Ilustrasi dukup perempuan
Foto: Getty Images/iStockphoto/Oleksandr Shevchenko
Makassar -

Tanah Sulawesi dikenal sebagai pulau dengan kekayaan budaya, tradisi, dan ritual masyarakat lokalnya. Salah satu yang cukup unik adalah praktik ilmu hitam atau sihir yang dikenal dengan istilah doti.

Sihir tradisional ini telah dipraktikkan oleh masyarakat Sulawesi secara turun temurun hingga saat ini. Tujuan dari praktik ilmu hitam ini yaitu untuk memengaruhi atau mencelakai orang lain secara supranatural.

Pengaruh doti bahkan bisa membuat seseorang tersiksa selama hidupnya sampai meregang nyawa. Umumnya, doti dipraktikkan oleh masyarakat karena ingin balas dendam dengan mencederai seseorang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, bagaimana praktik doti dalam budaya masyarakat Sulawesi? Apa saja dampak yang bisa ditimbulkan dari praktik ilmu hitam ini?

Doti, Ilmu Sihir untuk Mencelakai

Budayawan Universitas Hasanuddin (Unhas) Firman Saleh menjelaskan, doti dapat diartikan sebagai mantra. Penggunaannya yakni dengan cara dibacakan secara langsung atau lebih sering diucapkan di dalam hati.

ADVERTISEMENT

"Doti menjadi salah satu mantra yang dibacakan baik itu secara gamblang. Tapi jarang yang diucapkan secara langsung begitu, biasanya diucapkan dalam hati," ujar Firman pada detikSulsel, Kamis (10/10/2024).

Sementara itu, apabila dilihat dari aspek bahasa dan budaya, mantra-mantra doti disebut sebagai puisi lama. Mantra-mantra yang diucapkan itu disusun dari beberapa kata yang kemudian dipercaya mampu mewujudkan keinginan orang yang membacanya.

"Kalau dari aspek bahasa dan budaya itu dia merupakan puisi lama yang merupakan kumpulan atau rentetan kata yang dijahit menjadi satu buah perkataan yang diyakini bahwa dia mampu membuat sesuatu menjadi apa yang diinginkan," kata Firman.

Firman menjelaskan bahwa sesuatu yang 'diinginkan' oleh orang yang mengirim doti itu berupa keinginan mencelakai dan mencederai seseorang. Biasanya keinginan untuk mencelakai seseorang itu muncul dari hasrat balas dendam, iri, atau dengki.

Karena keinginan tersebut, maka dibacakanlah mantra-mantra doti dengan sengaja agar orang yang dituju menjadi sakit, jatuh miskin, hilang ingatan, bahkan dibuat tidak berdaya. Maka dari itu, ilmu hitam doti dapat dipastikan konotasinya negatif untuk tujuan yang jahat.

"Kalau menggunakan istilah doti itu berarti negatif ki, konotasinya negatif," tuturnya.

"Kalau doti dia melempar, dia membuat memang kejutan ke orang lain begitu," tambah Firman.

Sebab tujuannya itu, doti juga kerap disamakan dengan santet. Namun, menurut Firman baik doti maupun santet memiliki perbedaan dari segi praktik, istilah, dan keyakinan. Tetapi, istilah 'santet' merupakan yang paling mewakili penggambaran doti.

"Kalaupun ada perbedaan, mungkin perbedaan keyakinan, kelakuan, atau istilahnya mungkin beda juga. Tapi kalau mau disamakan apa istilah lainnya, mungkin santet yang mewakili," jelas Firman.

Air dan Benda Tajam Jadi Media Ritual Doti

Firman kemudian memaparkan bahwa doti dipraktikkan dengan membaca mantra diikuti syarat-syarat tertentu seperti menyediakan darah hewan. Syarat ritual disediakan sebagai bayaran untuk jin yang membantu dalam proses pengiriman doti.

"Doti itu dibacakanlah mantra biasanya dengan persyaratan menggunakan hewan, biasanya ayam atau darah merpati atau hewan yang lain. Tapi itu biasanya diketahui kalau menggunakan darah itu kan, darah itulah yang diberikan kepada jin yang dipinta untuk membantunya itu," papar Budayawan Unhas itu.

"Jin kan makanannya darah dan tulang, supaya dibantu (makanya) dikasih juga apa yang diinginkan," imbuhnya.

Selain bacaan, ada pula perlakuan khusus yang menjadi syarat melakukan doti. Baik itu dari waktu pengiriman doti hingga media yang digunakan.

1. Media Air

Di Sulawesi Tengah, dikenal doti yang menggunakan air sebagai media ritual doti. Air tersebut dibacakan mantra kemudian menyebut nama orang yang hendak dikirimkan doti.

Air yang sudah dibacakan mantra itu juga biasanya dimandikan langsung kepada orang yang ingin dikenai doti. Ritual semacam ini dapat membuat orang terkena penyakit kulit.

2. Media Piring

Tidak hanya melalui media air, seseorang yang hendak mengirimkan doti bisa menggunakan media piring atau tangannya sendiri. Yakni dengan cara membacakan mantra kemudian menyebut nama seseorang yang dituju.

3. Media Kertas

Selanjutnya, sihir tradisional doti bisa dilempar menggunakan media kertas. Praktiknya yakni dengan menuliskan nama orang yang dituju kemudian membaca mantra.

4. Media Tempurung dan Pelepah Kelapa

Terakhir, yakni menggunakan tempurung kelapa, pelepah kelapa, dan kaleng yang dibacakan mantra. Tujuan doti ini yaitu untuk membuat seseorang sakit kaki. [1]

5. Media Benda Tajam

Di Sulsel sendiri biasanya, kata Firman, pelaksanaan ritual pengiriman doti selalu menggunakan media berupa barang atau benda-benda tajam. Mulai dari silet, jarum, kaca, parang, dan lain sebagainya.

"Dia ada media biasanya berupa barang atau berupa benda-benda tajam. Dalam prinsipnya, benda-benda tajam itu, tajam itu (menyimbolkan) supaya tajam ilmu itu mampu merasuki atau mampu masuk," kata Firman.

Dari praktiknya tersebut, menurut Firman doti tidak dilakukan secara spontan. Proses pengiriman doti selalu diawali dengan niat atau maksud menyakiti yang sudah timbul sebelumnya.

Ragam Dampak yang Ditimbulkan Doti: Perut Membesar hingga Kerasukan

Proses ritual doti dengan media yang telah disebutkan sebelumnya itu memiliki dampak yang berbeda-beda sesuai keinginan pengirim doti. Ada yang membuat korbannya kehilangan akal, cacat, perut membesar, hingga kerasukan.

1. Doti Butiti

Doti butiti merupakan salah satu jenis doti yang menyebabkan perut seseorang membengkak dan sakit. Doti butiti dikirim dengan menggunakan media air yang dibacakan mantra. [1]

Budayawan Unhas Firman Saleh sendiri pernah menyaksikan orang yang terkenal doti butiti secara langsung. Menurut kesaksiannya, perut orang yang terkena doti butiti akan membesar jika air laut pasang kemudian kembali mengecil ketika air laut surut.

"Saya pernah melihat secara langsung orang yang pernah terkena doti itu. Itu kalau pagi perutnya biasa-biasa saja, tapi seiring pasang surut air. Kalau air surut perutnya mengecil, tapi kapan air itu pasang itu perutnya membesar. Dan kalau dia periksa ke dokter, dia tidak apa-apa dia baik-baik saja," ungkapnya.

2. Doti Ronda

Doti ronda juga dikirimkan dengan menggunakan air sebagai medianya. Bedanya, air yang sudah dibacakan mantra dimandikan ke seseorang yang dituju sehingga kulitnya gatal-gatal hingga bernanah.

3. Doti Puntiala

Berikutnya ada jenis doti yang bisa membuat seseorang merasakan sakit kepala luar biasa seakan mau pecah. Praktik doti ini menggunakan media piring atau tangan pengirim itu sendiri dengan membaca mantra lalu menyebut nama orang yang disasar.

4. Doti Samauda

Sihir tradisional jenis doti samauda dapat membuat seseorang mengalami gangguan jiwa dan umumnya terkena pada perempuan. Media doti samauda merupakan kertas yang ditulis nama orang yang disasar, membacakan mantra, kemudian mengikatnya di ekor udang.

Masyarakat percaya bahwa orang yang terkena doti samauda akan bertingkah liar seperti pergerakan udang.

5. Doti Jori

Selanjutnya ada doti jori yang menggunakan media sihir tempurung kelapa, pelepah kelapa, dan kaleng. Benda-benda tersebut dibacakan mantra lalu diletakkan di jalan.

Apabila ada yang tidak sengaja menginjak atau menendangnya maka akan mengalami sakit kaki. Apabila tidak diobati dalam waktu yang lama maka akan membuat kaki pendek sebelah.

6. Doti Tofuri

Untuk doti tofuri, pengirimnya menggunakan jin untuk mencelakai seseorang. Jin diperintahkan membuat orang yang dituju sakit berupa sesak napas dan sakit dada.

7. Doti Bungga

Doti bungga menggunakan kepiting yang dibacakan mantra sebagai medianya. Kepiting itu kemudian diletakkan di kebun atau depan pintu untuk menjaga kebun atau rumah.

Jika orang yang disasar datang kemudian tergigit kepiting, maka kakinya akan sakit yang ditandai dengan bengkak dan kram luar biasa. Apabila dibiarkan dan tidak diobati, kaki korban bisa bernanah hingga berbau busuk. [1]

8. Doti Mata

Terakhir, ada satu jenis doti yang juga pernah disaksikan langsung oleh Firman Saleh yakni doti mata. Jenis doti ini membuat mata korbannya seperti akan mencuat keluar.

"Saya pernah lihat doti mata. Doti mata itu yang matanya hampir keluar. Hanya syaraf-syaraf, urat-uratnya saja yang menahannya sehingga matanya tidak keluar. Kalau menurut medis itu di luar nalar ini, tidak masuk akal. Biasanya kalau tidak diobati bisa sampai menimbulkan kematian," cerita Firman.

Mandar dan Kajang, 2 Suku di Sulawesi dengan Doti Paling Ditakuti

Di Sulawesi, ada dua suku dengan ritual doti yang paling ditakuti, yakni suku Mandar dan Kajang. Konon, ilmu doti yang dimiliki kedua suku tersebut merupakan yang paling sulit untuk diobati.

"Bukan ini karena melihat wilayah dan suku, tidak yah tapi biasanya yang ditakuti orang itu adalah kalau dia terkena ilmu (suku) Mandar dan (suku) Kajang. Itu mereka itu sangat takuti itu. Jadi kalau misalnya, orang bilang 'kalau kamu terkena ilmu Mandar susah untuk diobati' atau 'kamu terkena ilmu dari Kajang, itu susah'," jelas Firman.

Suku Kajang bermukim di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba Sulsel. Suku ini dikenal dengan pakaian yang serba hitam mulai dari baju hingga sarungnya. Sebab, Kajang menerapkan konsep kesamaan dan kesederhanaan dalam segala hal.

Bagi sebagian besar masyarakat di Sulawesi, 'Kajang' menjadi salah satu suku yang paling identik dengan doti. Citra itu melekat pada suku Kajang kemungkinan besar karena keyakinan animisme yang masih eksis di Kajang khususnya Desa Tana Toa. [2]

Selain itu, stereotip yang sama juga melekat pada Suku Mandar. Suku ini bahkan dikenal bisa membuat kepala seseorang menjadi lembek karena doti.

Citra suku Mandar itu muncul karena banyaknya cerita yang belum pasti kebenarannya tentang suku Mandar. Banyak yang menganggap bahwa suku Mandar merupakan suku yang dapat melakukan hal-hal di luar akal sehat manusia. [3]

Masyarakat etnis suku Mandar tersebar di wilayah Sulawesi Barat, sebagian Sulsel, dan Sulawesi Tengah. Pada suku ini berkembang tiga kepercayaan di tengah masyarakatnya mulai dari animisme, Islam, dan campuran antara animisme dan Islam. [4]

Doti dari Kacamata Budaya

Doti telah menjadi ilmu atau kebiasaan turun-temurun (tradisi) yang dilakukan oleh masyarakat sejak zaman nenek moyang sampai saat ini. Terlebih lagi mantranya disebut sebagai puisi lama.

Akan tetapi, bagaimana doti dari sudut pandang budaya? Apakah tradisi ini juga termasuk sebagai kekayaan budaya?

Firman Saleh menuturkan, budaya merupakan sesuatu yang sifatnya positif, sementara doti mengarah ke hal-hal negatif. Oleh karenanya, doti tidak termasuk budaya melainkan kebiasaan atau perilaku khusus saja.

"(Doti) ini negatif jadi dia tidak termasuk sebagai budaya. Kalau saya begitu, segala sesuatu yang sifatnya negatif itu bukan budaya tapi itu kebiasaan atau perilaku khusus yang dilakukan oleh orang-orang tertentu," tutur dia.

Adapun eksistensi doti di masa sekarang ini, menurut Firman sudah tidak sama seperti dulu. Dengan kemajuan peradaban, masyarakat tidak lagi merawat kebiasaan menggunakan doti. Oleh karenanya, keberadaan doti di tengah masyarakat modern sudah jarang ditemukan.

"Masih ada (keberadaan doti) tapi tidak seperti dulu lagi (karena) orang tidak merawat kebiasaan negatif itu. Meskipun masih ada yah, masih ada orang yang melakukan. Tapi secara umum, secara kalau kita melihatnya dari masyarakat kita secara keseluruhan, doti itu sudah jarang," pungkas Firman.

Referensi:

1. Jurnal UIN Datokarama Palu berjudul 'Tradisi pengobatan Kalili di Desa Sipi Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala, 1985-2022'
2. Jurnal Universitas Muhammadiyah Makassar berjudul 'Sinergitas Pemerintah Daerah dengan Komunitas Suku Kajang dalam Pengolahan Hutan Adat di Desa Tana Toa Kecamatan kajang kabupaten Bulukumba'
3. Jurnal Universitas Muhammadiyah Makassar berjudul 'Stereotipe Terhadap Suku Mandar (Studi Interaksi Sosial Mahasiswa Bugis dan Mahasiswa Mandar di Universitas Muhammadiyah Makassar)'
4. Laman Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga berjudul 'Suku Mandar, Pelaut Ulung dari Sulawesi Barat'




(urw/edr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads